05. Hyacinth

805 153 188
                                    

Seperti yang udah dicantumkan di bio, Levanter ini genrenya survival angst jadi jangan kaget kalau ada jump scare-nya. Alur di chapter ini maju-mundur jadi tolong baca dengan teliti ya.

Jangan lupa vote dan ramaikan kolom komentarnya juga☺️❤️









⚠️ TW // harsh word, suicide, corpse, blood, part of body, needle, exe, gun, violence, etc. (17+) ⚠️




"Kapal selam bukannya bagianmu?!"

"Mentok di 10 km katamu? lelet!"

Jarek terpaku begitu bentakan menginterupsi langkah kakinya. Dari atensi kayu gaharu yang 5 centi lagi didorong telapak tangan, pupilnya bergeser mengikuti arah klausa tadi berasal.

Di lorong lantai dua, tepatnya sebelah kiri selepas lempengan granit teratas, berjejer dua kamar yang masing-masingnya dipatenkan sebagai hak Jan dan Hainrich. Jarek sering mencuri kesempatan di sela-sela waktu istirahat pengawalnya untuk kabur menemui Jan, karena itu dia tahu betul bahwa sang saudara kembar memang memiliki selera luar biasa, lemari yang terletak di lantai. Terkadang semua celana dalamnya baik yang sudah kotor maupun baru dicuci akan bertebaran dengan pakaian-pakaian lain seperti maha karya ─mari persingkat saja, Jan sangat jorok. Sementara Hainrich... Sampai detik ini pun Jarek tidak tahu seperti apa kakak tertuanya itu menyusun isi kamarnya. Hainrich selalu sibuk di luar, sementara Jarek tak memiliki keberanian untuk terlalu banyak bertanya.

Mengurungkan niat awalnya menemui Jan, Jarek justru penasaran misi besar apa yang tengah diarungi kakaknya sampai kamar yang biasanya tak nampak tanda-tanda kehidupan itu kini terdengar riuh.

"Nah 'kan cacat!"

Kala countertenor milik sang kakak mencuat, Jarek sudah berdiri di dekat figura foto besar yang dipajang di dinding luar kamar ─Hainrich 10 tahun dengan dua balita di atas pangkuannya. Mama bilang satu-satunya alasan mengapa tawa Hainrich nampak begitu natural sebab Jan menangis saat potret itu diambil, si kembar berebut mainan sampai Jarek menjambak rambut Jan.

"Kakak sedang apa?"

Menghadap layar komputer yang menayangkan scene perang, silk kelabu itu masih anteng di atas kursi putar saat Jarek masuk dan menutup kembali pintu kamar.

Tak segera mendapat sahutan sebab Hainrich justru malah menunjukkan bakatnya dalam bersumpah serapah, Jarek akhirnya mendongak. Obsidiannya berbinar, menyambut jatuhnya ratusan cahaya yang berpendar di langit-langit kamar sang kakak. LED hologram itu datang dari bola proyektor di atas nakas, bersebelahan dengan miniatur hero game seksi pembawa Malefic Gun ─Lilyan.

Meski nampak seolah-olah menyandang titel duta pangku sedunia, rupanya Hainrich tak seperti Jan yang didominasi wangi strong maskulin. Dibanding black musk, sang kakak justru cenderung seperti hutan, aroma Siberian pine basah dengan sisa embun dari hujan malam lalu menyapa hidung bangir Jarek tatkala dirinya menyentuh jaket kulit di atas tempat tidur. Lembut nan sensual.

Hainrich memiliki cita rasa bagus soal estetika. Selain mengecat rambutnya, Hainrich rupanya tak sesembrono kelihatannya. Kamarnya bahkan tertata rapi, kemeja serta jaket yang baru dipakai sekali berjejer di atas gantungan, di bawahnya lagi terdapat rak sepatu yang terbuat dari rotan. Sementara action figure, stick controller, serta piala kemenangannya disusun di cabinet TV ─berhadapan langsung dengan tempat tidurnya.

"Bajingan! Niat perang tidak sih?! Tadi 'kan sudah dibilang, majuan sedikit!" Berusaha menyelamatkan kapal yang hampir tenggelam, kali ini Hainrich nampak frustasi menekan beberapa tombol keyboard secara bersamaan.

LEVANTER || Jake Shim [OPEN PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang