Coffee Cantata

26 2 2
                                    

FF

Title : The Coffee Cantata

Rating : PG15

Genre : Romance

Author : Jjongwol

Length : Oneshoot

Cast : YOU, Kim Joonmyun

Disclaimer : Coffee Cantata is an opera masterpiece by Bach telling about a woman who is addicted to coffee. I just borrow the title from Bach but the plot came from the idea of my morning coffee addiction and a bit of Xiumin barrista lesson's taken photo. Well, it's not particularly related because the lead here is Joonmyun though.

Dahiku mengernyit tatkala semerbak kopi menyerbu indera penciumanku, ada sesuatu yang berbeda dari kopi pagiku hari itu. Kendati, aku menyadari bahwa tanpa secangkir kopi hangat diriku bukanlah diriku. Jadilah aku memutuskan untuk tak ambil pusing, mengingat barangkali otakku memang belum beres jika lidahku belum menyesap brewed coffee buatan coffee shop langgananku.

Tergesa aku merobek sekantung gula pasir yang kuraih asal dari meja dekat counter, langsung saja kutuang ke dalam kopi tanpa membuang waktu lebih lama. Dua kantung gula, sepuluh kali adukan searah jarum jam.

Jantungku seakan berhenti berdetak ketika intuisiku berubah menjadi fakta mutlak. Ada yang berbeda pada kopi pagi ini, betul berbeda. Sekali lagi, kusesap kopi panas mengepul itu meski papilla lidahku seakan berteriak kepanasan.

Tidak hanya aroma, tetapi rasa familiar itu tidak dapat kutemukan. Seakan orisinalitas kopiku menghilang, mengepul menjadi asap, sebelum terevaporasi menjadi kumpulan awan yang kemudian pergi terbawa angin. Terlalu berlebihan, tetapi aku tidak bisa mengungkapkan dengan istilah lain meski otakku memang selalu bergumul dengan diksi.

Dengan kesal aku mendatangi barrista yang berdiri di hadapan blender, tengah meracik sesuatu yang kuyakini sebagai ice caramel latte, pesanan milik orang lain yang berdiri di sebelahku.

"Maaf, permisi," Aku memanggil lelaki berambut cokelat di sana.

Ia berbalik, dan benar saja. Seraut wajah yang tak pernah kukenali bertanya dengan alis berkerut, "Ada yang bisa kubantu?"

"Brewed coffe hari ini, pesananku," Aku kebingungan menyusun kata-kata, mengingat prioritas rasa bersifat sangat subjektif, "Rasanya berbeda dengan brewed coffee yang setiap hari kupesan."

Barrista itu tercenung, "Ada masalah dengan itu?"

Ada masalah dengan itu, ia bilang? Justru di sinilah letak permasalahannya!

"Maaf, apakah ada masalah di sini?" Seseorang yang kuyakini sebagai manajer toko menengahi. Ia biasa mondar-mandir di pagi hari, ketika barrista sedang berkutat dengan biji-biji kopi dan kasir menghitung jumlah uang yang akan ia gunakan untuk kembalian.

"Customer ini komplain masalah brewed coffee pesanannya," Barrista itu menyampaikan titik permasalahan seobjektif mungkin, meski aku menangkap nada tersinggung dalam suaranya, "Katanya berbeda dengan yang kemarin-kemarin."

"Ah, apakah itu menyulitkan Anda?" Manajer itu melontarkan pertanyaan yang makna tersiratnya kurang lebih sama dengan pertanyaan si barrista.

Jika aku tidak masalah dengan pesananku, hei, untuk apa aku berdiri di counter pengambilan dengan ekspresi senewen?

"Yah, semacam?" Aku menjawab sedikit ketus. Mereka berdua tahu persis jawabannya, jadi, mengapa repot-repot bertanya?

Coffee CantataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang