R

218 15 0
                                    

Kata orang kita harus hidup di masa sekarang, untuk masa depan, dan melupakan masa yang sudah lalu.

Yuda setuju, dia selalu menyugesti dirinya kalau dia pun harus begitu. Tapi kadang ketika dia sedang menikmati kesendirian, dia tidak tahan untuk tidak menyesali masa lalu yang kalau dipikir-pikir lagi memang bukan salahnya sampai harus begini. Rasanya ingin sekali membalikkan waktu dan kembali ke waktu itu.

Kalau mesin waktu itu ada, berapa pun harganya Yuda pasti akan membayar untuk kembali, dengan tabungan yang sudah dia simpan bertahun-tahun, uang gaji dari pekerjaan yang tidak begitu dia sukai, dia akan membayar berapa pun harganya. Sebab lembar uang tiada banding harganya dengan ala yang akan dia miliki jika saja Cakra bersama dia malam ini, duduk di antara ribuan kilometer langit di atas kepala dan beberapa puluh meter tanah di bawahnya.

Mungkin saja dia tidak akan seperti sekarang, menjalani hidup yang membosankan. Dia sudah menjadi seperti apa yang selalu dia dan Cakra tertawai dulu. Dulu, sewaktu mereka masih suka duduk di depan pagar asrama putri, mereka akan menertawai kehidupan orang dewasa, setiap hari hidupnya berputar seperti itu, pagi bangun, pergi ke kantor untuk bekerja, leher mereka dililit dasi-dasi dan celana yang rapi ketika berangkat dan kumal ketika pulang. wajah-wajah yang sudah jenuh menjalani siklus hidup yang begitu melulu.

"Amit-amit gue kayak budak-budak korporat ini. Nanti kalo udah lulus gue mau jadi gamers yang profesional."

Yuda menoleh pada Cakra yang tadi bicara, dia menarik sudut bibirnya, cita-citanya sudah pasti saat itu; menjadi gamers.

Kalau saja. Ledib dan Ayon dengan cita-cita sederhana mereka di masa lalu itu bisa dia kembalikan. Ledib dan Ayon yang polos di masa SMA dulu ada di sini. Ayon, Ledib, duduk di atas genteng kos-an mahasiswa habis diusir karena mengapeli gadis-gadis mahasiswa, menatap langit dan menghitung bintang, seperti dulu lagi.

reuniteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang