Anak Kecil Dekat Sungai

1 0 0
                                    

Ada salah satu destinasi wisata yang gratis tidak jauh dari kosanku. Tempat ini sebenarnya masuk dalam perumahan. Tetapi sepertinya dikelola oleh warga sekitar sehingga menjadi taman dan tempat berfoto yang estetik. Mungkin sempat ramai pada masanya. Aku juga menemukan tempat ini berdasarkan review dari google maps. Tempat yang akhirnya menjadi lokasi kalau aku ingin menyendiri namun tidak ingin boros bensin untuk perjalanan terlalu jauh. Lokasinya dekat dengan sungai dan ada bagian yang digunakan warga sekitar untuk beternak ikan. Karena banyak bangku yang memang berada tepat di sebelah sungai, tempat ini cocok sekali untuk duduk-duduk dan menenangkan pikiran ditemani oleh suara air dan pemandangan ikan kecil yang berusaha melawan arus.

Banyak hal yang tidak berjalan sesuai rencana. Banyak hal yang belakangan ini membebani pikiranku. Maka dari itu, untuk mengakhiri hari aku membeli segelas esteh rasa leci, dan membawanya ke tempat rahasiaku (sebenarnya nggak rahasia juga. kan emang ini tempat wisata wkwkwk)

Aku duduk di kursi taman. Meletakkan tasku dan membuka PDL yang aku kenakan. Aku menggunakan kaos oblong di dalamnya. Terlalu panas jika pakai kemeja, tapi terlalu seksi kalau hanya pakai tank top. Aku mengeluarkan rokok dan korek api. Menoleh ke sekitar, memastikan tidak ada anak kecil, lalu menyulut rokok dan menghisapnya dengan kaku.

Aku bukan perokok. Terlebih karena perempuan yang merokok kerap dikonotasikan negatif, aku memang menghindari hal itu. Alasan kesehatan? Mungkin dulu aku idealis. Tapi sekarang tidak. Aku berada dalam garis keturunan asma juga. wkwkwkwk. Kakekku asma, bapakku asma. Aku dan kakakku juga memiliki gejala yang sama dengan bapak. Jadi meski saat ini aku belum pernah benar-benar terdiagnosa, aku sudah tahu bahwa ada riwayat asma yang mengintai. Jadi aku merokok ini juga dalam bentuk menyiksa diri.

Ya. Aku pelaku self harm. Tidak dengan menyayat nadi seperti orang kebanyakan, aku melakukannya dengan kekerasan fisik yang lain. Aku tahu itu tidak baik dan aku berusaha berhenti. Jadi... rokok menjadi cara baruku untuk menyiksa diri. Sebenarnya, aku nggak suka asap. Akan terasa sedikit sesak dan memusingkan. Sampai saat ini aku belum menemukan dimana nikmatnya merokok. Makanya aku melakukannya sebagai bentuk menyakiti diri sendiri. Memang tetap salah. Tidak ada pembenaran dari perbuatan ini. Tapi setidaknya jika aku merokok, tidak akan ada luka yang tersisa dan akan membuat orang khawatir. Lagi pula, tidak ada yang tahu aku merokok.

Sesekali aku minum es teh yang tadi kubeli untuk menghilangkan sensasi asam yang ada di rokok. Kemudian menatap kosong lagi ke depan.

Penelitianku tidak berjalan sesuai jadwal. Dan uang masih jadi kendala yang membuat aku sedikit terseok-seok. Tapi aku masih berhasil bertahan hidup sampai saat ini. Cukup kusyukuri. Aku baru saja melewati badai besar yang membuatku hampir lompat ke sungai. Bukan sungai yang ini. Sungai yang lebih besar (mungkin lain kali kuceritakan detailnya).

Crushku menjauhiku saat aku benar-benar butuh dukungannya. Aku hampir gila karena setiap hari tidak lepas dari kesedihan tentang dia. Teman-teman dekatku sudah pada wisuda dan akan segera meninggalkanku dengan kesibukan baru mereka. Aku hampir tidak bisa melanjutkan penelitianku karena benar-benar tidak punya uang, bahkan untuk bensin dan makan aku juga mulai kebingungan. Sayangnya, aku tidak berani meminta ke orang tuaku. Orang tuaku berpisah. Tanggung jawab tentang aku mulai dilempar-lempar. Kini kakakku pun bekerja demi aku tetap bisa kuliah. Benar-benar beban keluarga.

Tapi aku masih bertahan hidup. Di saat aku sudah mengirim wasiat kepada "kakak-kakak-an-ku" (yang mana memang bukan kakak kandungku yang tadi kuceritakan) Dia langsung datang menjadi pahlawan. 

Dan... kini adik-adikannya malah merokok sendirian di pinggir sungai. Menatap aliran air dengan menghisap sari-sari karbonmonoksida dan semua teman nikotin ke dalam paru-parunya.

Belum habis satu batang, aku mendengar suara riuh bocil-bocil dari arah utara. Aku langsung menyembunyikan tanganku ke samping. Dan semakin menariknya ke belakang bangku karena anak-anak itu berlari melewatiku. Ada banyak jumlahnya. Mungkin sekitar sepuluh bocil. Tidak terlalu kuperhatikan komposisi laki-laki dan perempuannya, yang jelas menyenangkan sekali nampaknya mereka berlarian dan tidak ada rasa aneh untuk bermain dengan lawan jenis. Aku salut dengan didikan dan lingkungan pergaulan mereka. Saat aku seumuran mereka, jika bermain dengan lawan jenis pasti langsung dicie-ciein. (padahal kan bisa aja ya orang nggak interest sama lawan jenis wkwkwk)

Ramai sekali mereka bermain di selatan.  Dan cukup aman nampaknya bagiku untuk tetap merokok karena sedikit tertutupi dengan motor yang kuparkir di dekat bangku. Aku tidak mau menjadi contoh yang buruk bagi mereka. Dari jaman aku KKN, aku dan beberapa temanku yang perempuan juga selalu meminta ke teman-temanku, khususnya yang perempuan juga, apabila ingin merokok, pastikan lagi nggak ada bocil main di posko. Agar tidak timbul pertanyaan dan menjadi contoh buat anak yang masih masa pertumbuhan itu.

Baru saja aku menyalakan batang yang kedua, aku mendengar suara mereka tertawa-tawa riang berlari ke arah utara. Menuju ke arahku. Kemudian dengan sigap aku menyembunyikan rokokku lagi hingga mereka lewat. Namun mereka berlari dan bersembunyi di balik pondok di belakangku. Apa ini anjrit? Mereka lagi main petak umpet kah?

Sepertnya sih benar. Tidak lama kemudian ada satu anak laki-laki yang datang dan menatapku dari kejauhan. Mendekatiku dengan ragu dan aku juga semakin menyembunyikan rokokku. Dan tidak aku sangka dia benar-benar bertanya ke aku

"Lihat perempuan dua tinggi besar, terus ada satu cewek yang..."

"Ke sana" jawabku cepat memotongnya yang sedang mendeskripsikan teman-temannya sambil menunjuk ke selatan.

Aku tidak bermaksud memotongnya sebenarnya, hanya saja aku takut semakin lama dia di dekatku dia akan menghirup asap rokok yang berasal dari tangan kananku, atau sekedar mencium sisa aromanya dari nafasku.

"Kesana mana?" tanya dia lagi

"Ke belakang situ. Ada jalan nggak sih di situ? pokoknya aku cuma liat mereka lari ke arah situ. yang habis pot yang ada kuning-kuningnya" jawabku

"Okay" dia riang dan langsung berlari

Baru mau kuhisap lagi rokokku tiba-tiba dia muncul lagi

"Ke sini?"

"I..ya" jawabku kikuk

Setelah beberapa detik terdengar lagi suara riuh dari situ. Nampaknya anak laki-laki itu berhasil menemukan teman-temannya. Aku melihat mereka berlarian keluar dan menuju ke utara lagi. Lucunya, aku sempat mendengar beberapa bocil yang berjalan di belakang berbicara begini

"mbaknya kan nggak ikutan!"

Aku menahan tawa. Iya dek. Maaf ya aku cepu. Padahal aku nggak diajak main tapi aku rusuh hehehe...

Aku menatap mereka dari jauh. Masih sambil menyembunyikan rokokku karena sesekali mereka memandangiku juga.

Asik ya. Umur segitu masih main-main aja. Paling galaunya galauin pertemanan. Aku pas di umur mereka juga isinya cuma main. Paling sama diomelin kalau nggak tidur siang.

Sekarang nyari tidur siang sulit. Makin-makin besok pas udah kerja.

Hm.... cukup membuatku menyimpulkan sesuatu. Apa yang aku rasakan saat ini mungkin membingungkan. Menyulitkan. Tapi inilah salah satu proses dari fase kehidupanku. Biar aku bisa lulus. Nggak mudah. Banyak hambatan dan rintangannya. Tapi nikmatin aja sih. Toh proses ini nggak akan bisa kembali. Seperti masa kecil anak-anak itu yang sudah aku lewati. Nggak bisa balik lagi. Tapi itu proses yang harus dilalui untuk menuju dewasa. Kan kita nggak lahir, mbrojol ujug-ujug udah besar, udah kerja, kaya raya. Bahkan anak orang kaya pun ada fase tumbuhnya juga meski dari dia mulai napas pun udah kaya. Apalagi aku yekan yang harus mengusahakan sendiri dengan prosesku sendiri.

Sama seperti aku yang orang lain bagi mereka, mereka merasa kesal ketika aku ikut campur dalam permainan mereka. Aku juga kesal dengan orang-orang yang dengan entengnya nanyain mulu kapan aku lulus tanpa tahu apa yang menjadi kesulitan dalam penelitianku. Begitu banyaknya hambatan yang aku alami. Mungkin adik-adik itu juga kesal, susah payah mereka dengan ide cemerlang mereka bersembunyi di balik pondok, malah aku cepu. Mereka menatapku dengan kesal, memberikan reaksi jujur mereka padaku. Mirip dengan aku sebenarnya, bedanya aku tetap tersenyum pada orang-orang yang bacot soal skripsiku. Tapi dalam hati misuh-misuh. wkwkwkwk

Maaf ya adik-adik. Dan tolong jangan merokok. Tidak healthy itu







Maylea's DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang