Udara malam hari begitu dingin, langit biru gelap dengan awan dan bintang bertaburan, sementara angin berhembus menyusup ke sela-sela ruang jendela dan ventilasi.
di malam yang dingin dan gelap itu, aku terbangun lagi, terbangun tiba-tiba dengan perasaan tidak nyaman yang berkepanjangan. Dadaku sesak dengan rasa hampa yang kuat, aku tidak merasakan apapun bahkan saat tubuhku basah dengan keringat.
Saat mataku terbuka, aku hanya melihat langit-langit kamar berwarna putih gading dengan cahaya kuning keemasan di pinggirnya. Rasanya seperti aku berada dalam mimpi yang sama setiap kali. Tubuhku lelah sekali, tak punya sedikitpun energi untuk bergerak.
Aku bernafas perlahan menepis sedikit demi sedikit kehampaan di dadaku, mengumpulkan kembali energiku. Aku ingin minum air karena tenggorokanku kering dan tercekat sakit.
tiba-tiba, sebuah suara memanggilku, 'V' suara itu terdengar lagi di kepalaku terus menerus selama bertahun-tahun, suara yang parau dan lirih.
Rasanya aku tidak ingin hidup lagi, setelah apa yang kualami selama bertahun-tahun, kurasa aku punya cukup alasan untuk mati.
'V' panggil suara itu lagi
Aku mendesah, "tolong diam... kumohon"
'V' suara itu makin jelas, sementara kepalaku makin berat dan pusing, dahiku berkeringat.
Ini adalah perasaan paling tidak nyaman yang kurasakan sepanjang hidupku, suara itu berasal dari diriku sendiri, berasal dari beberapa luka yang tidak akan pernah terlupakan, juga beban yang terus bertambah seiring waktu.
Air mata mengalir melalui pipiku dan aku mendesah, "kumohon... diamlah" kataku lagi.
Aku mengerahkan energi ke tangan kananku untuk mengambil sebuah botol obat kecil di atas meja di dekat tempat tidurku, sebuah botol berwarna putih berisi pil.
sesaat kemudian, aku berhasil meraihnya dan membukanya dengan kedua tanganku, ku ambil sebutir pil dan memasukannya ke mulutku, tanpa minum sama sekali, aku menelannya begitu saja, berharap suasana tidak nyaman ini, bisa hilang sementara waktu sampai kau tersadar.
Saat aku menunggu pil itu bekerja, di kakiku, aku merasakan bulu-bulu halus-kasar membelai kulitku, diikuti suara nafas pendek-pendek dari mulutnya, itu adalah temanku, Yeontanie.
Yeontan melompat naik ke ranjangku dan langsung mengelus elus rambut hitam di kepalaku, seolah-olah tahu apa yang selalu terjadi padaku di jam 12 malam, Yeontan mencoba menghiburku, dia mungkin ingin berkata, 'Aku mencintaimu, Kim Taehyung-sshi'
Setelah kurasa suara itu sudah hilang, aku kesadaranku mulai terkumpul lagi, aku punya energi, setidaknya untuk bangun dari kehampaan dan perasaan tidak nyaman tidurku.
Aku terduduk menunggu sejenak untuk bersiap-siap berdiri, aku mendengus dan mengelap bekas air mata yang membasahi pipiku, aku bahkan tidak kuat hanya untuk berkata, 'anyeong' pada Yeontan yang sudah duduk di kakiku mengibas-kibaskan ekornya.
Aku hanya bisa mengelusnya.
Apa ada seseorang atau beberapa yang ingin dengan tulus mendengarkan apa yang sebenarnya terjadi padaku?
Satu atau dua orang, sudah lebih dari cukup, tolong berikan aku bunga dan temani aku tidur sampai aku mati.
-Victory, V-
KAMU SEDANG MEMBACA
Singularity
Short StoryAku melihat ke cermin di hari itu dan menyadari, dia telah mati, aku membunuhnya. Sekarang hanya tersisa aku dan bayangan kosong di depan. Bahkan mata yang seharusnya berbinar indah, hanya terlihat seperti luka penuh darah dan nanah yang amat perih...