01

7 1 2
                                    

Assalamu'alaikum
Selamat datang di cerita SWASTAMITA!!

SWASTAMITA artinya matahari terbenam ya, siapa sih yang gak suka matahari terbenam?? Pasti pada suka kan?? Sama dong.

Aku harap readers juga suka sama SWASTAMITA yang satu ini.

"Bel masuk telah berbunyi, seluruh siswa dan siswi SMA negri 1 ranah pesisir memasuki kelasnya masing-masing." Begitulah bunyi bell di SMAN 1 Ranah Pesisir.

Riuh suara para siswa dan siswi baru terdengar sangat bising. Terdengar seperti suara lebah berguncang. Hari pertama sekolah ini, para siswa-siswi akan dibagi untuk masuk ke kelasnya masing-masing. Suara seorang guru terdengar dari speaker yang terletak di depan para murid baru. Nama demi nama kembali terdengar untuk dibagi per kelasnya.

"Decha Novelita." Hingga nama indah itu terucap dan sang pemilik nama membentuk sebuah barisan yang telah dipisahkan dari barisan sebelumnya dan akan dibimbing oleh walasnya ke kelas baru mereka.  E 3, itulah nama kelas yang akan Decha Novelita duduki selama 1 tahun pelajaran.

Kini mereka telah berkumpul dan duduk di kursi masing-masing. Namun, ada 5 orang lagi yang tidak kebagian kursi.

"Nama kamu siapa?" Tanya salah seorang dari 5 siswi yang berdiri kepada decha.

"Decha. Kalau kamu?"

"Ika." Jawab Friska sambil tersenyum kearah Decha.

"Boleh Ika duduk di sebelah Decha?" Tanya Friska kepada Decha. Decha pun mengangguk dan "boleh. " jawabnya sambil tersenyum.

Ibu guru yang tidak diketahui namanya itu mengajak 5 orang yang tidak kebagian meja itu untuk mencari meja entah kemana. Begitupun dengan Friska yang berjalan mengekori Bu guru serta siswi yang tidak kebagian kursi yang lain.

Decha mulai melihat-lihat ruang kelas dengan cat yang berwarna abu-abu dan sedikit ada lukisan di dinding belakangnya. Decha seperti mengenal kelas itu, seperti pernah melihatnya sebelumnya. Tapi ia lupa itu kapan.

"Oh iya baru ingat. Ini kelas yang waktu itu gue kagumi gak sih? Yang waktu itu gue pernah menginginkan belajar di kelas seperti ini waktu daftar di SMA ini" Tapi ia tak terlalu menggubris pikirannya itu. Karena tidak mungkin ia akan belajar di kelas itu. Mungkin saja di kelas yang lain. Bisa jadi itu kelas kakak 11 atau pun 12. Siapa sangka yang akan menduduki kelas itu adalah dirinya.

Drrttt

Bunyi gesekan kursi membuyarkan lamunan Decha. Terlihat seorang perempuan membawa satu kursi. Itu adalah Friska. Decha menggeser sedikit kursi nya agak ke kanan dengan tujuan mempersilahkan Friska duduk di sebelahnya. Tepatnya di sebelah meja Decha, yang mana di sana ada satu meja tanpa kursi. Friska mulai menggeser kursinya di dekat meja kosong tersebut dan meletakkan tas nya di sandaran kursi kayu itu.

Semua siswa dan siswi baru E.3 itu mulai hening dan melihat seorang guru perempuan yang tadi sempat masuk. Ia mulai duduk di kursi guru yang berhadapan dengan kursi para siswa dan siswi.

"Assalamu'alaikum anak-anak." Salam  itu terucap dari ibu guru yang belum di ketahui namanya itu. Salam tersebut dijawab dengan lantang oleh semua yang mendengar.

"Bak kata pepatah tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta. Karena ibu ingin disayangi dan dicintai sama murid-murid ibu yang cantik-cantik dan ganteng-ganteng ini, jadi ibu izin memperkenalkan diri dulu ya. Baru timbulah rasa cinta dan sayang tadi. Perkenalkan nama ibu Fifianti. Kalian bisa panggil ibu, Bu Fifi." Begitulah perkenalan hangat dari Bu Fifi kepada murid-muridnya.

Sesekali mereka tertawa mendengar gurauan yang dilontarkan Bu Fifi. Kelas yang tadinya sedikit canggung karena belum saling mengenal kini sedikit hangat, walaupun mereka belum saling perkenalan diri. Hingga akhirnya Bu Fifi mengajak 34 siswa-siswi itu untuk perkenalan masing-masing ke depan sesuai absen. Mereka mulai maju satu persatu untuk memperkenalkan diri. Decha mulai gelisah karena sedikit canggung berada di tempat umum, apalagi ia belum mengenal siapapun disini kecuali teman-teman dari sekolah yang sama sebelumnya.

"Decha Novelita." Decha berjalan ke depan dan mulai mengambil nafas serta menenangkan dirinya yang sedikit gugup

"Perkenalkan nama saya Decha Novelita, biasa dipanggil Decha, saya alumni MTsN 12 Pesisir Selatan, tinggal di Padang Laban, suku Caniago, saya anak pertama dari 2 bersaudara, hobi saya membaca, cita-cita saya ingin menjadi Guru Seni-budaya yang hebat." Setelah memperkenalkan diri, Decha berjalan ke kursinya dengan sedikit lega karena berhasil melawan pikiran negatif yang sedari tadi ia pikirkan.

Ia kembali mendengarkan perkenalan diri dari teman masa SMA nya itu. Hingga satu nama mulai dipanggil.

"Dimas Praseto." Seorang yang namanya disebut itu mulai berjalan dengan sedikit cool ke depan. Penghuni kursi sudut belakang kelas itu berjalan tanpa melirik perempuan satu orang pun.

"Perkenalkan nama saya Dimas Praseto, biasa dipanggil Dimas, saya alumni SMP Negeri 5 Ranah Pesisir, alamat saya Lubuak Cubadak, Suku Caniago, saya anak ke 3 dari 4 bersaudara, hobi Badminton, cita-cita Dokter." Itulah perkenalan singkat dari Dimas yang membuat Decha terpukau. Bagaimana tidak? Sangat jarang sekali seorang anak laki-laki mempunyai cita-cita menjadi dokter. Biasanya kalau tidak polisi pasti TNI atau yang lainya yang berkaitan dengan fisik, bukan teori atau pun yang berhubungan dengan kemampuan otak. Unik, itulah sebuah kata yang dipikirkan oleh Decha kala itu. Tapi hanya sekedar unik, bukan berarti Decha terpikat dengan Dimas. Karena Decha sangat sulit untuk menyukai seseorang. Apalagi orang yang baru dikenalnya.

Decha kembali mendengarkan perkenalan dari teman barunya yang lain. Walaupun ia yakin tak mampu mengingat semuanya. Setidaknya ia mendengar demi bisa menghargai orang yang sedang berbicara di depan. Lambat laun Decha pasti ingat semua nama indah teman-temannya itu.

Entah berapa lama perkenalan itu berlangsung. Yang pasti sekarang bel keluar main sudah berbunyi. Saatnya para siswa siswi berbondong-bondong ke kantin ataupun ke pedagang kaki 5 yang berjualan di depan gerbang.

"Decha, Ika istirahatnya bareng teman Ika yang dari kelas lain ya." Itulah ucapan Friska yang memang belum terlalu akrab dengan Decha maupun yang lainnya. Itu karena teman karib Friska berada di kelas yang lainnya. Mereka disatukan oleh sekolah tapi dipisahkan oleh kelas.

Decha mengangguk mengiyakan dan pergi ke meja temannya yang memang sudah satu kelas sejak di bangku Madrasah. Padahal Friska juga dari Madrasah yang sama dengan Decha, hanya saja Friska tidak mengenal Decha karena memang tidak sekelas.

☀️☀️☀️

26 Desember 2023

⚠️sebagian kecil dari chapter ini berdasarkan kisah nyata, sebagiannya lagi hanya fiksi semata⚠️

Jangan lupa vote sama komennya ya!! Ditunggu!!

SWASTAMITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang