2

472 58 9
                                    

   
   
   

Mata Jimin terpejam erat, menyesapi geliatan sakit yang menyebar. Mengapa Jimin harus bertemu dengannya. Mengapa Jimin harus jatuh cinta padanya. Mengapa harus dia.

Dan mengapa!

Jimin tidak sanggup lagi dan tidak ada yang akan mengerti. Dirinya tidak bisa bercerita pada siapapun karena pasti hujatan yang akan ia terima.

"Jiminie maafkan aku sayang. Buka pintunya ku mohon."

Mendengar suara yang melemah itu membuat tangis Jimin menjadi. Bagaimana bisa dirinya terjebak tiga tahun bersama sosok itu. Bahkan sejak dirinya masih trainee, hatinya sudah berdegup melihatnya.

Bukan sekali dua kali pula Jimin ingin mengakhiri, tapi selalu gagal karena dia yang tidak pernah melepaskan Jimin. Kini Jimin bertekad untuk sepenuhnya berpisah dan mencari orang lain yang lebih bisa menemani harinya.

Namun tekadnya kerap melemah saat melihat wajah kekasihnya. Betapa Jimin mencintainya, bagaimana Jimin rela menjalin hubungan ditengah popularitasnya. Semua Jimin lakukan untuk kekasihnya. Tapi inilah yang diberikan kekasihnya pada Jimin.

Sakit di hatinya.
   
Jimin tidak akan menampik bahwa kekasihnya memperlakukan Jimin dengan hangat. Namun untuk apa jika diselip kehangatan selalu tersedia belati yang menancap relungnya.

Jika bisa memilih tentu Jimin akan memilih kekasih yang tidak pernah memberinya rasa sakit. Tapi kala itu Jimin hanyalah remaja naif yang ingin mewujudkan mimpinya menjadi penyanyi. Hidup seorang diri di kota Seoul tentu bukan hal mudah.

Sampai datanglah sosok itu, Jimin yang terpesona mencoba menarik perhatiannya. Hingga keduanya saling jatuh cinta dan menjalin kasih bahkan sebelum Jimin debut.

Ketika debut, kekasihnya banyak membantu Jimin. Dengan terang-terangan Jimin akan mengakui bahwa keberhasilannya dipelopori oleh sang kekasih. Namun Jimin tidak buta dengan semua kesemuan itu.

Hingga kini tiga tahun sudah mereka bersama, sakit Jimin sudah tak tertahan. Namun melepas pun terasa mencekik. Mungkin memang berat, tapi Jimin akan mengakhiri derita cintanya ini.
   
    
.
  
  
.
  
  
.
   
       

Menjelang siang Jimin keluar dari kamarnya setelah semalaman menangis menguatkan hatinya untuk mengakhiri kisah ini.

Langkahnya terhenti melihat sosok yang berada di dapurnya. Mencoba abai, Jimin mengambil air tanpa melirik sedikit pun.

"Jimin makanlah dulu."

Tanpa menjawab Jimin berlalu meninggalkan pria itu disana. Karena kalau lebih lama, Jimin akan menangis lagi dan ia tidak mau terlihat lemah. Cukup selama ini dirinya menangisi pria itu. Sekarang saatnya Jimin bangkit. Lagi pula dia adalah Park Jimin, siapa yang tidak akan terpesona olehnya?

"Park Jimin! Berhenti bersikap kekanakan!"

Teriakan dengan suara dalam itu membuat tubuh Jimin bergetar. Sekali lagi Jimin mencoba bertahan dan melangkahkan kakinya ke ruang tv.

"Aku memang kekanakan. Pergi saja jika kau tidak suka."

Jimin mengambil makanan sisa semalam untuk mengganjal perutnya. Karena dapurnya sedang tidak ingin ia masuki.

"Jimin berapa kali aku harus memohon padamu? Maafkan aku sayang."

Sosok itu duduk disebelah Jimin dan menggenggam tangan Jimin yang menganggur.

Secret Love SongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang