💋💋💋💋💋💋HAI, HELLO, ANNYEONG SEMUAAAA!!
Gimana kabar kalian? Sehat-sehat kan? Awokawok. Btw, aku ucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya untuk kalian yang sudah mampir ke book ini, yaa. Lop u.
aku saranin ke kalian buat narik nafas dulu, ya. Karena sebentar lagi kita akan memasuki dunia fantasi yang menakjubkan. ENJOY!
HAPPY READING, GUYS!💋
{}{}{}{}{}{}{}
-- 05 Oktober, 2038
Aku duduk terdiam di atas kasurku. Agaknya, sudah dua puluh menit berlalu, dan aku tak melakukan apapun. Aku hanya terus melamun dan menatap sebuah buku album biru tua yang sudah terlihat sedikit usang. Mungkin, karena sudah termakan usia. Aku melamun dan mengingat-ingat kembali kenangan manis dan pahit sewaktu ku muda dulu. Jangan heran, sekarang, umurku sudah hampir menginjak kepala empat. Ditemani dengan alunan musik jadul kesukaanku yang berjudul, Our Memories.
Angin berhembus lembut dari jendela kamarku. Memainkan ujung-ujung rambut.
Aku menghela nafas pelan. Berusaha untuk mengumpulkan keberanian untuk membuka album itu. Berusaha meyakinkan diri ku, bahwa, semua akan baik-baik saja. Meski membuka album itu, sama saja artinya dengan membuka luka lama yang baru sembuh.
Tangan ku mulai bergetar. Air mata menumpuk di pelupuk mata. Entah sejak kapan. Aku mengusap lembut album biru itu. Membersihkan sisa-sisa debu yang tadi sempat tertinggal. Kemudian, perlahan membukanya.
Halaman pertama, hanya berisi fotoku dan keluarga kecilku yang bahagia. Terpampang jelas di sana. Bahkan ukurannya hampir sama dengan ukuran album itu sendiri.
Adikku.
Ayahku.
Dan, ibuku.
Semuanya tersenyum begitu indah.
Aku ingat jelas, hari itu. Hari dimana aku bertemu dengan orang-orang baik. Hari pertama ku menginjakkan kaki di, Artanigara.
|| ••••••••••{}{}{}••••••••••||
Universitas Artanigara. Kampus kedokteran terbaik di Indonesia. Kata orang-orang, hidupmu akan berubah jika berhasil bersekolah di sini. Tapi, aku tak tahu seberapa jauh hidup ku akan berubah.
Aku berjalan di antara keramaian. Ada sedikit rasa sedih di hati ku, karena mengingat bahwa mulai hari ini, aku tidak akan bisa merasakan masakan ibuku yang tiada tara.
Kaki-kaki ku mulai mengambil langkah lebih cepat. Meninggalkan keramaian yang semakin lama, semakin membuat ku sesak. Kemudian memasuki antrian yang terlihat sepi. Aku melirik sebuah papan. Ah, itu loket pembagian kamar.
Beruntungnya aku. Tak butuh waktu lama saat giliran ku tiba. Hanya butuh sekitar tiga sampai lima menit saja.
"Berikutnya," sahut seorang wanita di loket pembagian kamar itu.
Aku pun melangkah sembari menggendong tas ransel dan menyeret koperku yang cukup besar.
"Sebutkan nama mu." Sambung wanita itu tanpa melihat ku barang sedetikpun. Mungkin, ia memang cuek, pikirku. Karena, sedari tadi ia tak menatap --bahkan melirik mahasiswa/i lain didepan ku tadi.
"Alisha Abinanda." Ucapku tenang.
Matanya sibuk menatap ke layar komputer. Dengan kacamata bulat yang sedikit melorot. Tetapi sedetik kemudian, ia melotot kearah layar komputer, lalu berganti menatap ku dengan pandangan yang... Entahlah. Cukup sulit untuk mendeskripsikannya.