Prolog

8 0 0
                                    

Tepat di penghujung Oktober bulan ini, rintik hujan yang dijanjikan oleh awan tiada terwujud. Entah lari kemana dia? Apakah Tuhan menciptakan tujuh lapisan langit hanya untuk menjadi tempat persembunyiannya? Atau memang manusia dengan seenaknya berharap pada sesuatu yang kenyataanya tidak pernah dalam jangkauan tangannya.

Mungkin aku salah satunya, manusia dengan seribu angan dan harapnya. Dengan egois dan angkuh menakar segala sesuatu dengan hati. Salahkah yang kulakukan? Bukankah peradaban manusia beserta segala macam ineraksinya menggunakan hal yang universal, yaitu hati?

Compang camping anganku kala merasakan hati orang lain sudah biasa. Namun hanya dia yang berbeda, hanya dia yang tidak tertulis, hanya dia yang bisa mengiris. Kata-kata saja tidak akan merepresentasikan apa yang telah dia perbuat. Dan sebelum kalian menduga apa yang terjadi satu hal yang pasti, ini cinta.

Jalan selanjutnya harus kalian pilih! Pastikan tiada penyesalan di akhir. Mungkin kerikil tajam dan lebatnya ilalang akan menyertaimu. Mungkin pula jalan setapak berpasir dengan gemericik air meredakanmu. Karena kita seperti figur dalam dua sisi cermin. Yang bisa kuberikan hanyalah guratan usang yang mungkin tak pernah menjangkau hatimu bahkan hatinya.

Perjalanan yang kutempuh bukanlah suatu kenyataan yang bisa dibuktikan. Bukan pula suatu khayalan sanubari dalam mimpi. Semua ini tepat di tengah. Apakah Tuhan menakdirkan hati ini bertaut untuk seseorang? Ataukah secara kebetulan hati ini berlabuh pada dermaga hati yang kosong? Yang pasti tiada kepastian dari kedua analogi itu.

Ambil sabuk pengaman, kencangkan ikat pinggang dan bersiap dengan segala hal yang terjadi. Hal yang monochrome bahkan monoton akan selalu membayangi. Jengah dan muak jadi garansi. Hey...bukankah peringatan sudah terpampang. Sebelum November menyambut dengan ekor yang dibawanya, raih tanganku dan lihatlah. Semua hal ini memang klise!

KliseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang