Ch 8. Hukuman

343 11 0
                                    

Deru napas wanita itu teratur, mengalun penuh irama seiring detak jantungnya berdegup

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Deru napas wanita itu teratur, mengalun penuh irama seiring detak jantungnya berdegup. Matanya terpejam erat, tanpa adanya pergerakan dari bola matanya sedikit pun. Wajah ayunya tampak mempesona meskipun dengan make-up yang tipis. Bibirnya terbuka sedikit, semerah buah ceri seolah mengundang untuk dinikmati.

Oliver mengamati bagaimana Electra tidur. Duduk diam di sofa tunggal di hadapan wanita itu. Hampir setengah jam dia tak bergerak, kakinya menyilang, sedangkan salah satu tangannya dia gunakan untuk menopang kepalan. Pria itu masih tak percaya dengan kehadiran Electra di sini. Dia merasa senang, akhirnya bertahun-tahun berpisah bisa menemukan wanita itu lagi. Namun, dia juga merasa sedih. Mata Electra tak seceria saat dulu bersamanya. Iris matanya sekarang tampak gelap, seolah banyak beban yang harus ditanggung.

Apa yang telah terjadi pada wanita itu selama empat tahun ini?

Dia berpikir untuk menyuruh Simon menyelidiki semuanya tentang Electra. Takkan sulit, dia pasti akan mendapatkan keinginannya untuk mengetahui seluk-beluk kehidupan wanita itu. Mau bagaimanapun, dia punya banyak koneksi sekarang.

Embusan napas panjang keluar dari bibirnya, matanya terpejam, tak kuasa lagi melihat bagaimana sudut mata wanita itu memerah. Pukulan dari siapa? Mengapa? Benak Oliver bertanya-tanya, tetapi sia-sia karena tak mendapat jawaban. Jalan satu-satunya hanya memaksa wanita itu menjawab. Namun, maukah Electra menceritakannya? Wanita itu terlalu angkuh untuk dirinya sendiri. Electra pasti tak mau orang lain menganggapnya rapuh.

Suara pintu terbuka membuat lamunan Oliver buyar. Dia mencibir bagaimana Simon masuk tanpa hati-hati. Tatapannya memicing, penuh ancaman seolah-olah dia bisa membelah tubuh pria itu dengan laser.

"Maaf." Pria berkaca mata itu meminta maaf dengan meringis.

Dia bergegas berdiri, tak ingin menganggu istirahat Electra. Mau bagaimana pun, wanita itu terlihat kalut pagi tadi, dan dia ingin membiarkan wanita itu tertidur sejenak untuk menenangkan diri. Oliver mengangkat dagu ke arah pintu, seolah memberikan kode pada sang asisten saat berpapasan. "Ada apa?" tanyanya begitu mereka berada di luar ruangannya.

Simon mendekat, membawa tablet di tangannya dan mengotak-atiknya sebentar. "Pihak Vans Group memajukan meeting malam ini karena besok harus mengecek lokasi sebelum melanjutkan proyek ini."

"Menyebalkan, kenapa dadakan sekali?" cibir Oliver dengan tangan bertolak pinggang. Wajahnya berkerut tidak senang.

"Em, sebenarnya ...." Simon berkata ragu-ragu, menggaruk dahinya sebagai pelampiasan meskipun tidak gatal. "Aku lupa memberitahumu soal ini. Dilihat kabar ini masuk dua hari yang lalu, pertemuan ini bukan dadakan."

Mata Oliver melotot, giginya bergemeletuk di antara rahangnya yang mengeras. "Dasar bodoh! Bisa-bisanya kau melupakan hal ini? Apa kejelianmu sudah berkurang, Simon? Apa perlu aku memotong 10% gajimu setiap kali membuat kesalahan."

Bibir Simon mengerucut, dia membenahi letak kaca matanya. "Tidak sepenuhnya salahku. Kau membuatku terlalu sibuk mengurusi rekutan sekretaris, pun dengan kemarin yang hanya mengurus masalah pribadimu."

Oliver's ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang