"Medina, jalan pelan-pelan ajaa, gausah lari..."
"Huaaaa!"
"—Duh! Kan jatoh."
Dengan tergesa seorang pria dewasa berlari kecil menghampiri batita perempuan menangis keras karena terjatuh. "Cup, cup. Papa disini sayang." Ucapnya berusaha menenangkan batita tersebut seraya menggendongnya dengan satu tangan, sementara tangan yang lain mengelus-ngelus lembut lutut yang memerah. "Mana yang sakit? Lututnya? Ada lagi selain lutut?" Tanyanya pada batita yang masih menangis itu.
Mata pria itu lekat memindai dari ujung kepala sampai ujung kaki, dan syukurlah tidak ada luka yang berarti.
Lutut batita yang bernama Medina itu hanya memerah karena mendarat di rumput sintetis, sisanya tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
Setelah dikecupi beberapa kali dan lututnya di elus oleh sang Papa, akhirnya tangis Medina mereda, meski bibir batita itu masih mencebik.
Seraya mengusap air mata yang membanjiri wajahnya lalu mencubit kecil pipi gembil Medina, "Masih mau main?" Tanya Pria itu yang dibalas rengutan dan gelengan samar oleh Medina. "Yaudah kita masuk kedalam, ya?"
"Anak gue lo apain, hah?!" Mecca menghampiri kedua orang yang selesai bermain dihalaman belakang.
Pria yang dipanggil 'Papa' tadi merebahkan dirinya di sofa setelah Mecca mengambil Medina dari gendongan pria itu.
Medina Amaica Althaf adalah anak kedua dari Malik dan Mecca.
Dengan bibir mencebik dan jejak airmata yang belum mengering, Medina menunjuk lututnya.
"Sakit, Mica jatuh." Adunya pada sang Mami.Seraya menciumi anak perempuannya, Mecca bergumam. "Yaampun! Kok bisa jatuh? Papa pasti nakalin Mica ya?"
Meski Mecca bergumam pelan, tetapi ternyata tetap terdengar oleh pria tadi. Dan karena tidak terima dituduh, pria tadi melempar beberapa kacang telur kearah sepasang Ibu dan anak tersebut. "Sembarangan!"
Mecca berhasil menghindar, melemparkan delikan tajamnya. "Ya soalnya Medina tiap abis main sama lo tuh nangis mulu! Bikin sana anak sendiri dibanding bikin nangis anak gue!"
"Kalo gue nyolo bisa jadi anak juga, mungkin anak gue udah seratus! Dan Bunda ga akan nyuruh gue nikah cuma karena pengen gendong cucu."
"Mulut lo ya! Dasar tol— pfff!"
Malik yang baru selesai dari lari sorenya tiba-tiba saja datang dari belakang dan langsung membekap mulut istrinya. "No bad words, Mami. Mica bisa dengar." Peringatnya seraya menunjuk Medina yang masih ada dalam gendongan Mecca, kemudian melepaskan tangannya dari mulut sang istri.
Mecca mencebikkan bibirnya pelan, meski tidak terima tapi ia juga tidak bisa melawan suaminya yang berkata benar.
"Nanti, ya, Mica sayang, Papi mandi dulu baru gendong Mica." Lanjut Malik pada anaknya yang merengek mengadahkan kedua tangannya meminta digendong.
Terdengar suara tawa puas dari sofa, pria tadi merasa menang karena Mecca dimarahi Malik dan tidak bisa membalasnya. "Rasain lo! Hfft—" Ledekannya tertahan karena Mecca mengambil handuk basah bekas suaminya lalu dilempar pada pria itu. Mendarat tepat di wajah.
Mecca balas tersenyum puas. "Rasain lo!"
"Fuah, Anj—" Umpatannya terhenti ketika Malik memberikan tatapan tajam. "No bad words, ingat?"
"—aaaaiii. Aaah mau gila gue disini!" seru pria tadi kesal. "Ini Mikail selesai les jam berapa? Udah sore makin macet, takut filmnya nggak ke kejar." lanjutnya.
Iya, niat pria itu berkunjung kerumah Malik dan Mecca untuk menjemput Mikail, anak pertama pasangan suami istri tersebut.
Mereka berjanji untuk menonton film superhero bersama, setidaknya sang Papa yang menjanjikan karena mereka hampir dua bulan ini tidak bertemu.
Tetapi sayangnya ketika tiba disana tadi, Mikail belum bisa turun dari kamar yang ada di lantai dua karena sedang les bahasa inggris.
Jadi pria tadi menghabiskan waktu bersama Medina selagi menunggu kakak dari batita itu selesai.
Malik melirik jam dinding yang ada disana. "Harusnya sih udah selesai.." gumamnya pelan, "Gue cek dulu keatas, sekalian mandi."
Belum sempat Malik menaiki tangga, terdengar suara gaduh dari atas.
Kemudian pria dua anak itu memundurkan langkah dan mengurungkan niat untuk naik, karena tahu itu adalah ulah anak pertamanya yang akan turun.
"Mikail hati-hati, jalan pelan.."
"—Tapi Papa udah nunggu lama, Miss."
"Papi!" Seru Mikail ketika melihat Malik di undakan tangga terbawah. Mikail turun dengan setengah berlari tergesa, diikuti dari atas sesosok wanita yang menjadi guru les dari Mikail.
Kemudian setelah sampai dihadapan Malik, manik Mikail berputar dan menemukan pria yang sedari tadi menunggunya dengan ponsel ditangan. "Papa." panggil bocah itu ceria.
Pria yang dipanggil Papa tersebut mendongakkan kepalanya, kemudian mematung dengan mulut setengah terbuka.
Hanya beberapa saat karena meski kakinya seolah dipaku ditempat tetapi pria itu tetap berusaha mendekat, bahkan ia melewati anak lelaki yang sedari tadi ditunggunya.
Membuat Mikail yang dilewati begitu saja mengerutkan keningnya, lalu tanggap mengamit tangan Papanya yang belum mau menghentikan langkah. "Papa ayo! Mika udah siap!" Gerutunya sebal, merasa diabaikan.
Guru les bahasa inggris Mikail baru sampai dilantai bawah, ia hendak tersenyum pada Malik dan Mecca yang ada dibelakang suaminya. Tetapi sebuah suara lebih dulu memecah fokusnya.
"Althea?"
Introducing..Althea Ramadita
gatau
gatau
gatau
gatau
gatau
cuma mau nitip, bisa jadi besok hilang~
KAMU SEDANG MEMBACA
ONE WAY TICKET | JEONGHAN X LISA
FanfictionAnywhere you are Is where I want to go You are my address I don't care how I get it Need a one way ticket.. Home.