The Door is Calling us

80 16 16
                                    

Kamar ini bukan milik kami.

Kamar ini milik dia si manusia bermata darah.

___

Suara deru mobil membelah jalanan kecil di tengah pepohonan yang terletak di provinsi Jawa Tengah.

Mereka adalah sekelompok detektif yang di perintahkan untuk mengusut tuntas kasus kematian putra tunggal dari keluarga tersohor. Mereka berlima datang dari kota Surabaya untuk mencari tahu penyebab kematian dan mencari beberapa anak manusia yang terkubur di bawah rumah itu.

Salah satu detektif pria sedang asik menikmati alunan lagu dari airpods yang terpasang di kedua telinganya. Ia tampak duduk nyaman dengan paha kokohnya yang dijadikan bantalan tidur oleh sang pujaan. Gadis itu, Nebula namanya.

"Daerah sini masih adem ya. Gue kira bakal panas kaya hawa Surabaya." Cavandra yang duduk disamping pengemudi itu berceletuk dikala bosan melanda dirinya. "Tadi gua masih bisa lihat burung-burung yang di kota sekarang udah langkah, tapi disini masih keliaran. Gua salut."

"Jangan pernah sekalipun samain Surabaya sama kota manapun. Surabaya rasanya kaya beda planet, ngerasa kek deket bener dari matahari."

Yolanda yang sedari tadi asik bermain candy crush pun tergelak pelan. "Jangan pernah samain kota manapun sama Surabaya. Surabaya mah planet yang paling deket sama matahari bjir."

Mendengar celetukan aneh dari segerombolan detektif muda, supir yang mengantarkan mereka sampai ke tempat tujuan itupun sontak ikut tergelak, kemudian sejenak langsung terdiam kaku.

"Mas mbaknya rencana berapa hari disana?"

Benjamin menyahut, "Sampai tuntas pak. Setidaknya kita punya bukti-bukti yang akurat untuk dibawa ke pihak penguasa."

Beliau membulatkan bibirnya, "Ooh, rencana disana tinggal di vila mana?" Pertanyaan polos dari supir itu mengundang tawa halus dari kelimanya. "Di vila? Kita tinggal di rumah itu lah pak. Kita menginap di rumah itu agar penyelidikan kami bisa berjalan lancar." Cavandra menjawab dengan gelak tawa yang masih tersisa.

Mendengar jawaban dari Cavandra membuat supir itu sontak mengerem mobilnya secara mendadak. "Menginap disana? Mas, rumah itu udah gak berpenghuni lebih dari 10 tahun. Kalian yakin? Lagi pula kebutuhan pangan kalian disana bagaimana? Kan tidak ada pelayan."

Cavandra yang meresponnya dengan senyuman manis, "Kami sudah stok makanan kok pak. Ada kaleng sarden, ada mie instan, ada pula makanan makanan yang gampang diolah. Kami juga sudah siap kompor listrik jadi tidak susah susah beli gas nanti disana-"

"Saya khawatir mas."

"Bagaimana pak?" Raka mengernyitkan keningnya saat supir itu mengatakan sepenggal kalimat singkat, juga Raka dapat melihat dengan jelas kedua tangan supir yang sudah sepuh itu mengeras saat menggenggam kemudi mobil.

Raka tau, beliau sedang berusaha menahan sesuatu dari bibirnya. Terlihat ekspresi supir itu tengah menahan diri untuk tidak mengatakan hal lebih.

"Saya tidak berani mengatakan hal lebih lagi mas. Saya harap kalian bisa pulang dengan selamat, dan mendapatkan bukti-bukti konkret yang dapat kalian tunjukkan ke hadapan penguasa."

Benjamin menatap keempat sekawannya dengan dalam, ia merasa nyawa mereka akan terancam.

____

Lima hari sudah mereka tinggal dirumah besar dengan ornamen jadul yang otentik. Sudah lima hari pula mereka berusaha mencari tahu tentang setiap sudut rumah ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 31, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Door is Calling usTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang