BAB 1 - Semua Rasa Sakit Bermula dari Kehilangan

12 2 0
                                    


Siapa yang mengira bahwa gadis itu asik berlatih pidato Bahasa Inggris disaat terdapat mayat terbujur kaku di ruang keluarga? Rumah ini kehilangan satu nyawa dan belum ada yang tahu dalam sepersekian menit. Hingga tiba kenyataan itu harus menerpa dan menahan beberapa napas manusia. Gadis itu hanya tertawa miris, "ini tidak lucu, Mama!" Beberapa menit kemudian, rumah ini didatangi banyak orang yang sebelumnya 'tak pernah menapakkan kaki. Sound Masjid terdekat berbunyi lantang, menyebutkan satu nama yang diiringi dengan doa.

Allahummagfirlahu warhamhu wa'aafihi wa'fu 'anhu.

Gadis itu 'tak menampakkan satu pun gerakan, matanya turut kaku pada satu sorotan, pun tanpa tangisan. Beberapa orang memintanya untuk menenggak minuman, beberapa orang riweuh menyiapkan kain kafan. Jiwanya terguncang, tapi justru badannya hanya diam. Mungkin rasanya seperti .... Gerak dikit, kamu sakit. Maka, lebih baik diam untuk mengurangi frekuensi retakan. Hal yang paling gadis itu butuhkan adalah, "hey, jangan lupa kamu masih punya napas!"

Jauh di dalam jiwanya, gadis itu menggerutu.

"Aku 'takkan membaca pidato sialan itu lagi!"

"Brengsek sekali aku!"

"Jika aku 'tak sibuk sendiri, mungkin ayah masih ada!"

"Ayahku kesakitan sendirian!"

"Aku kemana?"

Sampai tanah merah itu ditanami nisan, gadis ini masih belum bersuara, pun menangis. Sorot matanya dipenuhi oleh amarah, bingung, dan kecewa. Siapa lagi yang berani mengutuk langit di malam itu? Bahkan sampai rembulan 'tak menampakkan satu titik pun cahaya yang biasanya ia sombongkan. Malam itu, semesta pun takut akan ledakan gadis ini. Siapa pula yang menyangka bahwa hari esoknya gadis itu masih bisa hidup sehat? 'Tak ada yang berbeda. Ia kembali pada rutinitas sehari-hari, seolah 'tak pernah ada yang terjadi.

Ia naik angkot tua dengan kode 010 sampai tiba di sekolah. Rasanya aneh, tapi ia masih tersenyum. Teman-temannya yang biasa berisik, kini tinggal diam seolah ujian sedang berlangsung. Gadis itu lupa, ternyata memang ini adalah hari ujian dalam hidupnya. Hingga sampai pada titik guru berkumisnya nyeletuk ngomong tanpa ba-bi-bu.

"Sabar, ya. Kamu pasti kuat, doakan saja ayahmu tenang di alam kuburnya."

Seketika sorot mata gadis itu berubah, penuh api amarah. Bahkan tangannya dengan hampang menampar pipi berpori besar itu dengan kasar. "MEMANGNYA AYAHKU MENINGGAL? DIA MASIH SEHAT!"

Semua orang tercengang, beserta dirinya sendiri. Gadis itu benar-benar tidak tahu mana kenyataan yang sebenarnya. Ia merasa ayahnya masih ada, tapi ia pun baru menyadari kehadiran ayahnya 'tak lagi ia rasakan pagi ini. Kepalanya seolah diperas habis sampai bercucur otaknya. Tubuh sehat itu kini tersungkur... dan matanya tertutup.

Siapa yang pernah bangun tidur dengan mata basah? Gadis itu membenci hidupnya yang seketika penuh dengan drama. Ia mengutuk semesta dan meminta paksa atas dunianya yang bahagia. Ayah ibu harmonis, finansial stabil, jalan-jalan tiap Minggu di taman kota, dan permen kapas warna pink dengan kemasan gambar Upin&Ipin. Menjadi anak kesayangan yang selalu dibela oleh sang ayah saat mendapat bentakan maung sang ibu. Ketika menjadi seorang kakak pun, gadis itu masih diperlakukan selayaknya anak kecil yang ceria.

Kemana hilangnya dunianya yang itu?

Kemudian, tanpa sadar ia telah memasuki masa-masa terburuk dalam hidup di usia yang masih butuh-butuhnya peran seorang ayah. Kini, ia percaya... semua rasa sakit bermula dari kehilangan.

-dan... kehilangan seringnya datang tiba-tiba.

Orang waras mana yang tidak menangis saat Tuhanmengujinya dengan kehilangan? Gadis itu pun melakukannya pertama kali setelahbeberapa hari kepulangan ayahnya. Kamar yang penuh dengan gambar-gambar Keroppidi dindingnya kini menghijau suram. Hanya malam yang menjadi saksi betapakencangnya ia menjerit, meraung, dan menangis di bawah bantal.

FLORET ROSA OSCURA - Berantakan atau tidak, mari tetap hidup!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang