03 -Clara and Bianca

111K 5.3K 74
                                    

𝑯𝒂𝒑𝒑𝒚 𝑹𝒆𝒂𝒅𝒊𝒏𝒈

⛇⛇⛇


Alda duduk di kursi balkon kamarnya, menghirup udara segar di pagi hari ditemani secangkir teh hangat. Pikirannya berkelana tentang kehidupan raga yang ia tempati saat ini ketika sudah mengetahui tentang keluarga Alda melalui ingatan yang di berikan kepadanya. Kini jiwa asing itu jadi tahu, alasan Alda di novel menjadi gadis yang dingin, tidak peduli dengan keadaan sekitar.

"Miris juga kehidupan lo, Al. Keluarga yang lo punya cuma seorang papa, tapi sayangnya papa lo nggak berperan sebagai papa yang baik buat lo." Alda tersenyum miris, tak mengalihkan pandangannya dari langit cerah pagi ini.

Bunyi gelas kaca yang Alda letakkan di atas meja kecil terdengar ketika sudah menghabiskan minumannya. Ia menampilkan wajah angkuh yang serius, bersandar di sandaran kursi kemudian berujar,

"Karna sekarang tubuh lo milik gue, maaf, gue gak akan ngerubah alur. Gue juga nggak kenal sama papa lo, jadi gue gak masalah kalah gak di peduliin. Gue disini hanya menikmati uang transferan papa lo, lalu hidup damai dan tentram. Oh iya, sama ngeliat drama-drama secara langsung. Lagian yang mati juga antagonis." ucap Alda panjang lebar, disusul tawa kepuasan.

Keputusan nya sudah benar, sama sekali tidak merasa ada yang salah karena bukan keinginannya untuk berada di tubuh Aldara Kaelyn. Jadi terserah apa yang mau ia lakukan disini.

Teringat sesuatu, Alda pun beranjak dari duduknya berjalan memasuki kamar. Memilih duduk di kursi belajar  sembari melihat-lihat tumpukan buku yang tersusun rapi. Hingga pandangannya tertuju pada satu titik, ia mengulas senyum tipis bersamaan tangannya terulur mengambil buku dengan warna hitam sebagai warna sampulnya.

"Pasti diary nih!" Tebaknya benar.

Saat membuka lembaran pertama, sudah tertera tulisan Diary Aldara dengan huruf kapital.

"Gak kamar, gak buku, semua nya item. Makanya hidup lu suram banget Al, doyan yang gelap-gelap sih" Cibir Alda

Bola mata hitamnya bergerak-gerak mengikuti setiap baris tulisan yang Alda asli tulis. Menurutnya tidak terlalu menarik sebab menceritakan kesehariannya bersama dua sahabat nya itu. Alda pun berhenti membaca dan beralih membuka lembaran selanjutnya.

Alda tidak membuka lembaran selanjutnya karena sedang membaca tulisan yang tertera.

Aku terlalu berharap, ternyata harapan itu menyakitkan.

Ano, saat aku tau bahwa kamu suka sama perempuan itu, dan ternyata perempuan itu jugalah yang mengambil kebahagiaan aku, aku berfikir aku nggak berhak bahagia disini.

Aku cuma punya papa, tapi kenapa dia ambil papa aku juga, Ano?

Dan kamu, kenapa harus dia?
Aku cuma punya kamu setelah papa Ano.

"Ano? Siapa Ano?" Gumam Alda bingung.

Saat sedang dilanda kebingungan, bunyi dering telepon membuyarkan lamunan Alda yang sedang berpikir. Berdecak sebal tapi tak urung tangannya mengambil benda pipih yang kebetulan berada di atas meja belajar.

Menekan tombol hijau kemudian mendekatkan ponselnya di telinga saat panggilan sudah tersambung.

"Alda! gue sama Clara otw kerumah lo yaa"

Reflek Alda menjauhkan ponsel tersebut saat mendengar suara yang cukup membuat telinganya berdengung sakit. "Suaranya, ck! Bikin sakit aja telinga gue" Decaknya pelan.

Alda kembali mendekatkan ponselnya di telinga, dan menjawab singkat setelah itu langsung mematikan sambungan telepon nya sepihak.

"Iya!"

Setelah itu Alda melangkah keluar dari kamarnya, kali ini tujuannya pergi ke ruang dapur untuk mengisi perutnya yang masih kosong.

Sesampainya ia di meja makan, dirinya di kagetkan dengan sosok wanita paruh baya yang sepertinya pelayan di rumah ini. Paruh baya itu sedang menata makanan di meja makan, saat menyadari kedatangan sang majikan, pelayan yang biasa Alda panggil Bi Ina itu cepat menunduk sopan.

"Ini Non, sarapan paginya sudah siap. Maaf kan Bi Ina telat Non" ucap Bi Ina dengan nada merasa bersalah.

Terdengar suara decitan kursi meja makan yang Alda tarik, lalu ia duduk "I-iya gapapa" jawab nya gugup, wajar saja gugup, Alin tidak mengetahui cara Alda berinteraksi dengan pelayan rumah nya. Salah kan saja Alda dedemit.

Nampak raut wajah pelayan itu terkejut lalu berubah tersenyum
"Terima kasih non, dan bibi permisi dulu" jawab nya lalu membungkuk sedikit dan bergegas pergi

"Dari raut wajah tu pelayan gue tau, kalau Alda dedemit itu dingin ke semua orang." Ucap Alda yang masih menatap punggung pelayan yang mulai menjauh.

"Bodo ah laper gue."

Membutuhkan waktu satu menit Alda menghabiskan sarapan nya dan meneguk segelas air putih hingga habis

Ting tong

Mendengar bel rumahnya berbunyi, Alda bergegas menuju pintu utama

Ceklek

Terdapat dua gadis yang berdiri di hadapan nya sekarang, salah satu yang Alin kenali adalah Clara,  karena penampilan nya yang lebih mencolok, Mata berwarna hitam kecoklatan, rambut sepunggung berwarna hitam bercampur abu abu. Persis seperti yang di jelaskan  dinovel.

"Alda! lo gak nyuruh kita masuk?"

Alda tersadar saat fokus memandangi Clara, mengalihkan pandangan nya disebelah kanan Clara, terdapat seorang gadis dengan rambut sebahu berwarna coklat kegelapan.

Suara cempreng ini ternyata dia orang nya. batin Alda yang menatap kesal ke arah Bianca, salah satu sahabat antagonis wanita.

Bianca Larasati, Gadis berkulit putih pucat, rambut sebahu berwarna coklat gelap. Ia mempunyai sifat yang cerewet tetapi penyayang.

"Masuk." Ajak Alda dengan suara datar lalu berbalik memasuki rumah disusul Clara dan Bianca.

Ginikan ya jadi cewek dingin? Batin nya bertanya

Mereka bertiga sampai di kamar Alda, Clara dan Alda duduk di atas ranjang dan Bianca yang duduk di sofa single yang berada di dekat jendela kamar.

"Oh iya Al, gue ada rencana buat Diranjing itu besok." Ucap Clara to the point

"Eh enak aja itu rencana gue!" Timpal Bianca tak terima

Alda hanya mengangguk, mereka bertiga berbincang bincang tanpa mengenal waktu.

-To be continued-

I'm Figuran? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang