Part 4. Kemudian...

21.8K 1.9K 131
                                    

Elang melihat mobil Tama memasuki parkiran sebuah cafe. Pria itu pun segera keluar dari mobilnya dan beranjak mendekati mobil Tama dan menunggu temannya itu keluar dari mobil. Setelah mengantar Maya, Elang menemui para tukang tagih yang masih menunggu di rumah Maya. Dia mengatakan bahwa dia ingin bertemu dengan bos mereka terkait hutang dari ibu Maya. 

"Sorry mengganggu weekend mu," celetuk Elang begitu Tama keluar dari mobil.

"No probs. Jadi, siapa yang berhutang? Dan siapa yang memberi piutang?," tanya Tama seraya berjalan bersama Elang memasuki Cafe.

"Aku butuh bantuanmu untuk menjadi pengacaranya Maya."

"Maya? Maya terong? Kenapa dia?" kepala Tama menoleh kaget.

"Bukan Maya, tapi ibunya. Aku tidak begitu tahu jelasnya. Tapi dari keterangan dari para tukang tagih yang berkeliaran di kontrakan Maya, kelihatannya ibu Maya ini berhutang pada rentenir dan kemudian melarikan diri. Tinggalah Maya yang mereka kejar-kejar."

Tama mendengarkan dengan seksama, kemudian mengangguk. Elang mengedarkan pandangannya ke dalam Cafe yang lumayan sepi dan menemukan seorang lelaki setengah baya berperut buncit yang duduk di kelilingi beberapa lelaki bertampang ganas. Elang melangkah mendekati gerombolan itu. Tama mengerjapkan matanya, dalam hati menghitung 123...astaga, ada sekitar 10 orang, belum yang ada di luar. Lelaki itu celingukan, okay, dia memang bisa bela diri, Elang juga, tetapi.... Tama makin melotot ke arah Elang yang tanpa berpikir panjang melangkah mendekati 10 lelaki ganas itu. Dengan sangat terpaksa dan sejujurnya sedikit gentar, Tama pun melangkah mendekat mengikuti Elang.

"Arya Wiguna?" ucap Elang.

Lelaki tambun dengan banyak gelambir dilehernya mendongak dari tab ditangan ketika mendengar panggilan Elang. Kesembilan orang yang berada di sekeliling si gendut itu berdiri dan tampak waspada.

"Elang Suryatama?" tanya si gelambir.

Elang mengangguk dan kemudian mengambil tempat duduk di kursi seberang lelaki yang mukanya tampak seperti orang yang menahan BAB selama berhari-hari itu. Tama ikut duduk di sebelah Elang.

"Jadi, langsung saja, apakah kamu akan membayar utang Sulastri?" tanya lelaki yang suaranya tidak ada beda dengan cicitan tikus.

Elang menggeleng.

"Tidak. Aku tidak kenal dengan Sulastri," jawab Elang santai. Jawaban yang memancing kerut tidak suka di muka si gelambir.

"Lalu? Apa urusanmu meminta bertemu denganku?"

"Ini temanku, Tama. Dia pengacara dari Maya, gadis yang kalian kejar kejar untuk membayar hutang yang bukan hutangnya," jelas Elang yang semakin membuat muka si gelambir berkerut tidak suka.

"Dengar, aku tidak ingin berurusan dengan pengacara, yang aku tahu, uang yang aku pinjamkan kembali, lengkap bersama bunganya."

"Saya tidak peduli dengan uang Anda, itu urusan Anda. Yang jadi urusan saya adalah bahwa Klien saya merasa terganggu dengan tindakan Anda," akhirnya Tama membuka mulut juga, walau dalam hati lelaki itu masih terus berdoa agar tidak perlu terjadi keributan yang tidak perlu.

"Yang berhutang itu ibunya, jadi kalau ibunya minggat ya menjadi tanggung jawab anaknya...."

"Ada surat perjanjiannya? Dokumen legal yang berisi pernyataan bahwa klien saya, Maya bersedia atau berjanji membayar hutang ibunya ketika ibunya pergi?" Tama memotong ucapan si gelambir yang tampaknya tidak terbiasa diinterupsi. Lelaki itu tampak menahan amarah dan alhasil muka menahan BAB berhari-hari jadi terlihat semakin parah.

"Jika seseorang berhutang kemudian dia meninggal maka hutangnya menjadi tanggung jawab keluarganya, begitu bukan?" ucapnya dengan suara yang makin mencicit.

Stupid LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang