Kriingg kringg kriinggg
Suara alarm berbunyi tanpa henti membangun sosok wanita dengan Surai hitam dan bermata biru tersebut.
"Ukhh..berisik!" Lontar-nya sembari menghentikan bunyi dari alarm milik-nya.
Langkah demi langkah dia lalui untuk pergi mengambil air putih di dapur.
Glupp
"Aahh! Segar banget! Emang air dirumah yang terbaik." Ucapnya.
Bunyi angin dan burung hantu terdengar dekat dengan telinganya.
"Hmm?"
"Astaga! Aku lupa tutup jendela!"
Dia bergegas mendatangi arah hembusan angin yang melewatinya dengan lembu.t
Terlihat tirai jendela miliknya yang bergerak diterpa hembusan angin.
Ia melihat siluet pria dibalik jendela.
"Sean? Apa itu kau?"
Secepat mungkin membuka tirai. Namun, tak dijumpai sosok yang sangat 'berharga' baginya.
"Dasar bodoh, dia tak mungkin kembali lagi" Cetus nya sembari menepuk jidat
"Hei, Sean. Kau lihat bulan itu? Itu adalah bulan yang sama dengan yang pernah kita pandang berdua."
"Bulannya masih sama, pelitanya masih nyala, tetapi kita tak dapat lagi bersama."
"Aku merindukanmu."
Dibawah sinar bulan ini, dan tempat yang mengingatkanku akan pertemuan pertama kita.
13 tahun yang lalu
Huhuu..
Air matanya deras membasahi pipi, diiringi cegukan dan mata indahnya yang sembab. Anak perempuan yang masih berumur 10 tahun itu menangis sendirian di teras.
Bernama "Kaliya sandeeva."
ia memiliki seorang ayah kandung dan ibu sambung karena ibundanya meninggal ketika melahirkannya. Dia diasuh oleh ayahnya dengan dibantu bibi dan neneknya sedari lahir. Ketika dia berumur 7 tahun, ayahnya jatuh cinta ada seorang wanita, neneknya tidak merestui hubungan mereka, namun sang ayah bersikeras memaksa agar dapat menikah dengan wanita ituKeluarga kecil itu awalnya harmonis sampailah ketika ayah dan ibu sambungnya bertengkar hebat, ibu sambungnya pergi membawa anak kandungnya yang merupakan adik Se-Ayah dari perempuan itu.
"Ibu! Kumohon jangan pergi! Jangan tinggalkan aku!" Ia bersikeras menahan ibunya untuk tidak pergi meninggalkannya
Tetapi ibunya tidak menghiraukannya dan membawa adiknya pergi meninggalkannya bersama ayahnya dengan alasan bahwa dia harus sekolah, jadi ibunya tidak membawanya.
Tak selang lama, ayahnya pun terpaksa harus meninggalkannya karena memiliki pekerjaan di luar kota.
Ayahnya meninggalkannya dan menelepon nenek serta bibinya agar menjaganya di rumah.
Sang nenek dan bibi yang mendengar kesayangan mereka ditinggalkan begitu saja oleh ibu sambungnya dan hanya membawa anaknya saja sangat amat marah.
Mereka menjaganya dengan kasih sayang. Ketika ayahnya pulang, dia merasa sangat bahagia, dia menghabiskan setiap waktunya bersama ayahnya.
Telepon ayahnya berdering dan terpampang nama ibunya.
Ibunya berkata bahwa anak mereka sakit disana dan meminta ayahnya agar menemani mereka
Kaliya mendengar percakapan mereka dan dilanda ketakutan jika ia akan ditinggal pergi lagi.
"Ayahh.." Air matanya bercucuran
"Jangan tinggalkan Liya.." Dia memeluk ayahnya dengan jari-jari mungilnya
"Maafin ayah ya, nak. Adikmu sakit disana, ayah harus kesana."
Ayahnya pergi secepat mungkin, terlihat sekilas raut wajah yang panik dan cemas muncul pada ayah.
Dia trauma. Dia SANGAT TRAUMA. Dia takut ditinggalkan. Dia takut 'kesepian'
Neneknya berusaha menghiburnya. Dia memikirkan neneknya yang sudah mudah lelah dan tak ingin membuatnya sedih, dengan berpura pura menghentikan tangisannya dan tersenyum
"Terima kasih..nenek." keluar dari mulut kecilnya dengan senyuman yang tulus namun palsu.
Dia menyuruh neneknya keluar dan berasalan sedang ingin sendirian.
Dia membuka jendela dan membiarkannya dihembus angin kencang. Sinar bulan memasuki kamarnya dan menatap bulan itu.
"Hei.." Seperti ada suara yang memanggilnya, dia berpikir mungkin itu adalah halusinasi karena dia terlalu sedih
"Heii!!" Suara itu menggema di telinganya.
"SIAPA?" Dia berteriak ketakutan
"Pfftt- Hahahaha! Kamu manusia pertama yang tidak kabur dan bahkan berteriak saat ku panggil." Dia tertawa, senyumannya sangat manis, Kaliya terdiam sejenak, dia terpana akan senyuman pria itu.
Kaliya mundur perlahan melihat sosok pria berumur sekitar 17 tahun dengan rambut bersurai putih dan mata biru.
"S-siapa kau?"
"Aku? Osean James Atalean, putra mahkota kekaisaran Atalean."
"Ah-Hahaha! Kakak tampan, mana ada kekaisaran di zaman sekarang, kamu kebanyakan mengkhayal!"
Osean mencubit pipi gembul Kaliya.
"Aduh Duh, Syakid, ampyun yang Mulya."
"Hei, dik. Kekaisaran memang sudah punah di zaman ini."
"Dan kamu masih saja berkhayal, kakak tampan."
"Tapi aku masih ada, tebak kenapa?"
"Hmmm.." Kaliya berpikir keras
"Gatau."
"Dasar bocah otaknya tumpul." Sean menyentil jidat Kaliya
"Itu artinya aku sudah mati, bodoh."
"Ohh..."
Krikk krikk krikk
"APA!? MATI!? NENEK ADA HANT-"
"MBELGHH" Sean menutup mulut Kaliya dengan tangannya
"Bocah bodoh, nenekmu tidak bisa melihat aku!"
"Tapi kenapa kakak ga serem kayak hantu yang di film film?"
"Mereka hantu lokal, aku hantu impor."
"Maksudnya?"
"Aku bosan sudah lama terjebak di alam ku, jadi aku jalan jalan ke negeri ini."
"Berarti kakak beneran putra mahkota, dong?"
"Kamu kan dari tadi tidak percaya."
"Hehe, engga kok, sekarang udah percaya."
Osean tersenyum, matanya menyipit. Rambutnya bertiup dihembus angin.
"Hei, bocah. Sekarang jangan menangis lagi, mulai sekarang aku jadi temanmu."
"Beneran? Janji kelingking?"
Osean mem pautkan jari kelingkingnya
"Janji."
Bersamaan dengan hembusan angin, osean perlahan memudar dan menghilang.
<Bersambung>