Yibo bertemu dengan Kafka di lobi hotel, dan tanpa banyak bicara, langsung menuju Presidential Suite. Lift bergerak menuju lantai dua puluh, berjalan cepat menuju pintu.
Direktur hotel terbirit-birit menemani Yibo, membungkuk-bungkuk sepanjang jalan, kemudian membuka pintu dengan kunci yang dia bawa. Yibo segera melangkah masuk, berteriak marah.
“LORANT!! LOCKHART!!”
Lockhart muncul dengan piyama yellow, rambutnya berantakan ─dia sepertinya baru bangun tidur. Kamar tipe ini luas, disekat-sekat menjadi ruang tamu, ruang bersantai, kamar tidur, dan sebagainya.
“Ad-ha ap-pa, Yibo?” Lockhart menguap.
“Dimana Lorant!” Yibo membentaknya.
“Dia sedang mandi, berendam.” Mata sipit Lockhart membesar.
“Suruh dia keluar. Segera!”
“Tapi dia sedang mandi─”
“SURUH DIA KELUAR SEGERA, LOCKHART!!”
Lockhart terdiam. Menatap ngeri wajah Yibo, dia bergegas masuk lagi, menuju kamar mandi, mengetuk pintunya. Satu menit, Lorant muncul dengan jubah mandi.
“Hai, Yibo? Ada apa?” Cengar-cengir seperti biasanya.
“Apa yang kalian lakukan 24 jam terakhir, hah?” Suara Yibo terdengar serius, mengancam. Bahkan Kafka yang berdiri dibelakang Yibo terdiam mematung ─dia jerih mendengar suara Tuannya. Juga direktur hotel yang pucat.
“Berlibur, Yibo. Apalagi. Ini presidential suite─”
Lockhart segera menyikut perut Lorant.
“Kalian kutugaskan untuk mencari tahu pembunuh bayaran yang datang ke negara ini, agar Shadow Atlas bisa bersiap melakukan antisipasi. KALIAN TIDAK SEDANG BERLIBUR!! Tiga jam lalu, apakah kalian tahu, seorang sniper telah menunggu di sebuah gedung. Lantas dia melepas tembakan jauh-jauh saat aku keluar dari pintu pesawat. Lihat bekas darah ini, Lorant! LIHAT!!”
Lorant terdiam. Dia menelan ludah. Dia baru mengerti ini serius sekali.
“Apakah, eh apakah kamu baik-baik saja, Yibo?”
“Aku baik-baik saja, DAN TUTUP MULUTMU, LORANT!! Baru bicara jika aku menyuruhmu bicara. Lihat kemejaku, ini darah seorang remaja usia tujuh belas tahun bernama Sean. Jika dia tidak berdiri di depanku saat turun dari pesawat, maka akulah yang sekarang terkapar tewas. LIHAT DARAH INI, LORANT! Kepala remaja itu ditembus peluru, darahnya bermuncratan membasahi lantai pesawat. Dia tewas karena kalian bukannya bekerja dengan baik, malah santai berlibur! KALIAN SEHARUSNYA tahu bahwa seorang sniper telah masuk ke negara ini. Kalian bisa mengaktifkan peringatan. Atau kalian lebih suka melihatku mati terkapar, hah?”
Si kembar tertunduk. Kehabisan kata-kata.
“Aku beri kalian waktu 15 menit mencari tahu siapa sniper itu. Gunakan semua jaringan kalian selama ini. Termasuk presiden bila perlu. Jika 15 menit kalian tidak mengetahui siapa sniper itu, aku akan mengirim kalian kembali ke Jepang, dan kita, catat baik-baik, KITA TIDAK AKAN PERNAH BEKERJA SAMA LAGI! Aku juga akan mengirim notifikasi ke seluruh pihak, bahwa kalian masuk dalam daftar hitam petarung bayaran Shadow Atlas. Tidak ada lagi yang mau mempekerjakan kalian.”
Si kembar terdiam. Wajah mereka pias.
“SEGERA LORANT, LOCKHART!” Yibo membentaknya.
Si kembar gelagapan berlarian menuju gadget mereka ─Lorant bahkan sempat terjatuh, menginjak jubah mandinya, segera bangkit menyusul kakak kembarannya, melakukan apapun yang bisa mereka lakukan untuk mencari tahu siapa pembunuh bayaran tersebut.
YOU ARE READING
The Death Knell at 5 p.m ✔
FanfictionSinopsis : Tentang balas dendam seorang pemimpin mafia atas kematian anggotanya. Siapa pun yang berani berurusan dengan kelompoknya, maka dia akan mengajari orang itu sopan santun Shadow Atlas.