SATU

5.4K 602 69
                                    

K E M B A N G D E S A

"Teman kecil."

──────────────────────

Yogyakarta, Maret 1942.

"Kanjeng, butuh bantuan?" Sapaan dari salah seorang pelayan ketika ia memasuki kamarku dan melihatku yang tengah membentuk sanggul pada kepalaku. Sebenarnya kedatangannya itu berniat untuk menjemput ku agar keluar dari kamar karena 'sayembara' akan segera dimulai. "Tidak, tidak." Secepatnya, aku merapikan sanggul ku dan berdiri dari kursi yang baru saja ku duduki.

Pelayan itu mendekatiku, lalu membantuku untuk merapikan pakaianku. Ia tersenyum sembari menatap wajahku. "Kanjeng putri sangat cantik." Aku hanya bisa menunduk untuk menyembunyikan wajah tersipu ku. "Terimakasih, mbok." Mbok Rahayu, lebih seringnya aku memanggilnya dengan mbok Ayu. Ia orang yang sudah mengasuhku sedari kecil hingga aku berusia 18 tahun seperti sekarang ini. Maka dari itu, kami merasa sudah begitu dekat, bahkan jika aku memiliki masalah, aku selalu menceritakannya kepada mbok Ayu.

"Ayo, kanjeng. Semua orang sudah menantimu di depan Keraton."

Aku hanya tersenyum tipis dan mengangguk ketika mendengar ajakan dari mbok Ayu. Aku mulai keluar dari kamarku dan berjalan ke teras Keraton. Entah mengapa, aku sangat tak tertarik dengan sayembara ini.

Sayembara tentang siapa kah yang di anggap pantas untuk meminangku. Aku tak mengenal mereka, tapi apabila salah satu dari mereka menang, aku terpaksa harus menikah dengannya. Aku sama sekali tidak menginginkan hal seperti ini. Yang ku mau adalah menikah dengan laki-laki pilihanku sendiri...

Setibanya pada lokasi sayembara itu, aku mendengar sorak sorai dari orang-orang yang berkumpul disitu. Aku hanya bisa tersenyum dan melambaikan pelan tanganku, sebelum akhirnya aku duduk di singgasana yang sudah dipersiapkan disitu. Jujur saja, orang-orang yang hadir pada sayembara itu bisa dibilang nampak sangat tampan, pintar, dan juga kaya raya. Karena mau bagaimana pun itu, ayahku masih menuntut anak-anaknya untuk memiliki pasangan dari kelas sosial yang tinggi, singkatnya ya... Keturunan ningrat.

Namun, mau bagaimanapun itu. Mereka tak bisa menggantikan posisi seseorang yang sudah berhasil mengisi hatiku. Maka dari itulah, aku membenci sayembara ini. Sayembara yang akan dilakukan berturut-turut selama 5 hari kedepan dan aku harus selalu menghadirinya, menyebalkan.

"Wajahmu jelek banget." Ucap salah seorang dari arah belakang, yang sepertinya kata-katanya itu tertuju padaku. Sontak saja aku menengok pada sumber suara, dan menyadari bahwa orang itu adalah...

 Sontak saja aku menengok pada sumber suara, dan menyadari bahwa orang itu adalah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kakak tertua ku. Kanjeng Gusti Pangeran Harya Adiwijaya.

"Berisik, kenapa kakak mendukung ayah tentang sayembara ini?"

"Yah... Aku rasa orang-orang pilihan ku cukup baik untukmu."

Aku menghembuskan nafas pelan sembari memalingkan wajah dari kakakku. Ia segera duduk di singgasana yang terletak tepat di sampingku, mencoba untuk membuat suasana hatiku membaik.

𝗞𝗘𝗠𝗕𝗔𝗡𝗚 𝗗𝗘𝗦𝗔 :: 𝗕𝗟𝗨𝗘𝗟𝗢𝗖𝗞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang