1. Hujan Deras VS Tawa Kita

79 8 1
                                    

Seandainya Mokha tak terdampar di pulau terpencil, seandainya Mokha dan Kiho berhasil ke Seoul, seandainya Mokha dan Kiho tinggal bersama di rumah keluarga Kang, seandainya Mokha dan Kiho bersekolah di SMA yang sama...

Hari itu, di waktu pulang sekolah, hujan turun deras. Mokha tak membawa payung, Kiho bagai pahlawan payung. Kiho kini telah berdiri tegak tak jauh dari Mokha, dengan payung yang telah mekar, dengan senyum tipis namun penuh kesombongan.

Mokha kesal setengah mati melihatnya.

Pasalnya, terakhir kali kalau tidak salah, mereka berdua tengah bertengkar. Tragedi pengguntingan photocard Yoon Ranjoo oleh Lee Kiho berhasil menciptakan amarah yang begitu besar dalam diri Seo Mokha.

"Tinggal cetak lagi aja, gue yang bayar," begitu entengnya si durjana Lee Kiho mengatakannya.

Semalaman Mokha menangisi photocard hasil tidak membeli tteokbokki tiga bulan, hasil menyelami online shop dalam-dalam.

Kembali ke adegan Mokha beserta kesombongan Kiho saat membawa payungnya di sekolah.

Mokha mulai bernapas tak teratur saat mengingat kejadian durjana itu. Matanya melotot tajam.

Sedangkan Kiho? Wajahnya masih penuh dengan kesombongan.

Mokha masih marah sekali, namun Mokha harus segera melapangkan hatinya. Ia butuh Kiho. Ia butuh payung lebar itu untuk melindungi harta berharganya yang tersisa; majalah Yoon Ranjoo.

Dengan sangat amat berat hati, Mokha melangkah menuju ke bawah payung Kiho.

Kiho bangga setengah mati. Senyum Pepsodent terukir di bibirnya.

Mereka berdua lalu berjalan beriringan menerobos hujan di bawah naungan payung berwarna biru laut.

Entah mengapa otak Kiho mendorongnya untuk melakukan hal durjana lagi. Kiho memiringkan payungnya ke arah kiri agar lebih menutupi dirinya sendiri, lebih tepatnya agar sebagian dari badan Mokha terkena hujan, lebih tepatnya agar Mokha lebih dekat dengannya.

Berhasil. Mokha mendekat pada Kiho, bonusnya lengan Kiho juga dipegangnya.

Kiho tersenyum lagi.

Mokha tidak terima. Dia menarik bagian atas payung itu ke arah kanan agar sepenuhnya menutupi badannya.

Kiho belum mau berhenti. Ia kembali memiringkan payungnya ke arah kiri. Mokha masih tidak terima dan memiringkan payungnya ke arah kanan lagi.

Begitu seterusnya sampai akhirnya Mokha lelah.

"LU KALO MAU GINI NGAPAIN PAKE NGAJAK PAYUNGAN BARENG SEGALA?" teriak Mokha.

"Siapa yang nawarin? Gue ga ngomong apa-apa kok tadi," jawab Kiho.

Amarah Mokha sudah bertumpuk-tumpuk hari ini, dan semua itu disebabkan oleh Kiho. Badannya juga nyaris basah sepenuhnya. Merasa sia-sia menurunkan ego demi payung Lee Kiho, Mokha lalu merebut payung itu dan membuangnya sembarang.

Kiho panik. Ia mengejar payungnya yang sudah beterbangan karena angin. Mokha juga mengejar Kiho untuk mencegahnya mendapatkan payungnya. Terjadilah adegan kejar-mengejar, tarik-menarik baju, comot-menyomot tas, dan adegan brutal lainnya di bawah hujan deras yang mengguyur Seoul waktu itu.

Namun lama-kelamaan, entah mengapa adegan brutal itu berubah menjadi adegan jatuh cinta seperti di film-film. Wajah mereka yang tadinya memeable entah sejak kapan berubah menjadi cerah dan penuh tawa bahagia.

Berdua mereka menikmati guyuran hujan.

Berdua mereka berlompat-lompat senang.

Berdua mereka saling melempar air dan senyuman.

Di bawah hujan sore itu, mereka seperti orang yang paling bahagia dunia.

Di bawah hujan sore itu, tawa mereka lebih kencang dari derasnya hujan.

Di bawah hujan sore itu, mereka saling jatuh cinta untuk ke sekian kalinya.

Kamis, 7 Desember 2023.

If Only: MokgeolliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang