Prolog

3 0 0
                                    

Quiet !mpact tak masalah jadi introver terlihat judul buku dengan warna merah jambu, membuat siapapun yang menjadi kekasih gadis itu pasti dibuatnya cemburu.

Duduk di bangku paling belakang, menjadi satu peluang untuk Haspira tenggelam pada buku karya Sylvia Loehkeun. Di iringi dengan instrumen musik piano dari Rai Bagus, Membuat kekosongan pelajaran semakin ingin ditambah masanya. Seketika fokusnya di buyarkan dengan suara pintu yang hampir menutup, dan di ikuti langkah kaki perempuan berkacamata min, seorang guru geografi sudah masuk dan bersiap mengajar. Ditutupnya buku merah jambu itu, lalu Haspira kembali pada bangku yang dekat dengan jendela. Pikirnya hanya udara segar yang mampu menjadikannya mudah berpikir, disaat orang-orang butuh meja untuk bersandar ketika sedang gagal memahami pelajaran, ia hanya butuh satu udara dan tatapan mata keluar jendela.

Seperti biasa Bu Ating memulai pelajaran dengan sebuah kata yang mengarah kepada kebucinan, ya bucin adalah salah satu ciri khas Bu Ating dalam membangun relasi dengan murid-muridnya. Gelagat tawa dari pojok belakang sampai jajaran kursi depan, semakin mencairkan suana yang sebelumnya sudah meleleh karena terik matahari siang hari ini.

Haspira hanya menyaksikan drama kali ini, tidak banyak bicara padahal isi kepalanya menyimpan banyak kata yang jika di keluarkan pasti teman-temannya akan memuji Haspira. Belajar untuk menjadi manusia berisik rupanya butuh waktu lama bagi Haspira, karenanya sudah dua bulan ia membaca buku yang membahas tentang cara merubah introver menjadi ekstrover, tapi tidak ada satu pun tips yang mampu ia pelajari. "Mungkin berisikku hanya bertakdir pada pena dan kertas". Suatu pembelaan ketika ia sudah lelah dengan diamnya.

Pelajaran pun berlanjut pada bahasan tentang fauna dan flora yang ada di Indonesia.

"Burung merak merupakan suatu fauna yang dibilang paling cantik dan rupawan," Jelas bu Ating yang bicara seperti kuda sedang berlari, cepat tapi sangat mudah di pahami, tidak seperti wanita yang membutuhkan ruang otak yang paling luas untuk mampu memahaminya.

"Bu, jika dari kalangan jalang yang tercantik adalah Burung merak, maka dari kumpulan manusia bumi masih ibu pemenang dalam reward guru tercantik," Celetuk Amril, satu murid yang tidak rajin duduk dibangku kelas, tapi rayuan dan kebucinannya mampu menjadikan si pendiam sedikit berbisik.

Setelah Amril mengatakan paragraf itu, bisa di tebak sorak murid perempuan memenuhi isi telinga ditambah dengan ledekan dari murid laki-laki yang menambah riuh tak terkendali. Semua orang tertawa bahagia disertai cibiran yang menambah panas cuaca. Ia tidak anggap serius, ia juga tertawa dalam lelucon yang ia buat sendiri.

Tawa murid hening, saat wakasek memasuki area kelas. Digandenganya pria bertumbuh tinggi, tas yang di bawa terlihat membenani pundak manusia keturunan Belanda itu. Haspira melihat dalam-dalam pria yang berdiri di depan kelas, was-was karena melihat hoodie bertulisan biru yang di pakai.

"Biru?" Kerut dahi Haspira berombak-ombak. Biru mengingatkan ia pada satu pria fiksi yang di baca malam lalu dalam buku Kata yang di tulis Rintik Sendu. Puisi-puisi biru seakan membentak jiwa yang telah mati, dalam kata dan sebuah prespsi penuh makna yang sudah dua hari menemani malam tanpa bintang.

Lelaki itu merupakan murid baru yang berasal dari Bandung, kata yang lugas mampu menerangkan dirinya dengan jelas. Ia Keturunan Belanda tapi dipenamaanya bersudut pada orang jawa, yaitu Fajar Astagiri (warna merah merona ketika senja sedang memancarkan cahayanya). Semakin jauh ia memperkenalkan diri, jiwa Haspira berubah seakan berada di antartika, seketika sejuk, seketika matanya yang lelah kembali bergairah saat tatapan Asta beradu dengan mata sipitnya.

"Aku boleh duduk di sebelahmu?" Asta yang sudah mempernalkan diri di persilakan untuk duduk di sebelah kanan belakang paling pojok, namun ia menolak dan memilih Haspira sebagai tujuan pertama untuk di jadikan sebagai teman duduknya.

Terikat SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang