Prolog

243K 8.2K 126
                                    


"Sakit banget kayaknya?" Suara bas Nicholas membuat Sofia terkejut hingga berjengkit.

Alat pompa ASI di tangannya jatuh tergelincir ke lantai. Ia buru-buru memasukkan buah dada kirinya yang sekal ke cakupan bra hitam. "Pak ... Pak Nicho." Wajahnya pias. Pipi putih itu semakin pucat. Tangannya gemetaran. Nicholas menduga jantung sekretarisnya mungkin sedang salto di dalam sana.

"Dari ekspresi wajah kamu pas lagi pompa ... ehm, ASI, sepertinya kamu kesakitan."

Sofia hanya tertunduk, tak tahu harus berkata apa.

"Are you okay? Say something, kenapa diem aja?" Nicholas mendekat, langkahnya terdengar lebih mirip musik latar film horor di telinga Sofia.

"Maaf, Pak."

Hanya itu yang bisa lolos dari mulut Sofia. Nicholas mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya ke dagu. "Kamu punya bayi, Sof?"

"Tidak, Pak, eh, punya, Pak."

"Punya atau tidak?!" Mata Nicholas menyipit. "Kapan kamu hamil dan lahiran?"

"I-itu, bukan saya yang hamil dan melahirkan."

Makin bingung saja Nicholas mendengar jawaban sekretarisnya. "Maksud kamu? Kalau begitu kenapa kamu yang harus menyusui?"

Mata Sofia terbenam rambut poni karena kepalanya semakin tertunduk.

"Kamu tahu kan? Kamu dilarang hamil dan melahirkan anak sebelum melewati lima tahun pertama, itu ada di kontrak lho, Sof."

"Tahu, Pak. Maafkan saya." Sofia menggosok kedua tangannya di depan dada, memohon ampun serta belas kasihan Nicholas Moore.

Tangan Nicholas bersedekap. Jika saat ini Sofia merasa sangat tegang dan takut, sebaliknya, Nicholas merasa permainan ini sangat menarik. "No, it won't be clear everything. Saya nggak butuh permintaan maaf." Kini Nicholas duduk di samping sekretarisnya. Matanya yang nakal melirik sekilas dada Sofia. Ia merasa gundukan itu semakin membesar, montok, sejak Sofia aktif memerah ASI.

Sofia memberanikan diri menoleh ke samping, menatap Nicholas. "Jadi apa yang harus saya lakukan? Tolong maafkan saya, Pak. Jangan pecat saya, saya butuh sekali pekerjaan ini."

"Kamu tahu saya bukan orang yang lunak. Saya tidak akan mempertahankan sekretaris tidak jujur seperti kamu jika saya tidak mendapatkan keuntungan."

Sofia mengusap muka. Ia kelihatan sangat putus asa dan lelah. "Bapak mungkin bisa mendapatkan sekretaris yang lebih jujur dari saya, tapi saya jamin, Pak Nicho tidak akan pernah mendapatkan sekretaris yang lebih rajin dari saya."

"Kamu benar, kamu memang rajin." Nicholas mengangguk, harus dia akui, Sofia cukup tahan banting meladeninya yang rewel dan perfeksionis dalam segala hal. Namun ia harus tetap menggunakan kesempatan ini untuk mendapatkan keuntungan dari sekretaris yang lama ia incar. "Begini saja, jelaskan semuanya ke saya. Jika penjelasan kamu masuk akal, saya akan mempertimbangkan mempertahankan kamu."

"Baiklah, jadi begini...." Sofia menghela napas. "Saya punya keponakan, usianya dua bulan. Kedua orang tua keponakan saya meninggal dalam kecelakaan. Jadi saat ini saya dan ibu saya yang mengasuhnya."

"Apakah mengasuh berarti memberikan ASI juga?"

Sofia mengangguk. "Queensha alergi susu sapi, jadi dia tidak bisa minum susu formula. Saya tidak bisa dua puluh empat jam memberinya susu formula khusus yang mahal."

"Karena itu kamu memberikan ASI kamu?"

Sofia mengangguk lagi. Nicholas memandang salut pada sekretarisnya. Banyak ibu di luaran sana yang enggan memberi ASI eksklusif karena takut payudaranya kendor, tapi Sofia malah dengan tulus mau berkorban untuk sang keponakan. "Tapi kamu nggak pernah hamil kan? Bagaimana bisa ASI kamu keluar?"

"Setelah konsultasi dengan dokter spesialis anak dan dokter spesialis kandungan, saya akhirnya menemukan cara untuk bisa menghasilkan ASI tanpa hamil, Pak."

"Caranya?"

"Terapi hormon HCG dan simulasi isapan bayi, Pak. Sebenarnya, meskipun masih gadis, kalau bayi terus menerus menghisap puting kami, maka payudara kami akan secara alami memproduksi ASI, begitu kata dokter."

Nicholas manggut-manggut. "Terus kenapa kamu memompa ASI di ruangan pribadi saya?"

"Ka-karena...." Sofia menggigit bibirnya. "Saya takut ketahuan teman-teman kantor kalau melakukannya di kamar mandi. Mereka sangat jeli dan julid, Pak. Cuma ruangan ini yang tidak bisa mereka jangkau."

Bagus deh elo memerah susu di ruangan gue, seenggaknya gue dapet tontonan gratis.

Pura-pura dingin. "Tapi saya bisa menjangkau tempat ini dengan mudah, Sofia. Apa kamu sengaja ingin menggoda saya, dengan mempertontonkan pertunjukan memerah ASI, begitu?"

"Tidak, demi Tuhan saya tidak ada niat menggoda bapak sama sekali."

"Tapi kamu tahu kesalahan kamu ini fatal sekali 'kan, Sofia?"

"Tahu, Pak Nicho." Mata Sofia berkaca-kaca, selaput bening membuat netra cokelat gelap itu semakin berkilau.

"Jadi untuk membuat saya tetap tutup mulut, kamu harus melakukan sesuatu untuk saya."

"Sesuatu? Apa, Pak?"

Nicholas mengulum senyum diam-diam. "Bisakah kamu melahirkan anak untuk saya?"

**

Nicholas MooreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang