Untitled

223 13 7
                                    

Aku memandangi senyummu dari kejauhan.

Mengagumi setiap fitur yang ada pada dirimu, mencintai semua kelemahan dan mensyukuri kelebihan yang kamu punya.

Tapi kamu, disana.

Memandangi gadismu seramah mungkin.

Merengkuh bahunya, menariknya kedalam pelukan.

Pelukanmu.

Aku tahu bagaimana rasanya dipeluk olehmu. Hangat. Seolah kedua lenganmu adalah api unggun yang berkobar ditengah dinginnya angin malam. Aman. Seolah kedua lenganmu adalah tembok baja yang kokoh, dapat menahan serangan apapun. Menenangkan. Seolah kedua lenganmu adalah musim gugur yang damai.

Dia tertawa, lalu terdiam.

Wajahnya tenang. Sepasang mata dengan iris hitam itu bertemu dengan iris hitam milikmu.

Aku tahu bagaimana rasanya menatap jauh kedalam tatapanmu. Seolah itu adalah langit malam yang sangat cerah, dimana aku dapat dengan jelas melihat milyaran bintang berkelip. Seolah tatapanmu dapat menjamin kebahagiaanku selamanya. Seolah mataku terkunci, menatapmu dengan auto fokus, memburamkan objek lain disekelilingmu. Disekeliling kita.

Lalu hal yang tidak kuinginkan terjadi. Kamu menyadari kehadiranku, menoleh kekiri, dimana aku berdiri dalam radius kurang dari sepuluh meter dari kalian berdua.

Kamu tersenyum lemah, seakan hanya seperempat hatimu yang ikhlas menunjukan senyum itu untukku. Tanpa lambaian seperti dulu, tanpa suaramu yang memanggil namaku dengan sumringah.

Aku masih tergugu. Seolah semua otot dan tulangku membeku dan memutuskan untuk berhenti bekerja. Mencegahku untuk melempar balik senyum padamu. Tapi mataku masih tertuju padamu.

Pada matamu.

Masuk kedalam jiwa dan hatimu.

Aku bisa melihat kamu menatapku balik. Tapi tatapan itu kosong. Tanpa rasa. Bahkan seperti tidak bernyawa.

Gadismu masih diam. Tidak mengerti mengapa ada seonggok masa lalu menatap penuh sayang pada pacarnya.

Dua detik kemudian, aku dapat mendengar kamu berujar pada gadis dipelukanmu.

"Ayo,"

Hanya satu kata. Tapi seluruh jiwaku sangat berharap satu kata itu ditujukan untukku. Meski otakku dengan cepat menyuruh hatiku berhenti berharap. Bodoh.

Setelahnya, kamu pergi. Lagi.

Meninggalkanku tanpa sepatah apapun. Lagi.

Bahkan tatapanmu menghilang, senyummu pudar.

Aku meringis.

Rasanya seperti mati lagi.

Untuk yang kedua kalinya

----

[a/n]

HAI INI CERITA PERTAMA GUE

yang completed

/yaiyalah ini one shot/

sok puitis banget emang.

ehe udah ah thank you bye!

xo

UntitledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang