Awal kejadian yang sungguh sulit untuk kulupakan, pada saat aku dapat tugas dari pimpinan cabang Malang untuk rapat ke kantor pusat Jakarta. Saat itu aku naik kereta api executive Gajayana Malang-Jakarta. Saat pukul 13.00 aku diantar istri dan anak-anak ke stasiun Kota Baru Malang.
Gerbong kereta telah siap dan beberapa orang sudah masuk sesuai tempatnya masing-masing. Kebetulan aku di kursi 1 A ujung depan dekat jendela, dan disebelahku seorang pemuda tanggung. Tepat jam 16.05 , akhirnya istri dan anak-anakku keluar dari gerbong kereta api saat kereta mulai bergerak. Selama di perjalanan laki-laki di sampingku diam tak berbicara, dan akupun tidah menghiraukannya. Dan kuperhatikan dia sibuk dengan HP. Waktu kereta memasuki Kota Blitar dimulai menyapa.
"Tujuan mau kemana Mas?"aku dibuat kaget dengan sapaanya.
"Jakarta. Kalau adik tujuan kemana?" aku berbalik tanya.
"Saya juga ke Jakarta, memang Jakartanya turun mana Mas?"
"Gambir, trus ntar nyambung naik taksi ke Menteng" jawabku singkat.
"Wah, kita satu arah Mas saya daerah Jalan Jaksa."Hari mulai gelap, saat kami mulai akrab dan sudah saling bercerita, dari tanya jawab tentang skripsi sampai pekerjaanku. Laki-laki bernama Hermawan ini berinisiatip untuk banyak ngomong dan mengajak aku berbicara. Selama pembicaraan sepenuhnya dia menujukkan sikap hormat dan santunnya padaku. Aku juga menaruh respek padanya karena sikapnya itu. Dia pinjamkan majalah dan koran bacaannya padaku, dia juga tawarkan makanan atau minuman yang dia bawa.
Jam 20.00 pegawai kereta membagikan selimut dan bantal. Dan akhirnya pukul 22.15 lampu kereta mulai ada yang dipadamkan. Mungkin memberi kesempatan penumpang untuk isirahat. Akupun mulai berselimut dan mencoba memejamkan mata. Malam semakin larut Aku sangat kaget ketika tiba-tiba tangannya menggenggam tanganku, hampir kutarik kalau dia tidak bilang,
"Tangan Mas dingin banget, nih. Mau nggak kalau aku pijat refleksi tangannya, nanti hangat, deh?", ah, dia punya seribu satu alasan yang selalu tepat untuk banyak berbuat padaku. Aku juga nggak tahu, kenapa aku pasrah saja saat tangannya meraih tanganku membawa ke pangkuannya untuk dia pijit-pijit. Dia bilang pijat refleksi. Aduh, aku berteriak tertahan karena kesakitan, tetapi dengan cepat dia bilang dalam bisikkan, bahwa kalau aku merasakan sakit artinya bahwa memang aku sedang sakit.
Dia terangkan bahwa yang dia pijat itu adalah tombol-tombol saraf yang berhubungan dengan bagian di tubuhku yang sedang kena sakit. Dia bilang paru-paru dan punggungku sedang tidak normal karena dingin atau mungkin karena lelahnya perjalanan. Dan yang membuatku langsung merinding dan bergetar adalah suara bisikkannya itu.
Hermawan mulai tangannya menyentuh pahaku dan aku singkirkan tangannya dari pahaku.
"Maaf Wan," aku mencoba menegurnya.
"Maaf Mas bukan maksudku." Jawabnya sopan.
Langsung aku putus pembicaraannya.
"Dudahlah Dik, lebih baik adik tidur saja, Mas juga sudah ngantuk."
Iwanpun terdiam, tapi ternyata Hermawan tidak mau menyerah begitu saja mungkin rasa penasarannya terhadapku.Tangannya mulai bergerak lagi tapi tanganya merangkul aku, diletakkan tangannya dibelakang kepalaku. Dan memaksaku dalam pelukannya. Akupun kaget tapi apa daya tangannya kuat, aku pun gak mau membuat keributan di dalam kereta yang penuh dengan penumpang. Akhirnya aku dipelukannya dengan kusandarkan kepalaku di pundaknya dan tanganya melingkar di tubuhku.
Sangat luar biasa kehangatan yang kurasakan saat itu, dan rasa yang aneh karena seorang pemuda merangkulku.
Hermawan tidak berhenti disitu aja dia mulai meraba paha dan menyentuh jendolan selangkanganku. Aku mencoba melarangnya tapi kenapa aku merasakan kenikmatan. Dia terus memijit-mijit daerah sensitifku, dan aku mendesis, "akh.!!!"
Hermawan terus memijit daerah sensitifku tersebut tanpa henti-henti.Akupun tidak merasa takut ketahuan penumpang lainya karena perbuatannya d ibawah selimut kereta api.
Hermawan mulai bergerak dan membuka kancing celanaku. Aku hanya diam tak bicara, ingin tau apa yang akan dilakukannya.