Siulan angin membangunkanku. Hamparan pohon menatap mataku dengan sendu. Angin sekedar memelukku, membisikkan beberapa kata, hanya sepatah, lalu lenyap. Suara angin mendengung di gendang telingaku. Aku tak pernah berpikir jika angin memiliki kisah. Kisah yang bahkan langit serta awan tak pernah tau. Aku sekedar menatap kearah langit-langit, sekedar melihat rindingnya pohon yang berguguran diterjang angin.
Angin lantas menghempaskan rambut serta bajuku. Sepertinya, ia ingin aku mengetahui tentang kehadirannya. Ia mengalir begitu saja di tanganku, ia menggenggam tanganku dengan dingin, lalu hilang entah kemana. Tak pernah terpikir olehku, jika angin selalu merasakan dinginnya dunia tanpa merasakan hangatnya dunia. Walau pun jika ia menginginkannya, pasti saja, tubuhnya akan selalu terpancar aura dingin.
Rintiknya hujan membasahi hamparan pepohonan, aku hanya terdiam, meneduh dibesarnya pohon yang melindungiku. Suara petir menggema di telingaku, pancaran kilat yang menyayat langit. Jantungku berdebar kencang, mataku berkaca-kaca, badanku menggigil kedinginan, gigiku menggertak, tak ada satu pun yang menemaniku. Hembusan angin kencang menyelimutiku, badanku terasa sangat dingin. “Apakah angin ingin membunuhku?” Ucap lidahku dengan tajam. Angin pun berhenti mengalir di tubuhku lalu pergi meniggalkanku. Aku pun teringat, tatapanku menjadi sendu, otakku pun mulai berputar. “Apakah angin baru saja memelukku” Gumanku. Tanpa ku sadari, angin baru saja berusaha memberi kehangatan padaku. Aku hanya terdiam, dan melihat pantulan wajahku dari genangan air. Tubuhku mulai menghangat, tanpa adanya kehadiran angin.
Aku hanya terdiam, aku tak pernah berpikir bahwa dunia begitu membenci angin. Ia bahkan tak pernah merasakan hangat, tetapi mengapa? Ia selalu ada ketika orang merasa terluka dan kesepian. Ia bahkan tak pernah butuh di dengar, ia selalu menjadi pendengar, tawa serta tangisan orang di dekatnya. Walau ia selalu tidak dianggap. Bahkan, dunia lebih membencinya dibanding diriku, yang selalu menganggap diriku sebagai orang yang paling tersakiti. Tetapi, bukankah seharusnya angin yang mengeluh, bukan diriku. Ia selalu ada tetapi tak pernah dianggap, dia selalu bahagia tanpa seseorang yang menghiburnya, ia selalu menolong tanpa merasakan ditolong. Walau pun ketika ia menolong, ia selalu dianggap biang masalah.
Rintiknya hujan mulai berhenti turun. Cahaya matahari mulai menyinari hamparan pohon, tanpa kehadiran angin, semua terasa hampa. Aku mulai berjalan, melihat indahnya langit pada sore hari. Walau begitu, aku merasa bersalah pada angin. Aku pun mulai berjalan perlahan, di temani oleh kedua sepatuku yang selalu setia padaku. Tak lama, gugurnya daun menyapaku dari belakang. Aku pun berbalik, pupil mataku membesar, melihat angin yang bermain dengan daun yang berguguran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisahku Dengan Angin : Seorang Anak Naif dan Bodoh
FantasySebuah Angin datang menyapaku, termenung di pikiranku "Apakah kamu sendiri? " Ucapku dengan lembut. Aku pun hanya termenung melihat langit yang menyapaku. Aku memang hanya seorang anak SD yang bahkan tak memiliki mimpi, hanya ingin bermain, ingin me...