Rabu, 7 April.
Apa yang akan kau lakukan jika lukisanmu dapat berubah menjadi nyata? Dan jika iya, apa yang akan kau gambar?
Kalimat ini terus mengganggunya sejak Shel, ketua klub seni, menyinggungnya semalam sore.
Selama ini, Aser hanya melakukan tindakan ini tanpa tujuan. Hanya sekedar "membuat apa yang ada di pikiranmu.". Ia bahkan tidak ingat mengapa ia mulai menggambar. Kira-kira apa, ya? Aser meletakkan pensilnya, mulai memikirkan hal ini dengan keseriusan yang berlebihan. Pastinya hal yang paling kusukai, kan?
Ia melirik kertas gambar yang di coret-coretnya sejak tadi pagi. Di sana terbentuk seorang gadis berambut panjang dengan gaya santai sedang meneguk segelas limun. Gadis itu digambar dengan aliran manga menggunakan pensil. Tidak. Ia menggeleng pelan. Aku memang jomblo, tapi tidak seputus asa itu.
"Hei, Van. Kalau kau bisa mewujudkan sesuatu hanya dengan lukisan, apa yang akan kau gambar?"
Tanpa disadarinya, Aser mencetuskan hal ini kepada Van, teman sebangkunya sejak masuk ke kelas dua. Orang ini baru saja kembali kantin untuk membeli sebuah susu kotak favoritnya. Secara garis besar, Van adalah manusia paling standar dan orang-orang standar. Satu-satunya kelemahannya adalah agak bego.
"hah?"
Orang itu menoleh sembari mengulum sedotan susu kotaknya yang melayang di udara, hanya bertumpu pada lekukan siku pada sisi sedotan yang membengkok. Seperti biasa, wajahnya melukiskan ekspresi " Polos-polos-bangsat" khas miliknya.
"Tidak, lupakan." Ujar Aser cepat-cepat, sebelum otak Van terlalu terbebani akibat perkataannya. " Dan lagi, sejak kapan kau kembali dari kantin?"
"Barusan." Katanya. "nih."
Tanpa peringatan, Van melemparkan suatu benda ke arahnya. Beruntung Aser dapat menangkapnya secara sempurna. Ia memandangi benda itu. Sepotong roti kemasan yang sering dibelinya di kantin.
"Pesananmu."
"Thanks"
Saat Aser memandangi roti itu, barulah ia menyadari bahwa ia sangat lapar. Cepat-cepat ia membuka bungkus kemasan makanan itu dan segera melahapnya.
"Untuk yang tadi." Ujar Van. Meski nada suaranya terdengar serius, wajahnya tetap tampak dungu. Hal ini justru menarik minat Aser. Ia bertanya-tanya : Jawaban apakah yang dipikirkan orang ini?
"Aku, pasti akan menggambar susu kotak yang banyak!"
Hening.
Van melanjutkan " Soalnya, kalau punya banyak persediaan, aku bisa meminum susu kotak sepuasnya tanpa harus pergi ke kantin.
Aser menarik kata-katanya barusan. Orang ini lebih pantas disebut "Idiot" daripada "agak-bego". Aku merasa seakan berbicara dengan anak Tk. Aser menghabiskan rotinya dalam sekejap.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Setelah bel sekolah berbunyi, Aser tidak pulang ke rumahnya. Melainkan berkunjung ke ruangan klub seni untuk mengerjakan kegiatan rutin klubnya. Sesampainya dia di sana, Ruangan ini sudah ramai ( Meski "ramai" yang dimaksudkan adalah seluruh anggota klub seni yang berjumlah 10 orang). Sang ketua klub, Shel menyambutnya dengan senyuman menyebalkan.
"Ah! Selamat datang, Anime."
Gadis bertubuh mungil setinggi seratus lima puluh sentimeter ini mengesalkan seperti biasa. Meski begitu, Aser tidak dapat membencinya. Mengesampingkan sikapnya, wajahnya yang cantik dan aura menarik yang dipancarkannya, serta kemampuan analisisnya yang hebat adalah keahliannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eyes
Short StoryFiksi tak harus menjadi kenyataan. Tak pernah harus. Kau tak tahu apa yang akan terjadi bila mereka menjadi nyata.