Ana telah sampai di dalam gedung kantornya, dia menaiki tangga untuk menuju ke ruangannya di lantai dua, ruangan pra-cetak. Pagi itu, masih ada tiga orang yang datang.
"Pagi," sapa Ana dengan begitu ramah. Dibalas dengan anggukan dan senyum sungkan dari tiga orang itu karena mereka adalah karyawan yang baru bergabung sekitar dua minggu, sedangkan Ana adalah seorang senior yang cukup disegani di kantor.
"Rani, hari ini kamu ada pekerjaan mendesak atau sedang banyak yang dikerjakan?" Tanya Ana pada salah satu dari pegawai baru yang bergabung dengan timnya.
"Tidak ada, Mbak. Tinggal menunggu respons dari penulis saja untuk dua desain yang kemarin."
"Oke, kalau gitu bisa ikut saya diskusi dengan Mas Andra hari ini?"
"Bisa, Mbak."
"Terima kasih, ya. Naskahnya nanti saya kirim ke email kamu. Bisa dipelajari dulu biar nanti kamu bisa sumbang ide untuk desainnya. Nanti jam 10 ya, Ran."
"Siap, Mbak Ana," jawab Rani dengan antusias.
Setelah komputer Ana menyala, dia segera mencari fail yang dibutuhkan untuk diskusi bersama Andra, seorang penulis yang sudah sangat jatuh cinta pada desain Ana untuk sampul bukunya. Ana juga langsung mengirimkan naskah buku baru Andra kepada Rani agar bisa segera dipelajari.
***
"Wah, aku kaget loh, Mas waktu pertama kali baca naskah barumu. Ternyata Mas Andra bisa juga nulis romansa yang bikin baper, hahaha," ucap Ana ketika diskusi yang berlangsung selama dua jam itu selesai.
"Berarti bisa dibilang berhasil ya, Na novel romansa perdanaku."
"Kan cuma pendapatku, Mas. Aku malah khawatir pembacamu jadi menurun, soalnya ya Mas Andra biasa nulis fiksi sejarah yang serius gitu."
"Mbak Ana selalu ngomong gini, Mas. Khawatir pembacanya Mas Andra tidak suka," timpal Rani.
"Kamu itu uji coba perdanaku, Na. Kalau kamu yang terlalu serius bisa bilang novel ini bikin baper, berarti sebagaian besar pembacaku juga akan begitu. Pembacaku tidak akan pergi, Na, jangan terlalu khawatir. Buku ini juga ada sejarahnya kan dikit-dikit, ya memang tidak terlalu kental seperti novel-novelku sebelumnya. Tapi kalau ditulis pakai hati, nanti akan sampai di hati juga."
"Mas Andra memang selalu bijaksana menghadapi sesuatu. Semoga saja kabar baik selalu datang saat novelmu ini launching, Mas. Pelukis Lalu ini pasti akan dapat cinta yang besar dari pembaca setiamu, ya meskipun aku masih saja khawatir."
"Tokoh Liliana ini, mirip Mbak Ana ya, Mas, hahaha. Terlalu serius dan banyak khawatir," Rina membuka topik pembicaraan yang membuat Ana sedikit kaget.
"Kayaknya gitu, Ran. Aku terlalu sering bertemu Ana, jadinya pengembangan karakter tokoh malah mirip ke Ana." Andra menimpalinya dengan bercanda.
"Namanya aja Liliana, ada Ana-nya. Apa jangan-jangan nama itu yang membuat aku juga masuk ke dalam ceritanya ya, Mas. Hahaha, tapi yang pasti bukan aku yang jadi inspirasinya Mas Andra."
Andra hanya tersenyum mendengar Ana berprasangka seperti itu. Padahal, Liliana itu adalah Ana yang Andra abadikan di dalam novel romansa pertamanya. Ana yang selama Andra kenal selalu serius dalam menjalani hidup hingga sepertinya ia tak pernah bersenang-bersenang dengan dirinya sendiri. Dengan menulis Pelukis Lalu, Andra mengutarakan keinginannya untuk menjadi bagian dari hidup Ana dan mengubahnya menjadi sedikit menyenangkan.
Bersambung....
Update setiap Kamis, jam 19.30 WIB. luv ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Mawar Putih (kumpulan cerpen)
Short StoryMawar putih adalah lambang kesetiaan dan ketulusan. Di dalam 'Mawar Putih' akan hadir berbagai macam kisah pendek tentang keindahan dan pengorbanan atas rasa setia dan tulus.