Tujuh

5K 439 14
                                    

Dulu

"Ann, gue mau ngomong." Aku mendongak menatap Angin yang menatapku dengan serius. Tatapan matanya tajam, membuatku mengernyit. "Um okey, bentar deh gue mau beresin buku dulu."

Kami pun berjalan dalam diam, aku mengikuti langkah Angin yang berjalan menuju taman belakang. Seperti biasa taman itu sepi, di jam istirahat seperti ini murid-murid lebih memilih ke kantin tentunya. Angin berhenti di salah satu bangku taman di bawah pohon rindang.

"Gue ... mau kita putus," ujar Angin.

"Kenapa?" Bahkan suara yang aku keluarkan terdengar seperti bisikan.

Aku melirik wajah Angin yang mengeras, wajahnya dingin. Aku bahkan tak pernah melihat ekspresi wajahnya seperti ini.

"Rasa itu udah ilang," katanya datar kemudian dengan mudahnya Angin pergi meninggalkanku.

Angin tak tahu, saat dia pergi, Gladis datang dan kembali menampar juga menarik rambutku. Angin tak tahu bahwa selama berpacaran dengannya dia selalu diperlakukan seperti ini. Angin tak tahu dan aku tak berniat memberitahunya. Aku tak menangis saat itu, entah dadaku yang terlalu sakit hingga air mataku tak keluar, atau karena aku terlalu marah dengan keadaan. Saat itu aku benar-benar membenci Angin, dia meninggalkanku dengan mudah setelah apa yang aku lakukan? Setelah aku bertahan selama ini.

Kenapa dia terlihat baik-baik saja? Sedangkan dadaku terlihat begitu sakit.

* * *

Sekarang

Aku menatap Gladis yang tengah bercengkrama dengan Angin. Dengan cepat aku langsung mengalihkan pandangan, tak ingin menatap kebersamaan mereka lebih lama. Semua ini omong kosong, jadi aku memilih untuk menyelesaikan latihan soalku.

"Ann," aku mendongak, Angin berdiri di samping mejaku dengan senyum hangatnya seperti biasa. Dia kemudian menyodorkan sebuah kotak berwarna merah muda, "Buat lo."

Aku kembali menggeser kotak itu ke arah Angin. "Gak butuh, lebih baik lo ambil aja lagi. Gue gak butuh."

Setelah itu aku beranjak, tak tahu kah dia ada Gladis yang tengah menatap mereka tajam? Dengan gugup aku berjalan melewati Gladis, istirahat atau jam pulang nanti gadis itu pasti akan melakukannya lagi. Sepertinya akan lebih baik jika aku tak pergi ke kamar mandi.

"Ann, lo kenapa sih?" Angin menarik tanganku hingga kini kami berhadapan. Aku dengan cepar menyentaknya, "Gue cuma lagi ngelindungin diri gue sendiri."

"Dari apa?"

"Harapan semu lo."

"Gue serius, gue gak pernah ngasih harapan kosong ke lo selama ini. Gue pengen lo tahu itu, Ann. Tapi lo gak pernah nyoba untuk percaya," Angin mendesah.

Aku hanya dapat menunduk. "Gue takut, Gin. Takut lo bakal ninggalin gue kaya dulu."

Dan kemudian dia menarik tubuhku mendekat. Pelukannya lah yang aku rasakan setelahnya. Pelukan yang hangat, sama seperti dulu. Tapi saat aku menoleh, Gladis menatapku marah. Dengan cepat aku mendorong tubuh Angin. Bahkan tanpa dapat aku sadari, tubuhku sudah bergetar ketakutan.

"Maaf," ujarku lirih kemudian berlari menuju tempatku. Aku meraih tasku dan keluar dari kelas. Untungnya semua barangku sudah kurapikan sebelumnya, jadi aku bisa langsung keluar kelas dengan cepat.

Aku pergi. Melarikan diri. Lagi.

* B A P E R *

Gak yakin bakal lebih dari 10 part deh. Gue merasa, bentar lagi gue dan kalian yang baca cerita ini harus mengucapkan selamat tinggal sama Ann juga Angin.

Salam,
-Ritonella

BaperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang