Bagian 1

468 24 5
                                    

Bagi kebanyakan orang berkata keluarga adalah rumah terbaik yang dimiliki, bahkan ada pepatah mengatakan bahwa darah lebih kental daripada air, seharusnya begitulah keluarga bukan? Tetapi, rupanya tidak. Arkana Zynn Narendra atau pemuda yang kerap kali disapa Arka menganggap bahwa keluarga adalah sebuah susunan manusia dengan penuh kepalsuan. Ia pun tidak pernah menganggap bahwa hubungan persaudaraan itu tulus. Dunia sangat kejam untuk orang-orang naif yang menganggap keluarga adalah rumah ternyaman.

"Arka!" Suara menyadarkan Arka yang tengah termenung. Sesaat pemuda itu tersenyum lebar sehingga menyipitkan kedua matanya.

"Ganggu aja lu." Ucapnya, seseorang yang saat ini berada dihadapannya hanya mendelikan mata. Seharusnya ia yang emosi karena penjelasannya tentang materi sama sekali tidak Arka simak. Lihat saja, Arka malah asik memakan beberapa cemilan yang ada dihadapannya.

"Arka, lu denger gue nggak sih?"

"Denger kok." Sahutnya dengan santai, memang benar ia mendengarkan apa yang dijelaskan oleh sahabatnya ini, tetapi Arka tidak maksud dengan semua yang dijelaskan oleh Heidar.

"Denger doang tapi masuk kagak!" Kesalnya, Arka pun tertawa puas mendengar tebakan Heidar yang tepat sasaran. Heidar menggelengkan kepalanya, jika saja dihadapannya ini bukannlah anak sematawayang keluarga Joseph, mungkin Heidar sudah membunuh Arka dengan cara membuangnya di Kalimalang.

"Lu kenapa sih, gue udah capek jelasin, bahkan sampai mulut gue berbusa."

"Mana gue nggak liat mulut lu berbusa." Gurau Arka, rasanya benar-benar memuakkan jika disuruh satu kelompok belajar dengan Arka. Heidar menutup kasar bukunya, percuma mau dipaksakan bagaimana pun Arka tetap tidak berniat untuk belajar hari ini.

Arka memang sedang malas untuk belajar, apalagi pikirannya saat ini sedang kacau. Beberapa jam lalu ia bertemu dengan Arsa, saudara kembarnya. Ia melihat Arsa baru saja keluar dari kantor Nathan yang tak lain adalah Ayah angkatnya. Entah apa yang ia sampaikan kepada Nathan, tetapi jujur saja hal itu membuat Arka muak. Apa lagi yang orang ini lakukan? Tidakkah puas keluarganya menjual Arka pada keluarga Nathan? Atau uang yang mereka peroleh sudah habis untuk bersenang-senang dan mengobati biaya Arsa yang penyakitan itu? Mengingatnya saja membuat Arka ingin marah.

"Dar, apa tanggapan lu tentang keluarga yang rela jual anaknya ke keluarga lain?"

"Hah gila lu? Ya, nggak perlu gue jawab lu pasti tau jawaban gue. Mana ada keluarga begitu, lagi pula kenapa lu sampai mikir kesana sementara materi gue jelasin aja nggak masuk ke otak lu. Eh Tuan muda Arkana Zynn Narendra, keluarga lu itu kaya, bokap sama nyokap lu juga sayang banget sama lu, nggak mungkin juga mereka mau jual lu. Lagi pula mana ada yang mau, makan lu aja banyak." Tungkas Heidar, Arka hanya tersenyum dan mengangguk membenarkan. Nathan memang tidak mungkin untuk menjualnya.

"Kenapa lu nanya begitu?" Sambung Heidar kembali, Arka hanya menggelengkan kepala karena sebenarnya memang tidak perlu ada yang ia bahas. Ia memang sempat melihat Arsa, tetapi Arka sangat yakin bahwa Arsa tidak dapat melakukan apapun, apalagi meminta apapun kepada keluarga Arka kini.

....

Sementara itu, dilain tempat seorang pemuda dengan wajah begitu mirip dengan Arka pun terlihat didepan gerbang sekolah Arka. Matanya terus mencari, ia ingin mencoba masuk ke dalam sekolah tersebut, tetapi langkahnya terhenti. Ia ragu akan ini. Ia pasti akan mendapat penolakan dari Arka.

"Nggak jadi masuk?" Tanya seseorang yang sejak tadi ada disamping Arsa, pemuda yang sejak tadi hanya berdiam diri didepan gerbang sekolah mewah tersebut. Pemuda itu tersenyum dan menatap temannya.

"Malu gue, sekolahnya elit banget. Banyak securitynya juga. Beda sama sekolah kita. Kalau kita masuk, pasti ditahan mereka." Ujarnya.

"Bener juga sih. Tapi lu bener yakin ini sekolah Kakak lu? Nggak salah alamat kan?"

ARKASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang