***
Netra gelapnya menajam bak tengah menusuk sesosok tubuh di bawahnya. Satu kepalan tangan berhasil mendarat di tulang pipi sang korban, tak peduli akan ringisan dan permohonan berhenti untuknya. Pandangannya diselimuti rasa kalut dan amarah, dan sedikit rasa senang? Entahlah, hanya dia yang tahu lebih jelasnya.
Menyeka setitik darah dari bawah matanya yang tak lain adalah darah dari sosok lemah itu, sedikit menyeringai dengan perasaan tak ia tahu namun coba ditepis. Satu lagi pukulan telak ia berikan sebelum menarik surai pendek sang korban dan membisikkan sesuatu,
"Lo, pengecut."
Setelahnya, ia pergi meninggalkan sosok itu di pojok kelas. Diikuti oleh teman teman seperjuangannya yang menatapnya dengan berbagai pandangan, mengabaikan teriakan panik pak penjaga setelah mereka sudah berada jauh dari gedung kelasnya. Jujur saja beberapa dari mereka merasa pembullyan ini tak benar, namun di depan mereka adalah sang panglima, yang tak lain ialah pemegang sabuk hitam taekwondo kedua setelah sang ketua di antero sekolah. Lantas, mana mungkin mereka melawan?
Dengan menghiraukan rasa tak nyaman dalam hati, mereka tetap berjalan mengikuti sang panglima, hingga benar benar pergi meninggalkan area sekolah. Walau batin mereka bergejolak, ada apa dengan sang panglima?
KAMU SEDANG MEMBACA
Kepada Arunika
Teen FictionKepada Arunika Baskara berkata, "tolong bantu menyinari Bumantara."