Awal - Aku, Kamu, & Umur.

126 9 0
                                    

26-6-2008

Berjalan di bawah Hujan Salju yang lebat, Dingin. Hanya itu yang dirasakan sekarang.

Pernah berpikir anak di usia sembilan Tahun yang hanya berhelai Kain menutupi tubuhnya berjalan dibawah badai Es? Rasanya membayangkan saja sudah membuat hatiku Rapuh. Tapi jika dipikir, kasihan diriku. Karna ini adalah kisahku sendiri.

Ku ketuk pintu rumah yang aku temui di bawah gundukan salju. Berharap di buka-kan, aku hanya ingin menghangatkan diriku sekarang. Aku mohon.

Harapan muncul, seorang Lelaki tinggi berambut kuning berpakaian jaket dan berwajah aneh membuka pintu rumah dari dalam.

Awal ceritanya begini..

"Anak yang cacat tak akan aku anggap sebagai anak. Aku ulangi, ANAK YANG GAGAL, CACAT, TIDAK SEMPURNA BUKAN ANAK YANG LAHIR DARI KU." Pria itu membanting meja makan. Sangat keras, sehingga aku yang berada di lantai dua bisa mendengar hentakan tangan tersebut.

"TAPI DIA ANAKMU, WAZEE. DIA ANAK YANG LAHIR DARI RAHIM KU. ANAK YANG TIDAK MEMILIKI SALAH, dia juga tidak minta dilahirkan.." Wanita di rumah tangga ini menyela perkataan ayah ku.

Iya, pria dan wanita yang sedang berada di dalam pertengkaran keras itu ialah ibu dan ayahku sendiri. Usiaku saat itu 2 tahun, enggan tahu apa-apa.

Suara tamparan terdengar, di sertai tangisan wanita. Benar, tangisan Mamaku..

"Kau juga tahu itu, Sandhya. Kenapa kau nekat melahirkannya? Aku tidak menganggap dia darah daging ku. Dengan siapa kau berselingkuh?" Ayahku berucap. Melengeluarkan Kata-kata yang tak pantas di keluarkan dari mulut seorang kepala rumah tangga, untuk istrinya sendiri apalagi.

"Jaga ucapan mu, Wazee."

"Menjijikkan, Sandhya. Jika bisa aku buang saja anak itu. Aku buatkan 5 yang lebih baik darinya dan kita akan hidup berbahagia bersama. Kau ingin gajiku? Ambilah Sandhya. Aku berikan segalanya untukmu, asal tidak dengan anak jalang."

Aku tutupi lubang telinga ku, tidak paham apa yang terjadi. Mama menyuruhku untuk segera ke kamar tidur setelah makan malam. Selamat malam.

♩♪

"Siapa sih dingin-dingin begini bertamu.. Eh bocah?."

Aku tatap orang itu, aneh sekali memang wajahnya.

Setelah melamun sekian lama ia berucap kembali.

"Di luar dingin, apa kau mencari seseorang? Ssshhh sepertinya gua bisa membeku walau hanya berdiri di depan pintu." Ucap lelaki itu sambil memeluk tubuhnya sendiri.

"Bisa aku masuk?" Ucapku.

Lelaki tersebut mengangkat alis,

"Hm yah, tidak apa. Masuk saja cil"

Orang tersebut mempersilahkan ku, ia minggir sedikit dan menyuruh ku untuk masuk, aku ikuti perintahnya.

Hangat, ternyata dia nyalakan api di dalam rumahnya.

"Kau darimana? Apa kau terpisah dengan ibumu?." Ucap lelaki tersebut sambil menutup pintu agar angin dingin tidak masuk.

Aku diam, hanya menunduk.

"Hah.. Terserah, oh ya namaku Corazon. Panggil Cora-san ya!" Ia memasang tampang Narsis. Aku tak memedulikan nya. Tidak sama sekali.

"Kau ini banyak diamnya ya, mau aku buatkan coklat hangat? Itu bisa menghangatkan badanmu."

Aku diam.

"Oke, gua anggap itu jawaban Iya"

Cora berjalan ke dapur miliknya, rumahnya sederhana, ada obor api di tengah-tengah. Tunggu. Apa dia tinggal sendiri?

(¡)Legal. CoraLawTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang