Prolog

5 0 0
                                    


Ketika semua pertanyaan itu, terus terjebak didalam pikiran. Terus menjadi patokan bagi seseorang.

" apa jawaban terbaik yang harus aku katakan? Apa jawaban yang sangat ingin mereka dengar? " . Pertanyaan itu akan selalu terus mendorong seseorang sampai pada batas kemampuan.

Dorongan yang mungkin akan membuat seseorang terjatuh dari ketinggian harapan, atau berhasil menghentikan dorongan karena berhasil mendapatkan jawaban yang sangat di inginkan.







Gadis itu melamun sambil memperhatikan formulir universitasnya. Gugup akan giliran dirinya. " apa yang harus ia katakan?"

" Alana" panggil ketua kelas membuat gadis itu terhenti dari lamunannya.

" udah selesai belum formulirnya? Soalnya udah giliran lo buat keruang guru. Ajak Dania juga ya"

Alana diam dan langsung bangun dari tempat duduknya. Lalu menghampiri ketua kelas " tadi ditanya apa aja bal?"

" oh ituu, cuma diajak konsultasi mau jurusan apa biar cocok gitu ga salah tembak jurusan"

Alana mengangggukan kepalanya
" oh gitu ya? Ayo dania" ajak Alana

" iya Alana " jawab Dania mengiyakan



Alana berjalan santai menyusuri lorong kelas XII menuju ruang guru.
Sebenarnya dirinya sangat gugup, bingung harus berkata apa. Jika dia jujur kalau dirinya belum langsung kuliah, apa yang akan dikatakan wali kelasnya? Karena seluruh teman sekelasnya sepertinya langsung melanjutkan kuliah.

" kamu lanjut kemana Alana?"
tanya Dania.

Alana menyengir bingung sambil berpura pura menggaruk kepalanya
" aku ikut orang tua aja" jawabnya.

" mau ambil jurusan apa rencananya?" Tanya Dania lagi

" oh itu, anu aku masi bingung"

" kok bingung? kan udah di isi formulirnya"

" nah makanya, nanti aja kan masi bakal ditanya pak Karjo" jawab Alana sambil menyengir

Sampai diruang guru, Alana dan Dania langsung kemeja pak Karjo wali kelasnya.

" ayo silahkan duduk" ucap pak Karjo pada Alana dan Dania." Jangan tegang santai saja" lanjutnya.

Alana dan Dania langsung duduk di kursi yang telah disediakan.

" Dania duluan atau Alana? " tanya pak karjo

" Dania aja pak" jawab Alana.

Pak Karjo langsung mengambil kertas formulir universitas Dania dan Alana.

" disini bapak lihat Dania mau jadi dokter ya? " tanya pak karjo

" iya pak, soalnya semua keluarga saya jadi dokter semua pak" jelas Dania.

" tapi mohon maaf ya sebelumnya Dania, bapak lihat dari nilai rapot kamu..." ucap pak Karjo terhenti, mungkin memikirkan kata kata sederhana yang mampu dicerna Dania tanpa harus menyakiti perasaannya. " tidak apa apa, nilainya bagus. Kamu harus rajin belajar ya untuk ujian masuk perguruan tinggi" saran pak Karjo dan Dania hanya mengangguk mengiyakan .

" apa lagi orang tua kamu kan semuanya dokter, saudara kamu juga begitu. Seperti nya tidak ada masalah ya untuk masalah material kalau ingin menjadi dokter" ucap pak Karjo sambil tertawa memecah suasana.

" iya pak"

Beralih ke Alana, pak Karjo kini mengamati kertas formulir Alana.
" Alana disini mengisi Psikologi ya?" Tanya pak karjo

" iya pak" jawab Alana

" sudah konsultasi ke orang tua Alana? "

" iya sudah pak"

" kalau psikologi itu rada susah buat balik modal kalau cuma S1, belum lagi kalau kamu hanya tinggal didaerah pedesaan tidak tinggal dikota besar akan sulit mendapat pekerjaan. Kamu yakin mau ambil psikologi?"

" Iya pak" jawab Alana hanya mengiyakan karena Alana hanya ingin konsultasi ini cepat selesai.

Mungkin pak Karjo tahu, Alana sedang ada masalah karena dia memperhatikan raut muka Alana sedari tadi yang seperti tidak nyaman.

" ya sudah Dania, kamu silahkan kembali ke kelas ya, panggil Rani setelah ini. Bapak masi mau konsultasi sama Alana dulu"

" baik pak" jawab Dania beranjak dari duduknya berpamitan ke ruang kelas MIPA 2.

" Alana yakin tidak ada masalah?" Tanya pak karjo memastikan.

" tidak ada pak" jawab Alana.

Meskipun Pak Karjo wali kelas Alana yang sangat mengerti keadaan murid kelasnya. Tetapi, Alana sama sekali tidak ingin terbuka kepada pak Karjo meskipun sepertinya pak Karjo akan mengerti posisi nya menjadi Alana.

Pak Karjo menghela nafas lalu tersenyum pada Alana " kalau kita mau ke bandung, Jalan yang kita lalui, tidak akan sepanjang jalan mulus kan? Sepanjang jalan tidak mungkin jalannya mulus dan bagus" ucap pak Karjo pada Alana yang kini sangat memperhatikan pak Karjo. " tapi, meski begitu, kalau kita mau ke bandung dengan jalan yang seperti itu. Kita akan tetap sampai meski harus melewati jalan yang becek, kadang berbatu kerikil Dan mungkin Ban mobil kita akan pecah dan jadi penghalang dan memperlambat tujuan kita ke bandung"

" tapi sekarang kalo mau ke bandung, jalan tol nya udah bagus pak, naik kereta cepat juga udah bisa pak" ucap pak Asep tukang kebersihan yang tiba tiba menimbrung tidak tahu dari mana asalnya.

" kamu ini Asep, nimbrung aja"

Kang Asep menyengir " hehe maaf pak, abisnya pak Karjo serius amat"

" ya harus serius ini, konsultasi ini" jelas pak Karjo pada pak Asep.
" intinya kita tetep bakal sampai ke bandung kan Alana?" Lanjut pak Karjo pada Alana.

" iya pak" jawab Alana yang sangat menahan matanya berkaca kaca.

" harus sampai neng kalau mau ke bandung mah, katanya kotanya indah neng. Rugi neng kalau ga sampai, nyesel nanti neng"

Alana tertawa kecil " iya pak Asep" jawab Alana sambil tersenyum.

" ya sudah Alana, silahkan kembali kekelas ya istirahat"

" iya pak, terima kasih pak" kini Alana beranjak dari duduknya " mari pak Asep, mari pak Karjo" kini Alana berjalan keluar dari ruang guru.





" Alana" panggil seseorang yang melihat Alana sedang berjalan sendirian.

Alana bertemu teman temannya dari kelas lain. Ada Rika dari MIPA 1, Cinta dari MIPA 3 dan Ayu dari MIPA 5.

" abis konsultasi ya? " tanya Rika

" iya " jawab Alana singkat

" tau ga? Dikelas gue si Rini katanya engga mau kuliah, soalnya harus bantu ekonomi keluarga jadi gada biaya buat lanjut kuliah" ucap Cinta bercerita " mau jadi apa ya kalau ga langsung kuliah?" Lanjutnya

Alana memperhatikan cinta dengan diam. Padahal niatnya mau bercerita pada teman teman dekatnya, malah berujung yakin bahwa jawaban mereka pada akhirnya akan menyakiti hati Alana.

" ga bole gitu cin, gimana kalau Rini emang lagi di posisi yang sulit banget. Lagian kan ga harus kuliah, banyak kok orang sukses yang ga harus dapet ijazah S1" kini Ayu menasihati Cinta yang emang sudah seperti kebiasaan mulutnya menyakiti seseorang.

Alana melepas gandengan teman temannya. " gue duluan ke kelas ya, soalnya abis ini ada tryout" pamit Alana buru buru.

Yang selalu Alana takutkan, bahwa orang orang terdekat juga tidak dapat memahami isi hatinya.

Dan benar bahwa tidak ada satupun yang dapat memahami perasaan orang lain. Jawaban yang mereka harapkan, berujung menyakiti perasaan.

pada akhirnya,manusia memang akan berjuang sendiri sendiri dengan takdirnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Batas Biru Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang