12 AM: Hanya titik

39 0 0
                                    

C. Amam:

"."
"Nanti ngobrolnya kalo udah pulang aja"

.........

Binar menutup ponselnya, melirik laki-laki yang baru saja mengirimi ia pesan whatsapp lewat ekor matanya.

Aneh sekali, pikirnya.
Padahal jarak mereka saat ini tidak lebih dari 3 meter, tapi laki-laki bernama Choirul Amam itu memilih bicara melalui whatsapp.

"Ayo pulang" ucap Binar pada semua teman-temannya.

"Nanti dulu lah, kenapa sih buru-buru banget" tanya Adit sambil menyodorkan sepiring gorengan tahu isi.

Hari ini, Binar dan teman-teman satu sanggarnya memiliki jadwal pentas seni, mengisi acara hari perayaan Kemerdekaan. Binar sudah selesai, namun yang lain masih sibuk berjoget bersama para panitia sebagai penutupan.

Binar melengos, sejujurnya sedari tadi fokusnya sudah pecah. Setelah ia dan Amam bergurau masalah mahar pernikahan, ia seakan lupa bahwa dirinya memiliki kekasih.

Mana boleh seperti itu, batinnya mengatai diri sendiri.

"Jangan malu-malu, masukin aja ke dalam tas mu" kata Adit memulai.

"Kalau malu, pulangnya bareng gue aja" suara Amam terdengar.

Binar menoleh, memasang ancang-ancang untuk memukul Amam. Tidak tahukah bocah tengil itu, bagaimana perasaan Binar saat ini. Bertahun-tahun hanya berani mengamati, kini ia bisa bicara dengan jarak sedekat ini.

Sungguh tidak sopan.

Amam bangkit dari posisinya, ia seakan menyibukkan diri bicara pada teman-temannya yang lain. Padahal ia hanya ingin bertukar posisi, agar duduknya lebih dekat dengan Binar.

"Pulang bareng siapa?" tanya Amam setengah berbisik.

"Anak-anak" jawab Binar menyapu pandang pada lantai dingin malam itu.

"Bareng gue aja" bisik Amam lagi.

"Nanti jadi gosip" hindar Binar memberi alasan, padahal dalam hati ia tidak keberatan sama sekali. Hanya saja Binar masih memikirkan perasaan pacarnya.

Pacar ya?

Bagaimana mungkin Mahes masih ia anggap penting, padahal bicara pada Binar saja, Mahes seakan mau tak mau. Pesan yang ia kirim pada Binar juga tak lebih dari sekedar pertanyaan klasik, sudah makan? Lagi apa?

"Kapan lagi kan gue digosipin sama lo" sahut Amam setengah tertawa.

Orang gila.

Binar ingin mengumpat, laki-laki bertubuh jangkung itu mengeluarkan sepuntung rokok dari wadahnya. Sebelum mematik, Amam melirik Binar. Ia kemudian memasukan kembali sebatang rokok itu pada wadahnya, Binar menatap bingung.

"Kenapa?" tanya Binar akhirnya penasaran.

"Asep rokok nggak baik buat kesehatan lo"

Sial!

Binar tertangkap salah tingkah, Amam semakin gencar bicara omong kosong yang sialnya mampu membuat Binar berbunga.

Binar membuang muka, jangan sampai Amam melihat wajahnya yang kini mungkin sudah berubah se-merah tomat.

"Ayo pulang" Binar tertegun, sementara Amam menatap bingung.

"Lo bareng Binar?" tanya Amam pada Rehan.

"Iya, tadi berangkatnya juga bareng"

Pandangan Amam beralih pada Binar yang tengah menggigit bibir bawahnya, ia ketahuan berbohong.

"Binar nggak bisa ikut naik mobil bareng anak-anak, dia suka mabuk" jelas Rehan seolah paham dengan isi kepala Amam.

Amam ber-oh ria, ujung bibirnya terangkat. Senyuman tipis itu memiliki makna, walau entah apa.

"Yaudah gue ambil motor juga, kita barengan pulangnya" putus Amam kemudian.

Binar menatap punggung Amam yang perlahan hilang tertelan jarak. Sedikit gelisah, takut jika Amam salah paham, padahal ia juga seharusnya tidak perduli dengan hal itu.

Belum waktunya, memulai komunikasi dengan seseorang sementara ia masih terjebak dengan hubungan yang entah bagaimana cara mengakhirinya. Binar tidak boleh asal melangkah.

......

Sad romance kayaknya boleh juga ya?
Jangan lupa vote dan komen ya, thankyou.

12 AM: After SightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang