Prolog

8 2 0
                                    

Seorang gadis duduk di ujung ranjang ditemani cahaya lampu yang remang. Tangannya memegang sebuah kertas tebal bertuliskan 'sertifikat penghargaan' yang sedari tadi ia terawang. Bukanlah senyum yang tergambar pada wajahnya, namun air mata yang tak terbendung mengalir dipipinya. 

"Biaya sekolahnya terlalu mahal, jaraknya juga terlalu jauh pak! Kita terlalu miskin untuk memenuhi keinginannya yang setinggi langit itu! Dia lupa dia mempunyai dua adik yang perlu disekolahkan juga," 

Ini adalah tahun terakhirnya di bangku Sekolah Menengah Pertama. Bersekolah di kota terpencil dengan ekonomi menengah kebawah membuat gadis itu tidak yakin dengan pilihannya untuk bersekolah di SMA favorit di Jakarta. Semuanya bilang itu hanyalah mimpi belaka, hanya membuang-buang waktu katanya. 

Gadis itu bernama Cemara, hanya cemara. Hal yang paling ia sukai adalah jauh dari rumahnya. Ia anak pertama dari tiga bersaudara, Bara dan Aruma. Tentu saja selalu menjadi target utama segala amarah sang ibunda. Katanya menjadi kakak harus menjadi contoh yang baik bagi adiknya, sedangkan semua yang ia lakukan  selalu menjadi hal yang paling salah dimata keluarganya.  

Semuanya tengah berkumpul di ruang tengah, mereka semua duduk di meja makan bundar yang sudah terlihat tua. Hanya lauk-lauk sederhana yang ada di atas meja dengan teko berisi air putih dengan dua gelas susu putih di sampingnya. Cemara sangat suka dengan susu, namun sayangnya kedua susu itu diperuntukkan pada kedua adik kesayangannya. 

"Ibu aku juara umum di sekolah," Ucap Cemara sumringah memecahkan keheningan. Matanya bersinar mendambakan pujian kecil dari ibunya. 

"Ya bagus! Menjadi kakak memang harus seperti itu. Kalau tidak bisa dapat uang, setidaknya tidak bodoh disekolah," Jawaban yang ramah bagi Cemara. Gadis itu hanya tersenyum dan melanjutkan makanannya. Ayahnya tersenyum dan memberikan jempol kepada putri pertamanya sambil mengusap pucuk kepala Cemara dengan lembut. Usapan lembut dipucuk kepalanya sangat cukup mengobati lukanya.

"Bu, Bara mau handphone baru. Temen-temen bara semuanya punya handphone canggih, terus keluaran terbaru lagi," Ucap Bara dengan muka yang sengaja ia melaskan. 

"Bulan depan ya, kalau ibu gajian," Jawab ibunya sambil memberikan segelas susu pada putra satu-satunya itu.

"Ta-Tapi bu, sepatu Cemara udah jelek. Kalau-"

"Pakai itu dulu aja, masih belum copot kan? Kita harus menghemat," Potong ibunya dengan penekanan di setiap katanya. Selalu begitu, dimata ibunya ia hanyalah anak wanita yang tidak berguna. Cemara hanya tertunduk lesu sambil terus memasukkan suapan nasi ke mulutnya. Sakit sekali, rasanya ia ingin menangis dan berteriak meminta keadilan, tapi ia tak berdaya. 

****

Cemara tengah duduk di ruangan guru sejak sepuluh menit yang lalu. Terlihat Bu Rani, wali kelasnya sangat gembira sambil berjalan menuju ke arahnya. Guru itu duduk persis di samping Cemara, tatapannya lembut dan terlihat penuh kasih.

"Ada apa ya bu? Cemara berbuat salah ya?" Tanya Cemara cemas.

"Ibu mau menyampaikan kabar baik untuk kamu," Bu Rani memegang tangan Cemara lembut.

"Kamu dapat beasiswa untuk melanjutkan sekolah ke SMA favorit di Jakarta, itu impian kamu kan? Itu karna kamu satu-satunya siswa yang mendapat nilai sempurna di kabupaten, jadi kamu mendapatkan peluang untuk ke SMA favoritmu nak," 

Cendana sangat bahagia, namun seketika senyumnya memudar saat ia tau bahwa ibunya tidak akan mengizinkannya pergi jauh ke kota. Apa lagi ia tidak memiliki saudara disana, dan biaya hidup di kota jauh berbeda dengan hidupnya di desa.

"Ibu tidak akan mengizinkan bu," 

"Kenapa? Kan tidak mengeluarkan biaya. Disana kamu bisa tinggal dengan nenek Bu guru, ia sudah lama sendiri. Dia pasti senang ada yang menemaninya," 

Kepalanya terus berfikir bagaimana reaksi ibunya saat mengetahui kabar ini. Benar saja, ibunya tidak mengizinkannya. Hancur sudah mimpinya, mengapa ibunya begitu keras? Apa kesalahannya sehingga ia tidak bisa menerima haknya sebagai anak yang seutuhnya.

"Ibu tidak akan mengizinkan kamu pergi! Bagaimana dengan nasib kedua adikmu disisni. Biaya ke kota terlalu mahal," 

Cemara lagi-lagi tertunduk, kini ia berlutut dihadapan ibunya dengan isak tangis yang coba ia terus tahan. Jarinya terus meremas rok birunya mengumpulkan keberanian yang sebelumnya tidak pernah ada. 

"Sekali ini saja bu, selama Ara hidup ara tidak pernah meminta satu halpun. Ara ingin mengejar mimpi ara, ara ingin menjadi lebih baik dari ini, ara ingin buktikan ara bisa bu. Ibu tenang saja, semuanya  biaya dan tempat tinggal sudah disiapkan disana. Ara mohon," 

"Baiklah kalau begitu, terserah kamu saja. Bukannya kamu sudah merasa hebat, jadi pergilah,"

to be continue... 

_______________________________

Anak pertama mana suaranya?

thank's for reading<3







Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 12, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CEMARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang