nineteen

15K 550 73
                                    

Fino perlahan membuka kedua matanya ketika mendengar dering ponsel miliknya. Dia meraba kasur untuk menemukan dimana letak ponselnya. Setelah mendapatkannya Fino segera menjawab panggilan itu tanpa melihat si penelpon.

"Halo?" Ujar Fino dengan suara serak khas bangun tidur. Kedua matanya bahkan masih terpejam.

"Loh, kamu masih tidur?"

Mendengar suara dari sebrang sana, Fino sudah tahu siapa penelpon itu. "Kenapa Gav? Iya, ini baru bangun gara-gara ponsel bunyi terus."

"Yaudah kamu lanjut tidur aja."

"Enggak, ini aku udah bangun. Kenapa emang?"

"Tadinya mau minta tolong buat anterin berkas di map kuning yang ada di meja belajar kamu. Itu ketinggalan. Kebetulan bahan meeting hari ini."

Fino bangun dari posisi tidurnya. Dia mencoba untuk duduk, kemudian kedua matanya melihat satu map berwarna kuning yang terletak di meja belajar kamarnya. Kebetulan, Gavin semalam memang menginap di apartemen Fino. Dia bahkan bisa menganggap apartemen Fino sebagai rumahnya sendiri sekarang.

"Oh iya, aku lihat. Yaudah, tunggu ya. Biar aku anter."

"Yakin? Kalau masih ngantuk aku mau ambil sendiri aja."

"Gak usah, Gav. Aku gak lanjut tidur lagi. Lagian aku mau survei tempat buat restoran baru aku dan Lita nanti."

"Yaudah, kalau gitu aku tunggu."

"Kamu buru-buru ya?"

"Engga juga. Meeting nya masih satu jam lagi."

"Okedeh, aku siap-siap dulu."

"Iya sayang. Makasih ya."

"Sama-sama, Gavin." Balas Fino sembari tersenyum kecil. Kemudian panggilan mereka terputus.

Fino segera beranjak dari tempat tidurnya. Dia sebenarnya merasa kesulitan karena pinggul dan bagian belakangnya masih sakit. Ketika berjalan Fino masih bisa merasakan rasa sakit yang muncul. Semua itu terjadi karena aktivitas dia dan Gavin semalam. Sejak mereka memutuskan untuk berhubungan badan lagi, Gavin benar-benar tidak menahannya lagi. Pemuda itu terus menggempur Fino ketika malam tiba. Gavin benar-benar di luar kendali Fino, jadi Fino tidak bisa menolak atau menahan Gavin ketika kekasihnya itu menginginkan tubuhnya. Fino sudah sangat terbiasa dengan tabiat Gavin, karena pada dasarnya dia juga menikmatinya.

••••

"Halo, kamu dimana?"

"Di ruangan. Kamu udah sampek kantor?"

"Iya, bisa turun gak? Ini aku nunggu di sofa depan lobi di depan."

"Ngapain nunggu disitu? Sini naik ke lantai ruangan aku."

"Gak mau ah, aku malu sama karyawan kamu." Fino menjawabnya dengan nada merengek.

Gavin tertawa kecil disana. "Aku gak mungkin bolak balik, kan? Lima belas menit lagi meeting di mulai. Sini ke ruangan aku. Bilang aja sama resepsionis, biar mereka anter."

Fino mengerucutkan bibirnya. "Yaudah, kalau gitu mending biar mbak mbak resepsionis yang nganterin ke ruangan kamu. Aku mau langsung ketemu sama Lita aja." Dia masih berusaha membuat alasan.

Di Sebrang sana Gavin masih tertawa. Fino sangat menggemaskan. "Kenapa harus malu sih? Maksud aku, ayo mampir ke ruangan, biar nanti kalo kita udah nikah kamu gak bingung lagi sama ruangan aku."

Kedua mata Fino membulat mendengar ucapan Gavin. Dia menjauhkan ponselnya dari telinganya. Kedua pipinya bersemu merah. Dia bahkan bisa merasakan panas pada wajahnya.

Partner Sex 🔞 [GEMINIFOURTH] √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang