PENGINTAI MALAM

2 0 0
                                    

Dalam redupnya malam di perkampungan tengah hutan, suara tembang berbahasa Madura mengalun sayup-sayup melalui telinga Luna yang tengah terlelap di pangkuan hangat ibunya. Angin malam yang dingin menyelinap masuk lewat selimut yang menutupi sebagian tubuhnya. Luna terbangun, matanya menerawang lingkungan di sekitarnya. Angin malam yang semakin menusuk tulang membuatnya merasa terhempas oleh keangkeran yang tak terlihat. Ia merengek meminta ibunya untuk pindah ke kamar yang lebih hangat dan terang dibandingkan teras rumah yang menghadap langsung ke arah kebun kosong.

Ibu Luna tersenyum dengan lembut mencoba menenangkan Luna. "Tidur saja nak, nanti ibu pindahkan ketika Luna sudah tertidur ya, ibu masih melatih sinden-sinden muda." Ucapan ibunya memberikan kenyamanan pada dirinya namun ia masih merasa ada sesuatu mengintai dalam redup malam.

Luna meraih selimut dan menutupi sekujur tubuhnya. Meringkuk mencoba menepis rasa dingin yang masih menyergap. Dari balik selimut matanya menangkap kehadiran misterius di tengah kebun kosong. Sosok? Bukan. Sinar? Bukan. Bentuknya seperti mata? Tidak, memang itu adalah mata yang bersinar putih namun terselimuti oleh kegelapan yang menggelayuti sekelilingnya. Tubuh Luna membeku seakan waktu tersendat di tempat.

Mata itu tanpa belas kasih terus menatap Luna seolah mencengkram setiap serat rasa yang tersemat dalam pandangannya. Rasa takut Luna memuncak dan keringat dingin mengalir dari pelipisnya. Dengan hati yang bergetar ia menutup mata rapat sembari berdoa agar kegelapan yang tercipta oleh kelopaknya bisa menjadi pembatas antara ia dan makhluk tersebut.

Suara sinden perlahan mulai tidak tersengar hingga hilang dari indera pendengaran Luna. Matanya tidak lagi terpaksa tertutup dan nafasnya tidak lagi memburu. Dengan natural ia terlelap dalam tidurnya yang membawanya pada ketentraman. Melarikannya dari peristiwa yang menyeramkan.

Dengan perlahan suara sinden yang tadinya mengalun merdu memecah keheningan hilang tak berbekas dari indera pendengaran Luna. Matanya yang sempat terpaksa menutup untuk melarikan diri dari mata yang terus menatapnya kini tak lagi terbebani. Nafasnya pulih seolah mendapatkan kesejukan. Luna merajuti benang-benang mimpi yang memayungi hatinya dan menjauhkan dari jejak ketakutan yang sempat mengawasinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 21, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Serpihan Kisah di Balik Tirai MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang