VI

2K 335 28
                                    

Kejadiannya begitu cepat, padahal pagi hari tuan tua masih baik-baik saja. Menurut dokter yang menangani, tuan tua terkena serangan jantung. 

Semua anggota keluarga Lee berduka, mereka menangis tanpa air mata.

Tentu saja yang paling hancur adalah keluarga inti terutama nyonya tua. Sudah terhitung dua kali pingsan, tidak mampu menerima kenyataan ditinggal pergi sang suami secara mendadak.

Jadilah, nyonya tua tidak diperkenankan keluar dari kamarnya. 

Tuan dan nyonya besar Lee sebagai perwakilan menyambut para tamu yang ingin melayat. Kemanakah tuan muda? Dia mengurung dirinya dikamar...

Bukan... Bukan karena terlalu sedih neneknya tidak diizinkan keluar dari kamarnya. Tetapi, karena sang nenek mengamuk dan berteriak kepadanya.

"Kau! Kau membunuh kakekmu! Kau membunuhnya!!"

Jeno menggelengkan kepalanya.

"Kakek terkena serangan jantung, mengapa jadi salahku?"

Memejamkan matanya, Jeno mencoba menenangkan isi kepalanya yang ribut. 

* * *

Hitam-hitam dari atas sampai bawah, Jaemin sudah berasa jadi ninja. Tetapi, dia senang karena mendapat pakaian yang tampak mahal ini. Dia sudah mendengar dari pelayan, ini buatnya saja tidak perlu dikembalikan.

"Belum 24 jam aku meninggalkan istana ini dan sudah kembali lagi" Kali ini dia ada dikamar yang lain. Kamar yang jauh lebih kecil tetapi tetap besar dan luas.

Seorang pelayan datang, memberitahukan bahwa nyonya besar Lee sebentar lagi datang menemuinya. Benar saja, tidak lama kemudian pintu kamarnya dibuka. Yoona datang, dia mengenakan hanbok hitam.

Jaemin berdiri, dia membungkuk sedikit, "Turut berduka cita nyonya" 

Yoona melambaikan tangannya, memberi isyarat untuk duduk.

"Maaf memanggilmu kembali" Ucap Yoona setelah dia juga ikut duduk berseberangan dengan Jaemin.

Jaemin mengangkat bahunya, "Kebetulan aku memiliki waktu senggang"

"Langsung saja, kau akan dikenalkan sebagai calon menantu keluarga Lee. Kau dan putraku seharusnya menikah tahun depan tetapi mengikuti wasiat tuan tua. Kalian harus menikah besok" Ucap Yoona.

Jaemin menaikkan alisnya, "Maksud nyonya apa?"

Giliran Yoona yang mengeryitkan keningnya, "Apanya?"

"Yang tadi nyonya katakan"

"Tentu saja skenario mengenai pernikahanmu dan putraku agar orang tidak bertanya mengapa buru-buru sekali menikah"

"Siapa yang ingin menikah?" Tanya Jaemin.

"Kau dan persetujuanmu kemarin..." Yoona mengingatkan.

"Ohhh" Jaemin mengangguk paham.

"Tetapi, bukankah kesepakatan kita batal?" Tanyanya lagi.

"Kapan pembatalannya?" Yoona bingung.

"Saat nyonya mengusirku dari calon kamar mewahku, nyonya juga sudah memberiku pesangon yang murah hati berupa dua box roti dan segelas iced coffe americano. Terima kasih nyonya"

"..." Yoona. "Tapi..."

"Sekedar memberitahu, saat persetujuan yang pertama. Anggaplah aku orang yang membutuhkan pekerjaan. Makanya aku tidak bertanya dan hanya menyetujui apapun itu walaupun tidak jelas apa yang harus dikerjakan. Tetapi, saat ini, aku tiba-tiba saja tidak tertarik lagi untuk bekerja. Kupikir tidak apa-apa menahan sedikit rasa haus akan kesenangan duniawi. Lagipula usiaku masih muda." Ucap Jaemin.

"Kau!" Yoona memandang Jaemin tidak percaya. 

"Mengapa nyonya sangat menginginkan aku menjadi menantumu?" Tanya Jaemin.

Dia sudah mendengar semuanya dari Somi, Jaemin butuh kebenarannya. 

Yoona menurunkan tatapannya dia jadi menatap vas bunga yang ada ditengah-tengah meja. Seolah-olah itu lebih menarik daripada menatap lawan bicaranya.

"Menolak menjawab tidak apa-apa. Bukan aku yang rugi disini"

 Yoona mengangkat kepalanya. "Mengapa kau ingin tahu? Bukankah kau tidak tertarik lagi?"

"Aku bertanya karena aku penasaran."

Kepala Yoona mendadak pusing meladeni pemuda ini.

"Nyonya kau sangat membutuhkan bantuanku?" Tanya Jaemin.

"Memangnya kau mau?" Entah mengapa menjadi sedikit bersemangat.

"Karena aku orang yang baik dan tidak sombong. Tetapi, ini juga tergantung..."Sengaja Jaemin menggantung kalimanta.

"Tergantung apa?"

Jaemin memberikann senyum yang aneh sebelum menjawab, "Tergantung... Bagaimana cara nyonya menarik minatku kembali?"

Mendengar ucapan Jaemin, Yoona merasa lega. Benar, anak ini pasti merasa kejatuhan durian. Dia menggunakan kesempatan untuk memeras dompet Yoona.

Yoona menjadi angkuh kembali.

"Seberapa banyak yang kau inginkan?"

"Hahaha" Jaemin tertawa.

"Apa yang lucu?!" Yoona sedikit marah.

Jaemin menggeleng, "Tidak ada nyonya... Tapi, pertanyaanmu salah... Seharusnya, kau bertanya apa yang kuinginkan? Bukan seberapa..."

"Kau ingin apa?" Tanya Yoona ragu-ragu. Semudah ini Jaemin melunturkan kepercayaan dirinya.

"Ah... Aku suka roti, aku juga suka kopi americano, mobil Mercedes-Benz yang kutumpangi juga nyaman..."

"Roti? Kopi? Mobil? Kau ingin saham atau pabriknya?" 

"Wah, terdengar murah hati... Sayangnya, diantara semua yang kuinginkan. Aku lebih menyukai kebebasan... Aku paling suka kebebasan... "

"Apakah nyonya bisa memberikan itu?"

* * *

Haechan tidak berhenti menangis, dia sedih tuan tua berpulang. Dia memang bukan cucu kandungnya, lebih sedih lagi melihat ibunya berpura-pura menangis. Padahal tuan tua sangat baik kepada keluarganya.

"Kemana bibimu? Bukannya siaga didepan altar di malah pergi. Tidak tulus" Dengus ibunya Haechan.

"Bibi mungkinn istirahat sebentar" Haechan menjadi tidak suka atas sikap ibunya. 

"Bibimu it. Itu dia!" Haechan mengikuti arah pandang ibunya.

Matanya melebar, dia dapat mengenali siapa yang berjalan dibelakang punggung bibinya.

Keduanya berlalu tanpa melirik sedikitpun pada Haechan.

"Mohon maaf... Boleh meminta perhatiannya sebentar..." Pinta Yoona, para tamu mulai tertarik mereka mengalihkan pandangan dan fokus pada Yoona yang berdiri didepan altar.

"Ini waktu yang kurang tepat sebenarnya, tetapi saya selaku menantu keluarga Lee dengan penuh pertimbangan mengumumkan bahwa putra kami tercinta akan menikah. Kedua anak ini akan menikah tahun depan. Namun, tuan tua memiliki wasiat agar keduanya menikah besok. Jadi, dihari yang masih sangat berduka ini kami memperkenalkan calon anggota baru keluarga yakni Na Jaemin." 

Pemuda yang berada disampingnya maju dan membungkuk. Orang-orang lalu memberi selamat.

"Oh Yoona... Kau membagikan kabar disaat seperti ini. Pasti sulit sekali" Yoona menerima pelukan dari kerabatnya. Disaat itulah matanya bertemu pandang dengan sang putra.

Jeno yang baru saja hendak memasuki aula berkabung mendengar omong kosong itu. Dia menatap ibunya penuh kekecewaan. Dia memilih membatalkan niatnya dan pergi.

"Siapkan helikopter dan hubungi maskapai penerbangan. Aku akan kembali ke Amerika malam ini juga" Perintah Jeno pada asisten pribadinya.

SUDBATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang