Cup 1

870 101 13
                                    

-Tahra-

Aku penyuka teh dan sudah menikmati berbagai macam merk teh dan aku punya satu merk favorit. Meskipun begitu, aku tidak mengerti filosofi teh bahkan jangan suruh aku meminum dengan cara yang benar, apalagi melakukan upacara minum teh. Aku sungguh tidak mengerti berapa derajat celsius yang dibutuhkan untuk menyeduhnya agar mendapatkan cita rasa yang kaya dan nikmat. Aku hanya suka teh. Titik.

Tiada hari terlewati tanpa minum teh baik dengan gula maupun tanpa gula. Tergantung mood. Di rumah, aku suka minum teh tawar yang diseduh dengan batang serai.

Pagi ini aku terbangun dengan masih separuh nyawa. Meraih botol berisi air putih yang ada di lantai dan meminum isinya lalu meletakkannya di atas meja belajar. Lalu keluar kamar, untuk gosok gigi,wudu dan segera salat. Setelah itu masak bersama satu teman di rumah kontrakan, sedangkan satunya membersihkan rumah sesuai jadwal yang sudah kami bagi ketika menempati rumah kontrakan.

Oh, namaku Tahra Taika keturunan Jawa-India, seorang mahasiswi semester enam jurusan bahasa Inggris salah satu kampus di Malang. Sejak semester tiga, aku bersama dua teman yang lain memutuskan untuk mengontrak rumah bersama daripada kos. Awalnya aku hanya berdua dengan teman sekelas yang dekat sedari semester satu, Allegra memiliki ide untuk mengontrak rumah agar bebas masak sendiri. Ternyata kami menemukan sebuah rumah mungil berkamar tiga dengan harga terjangkau bahkan lebih murah jika dibandingkan kami harus kos sampai lulus. Karena ada satu lebihan kamar, aku pun usul untuk mengajak temanku yang satu SMA meski beda kelas dulu dan sekarang pun beda jurusan tapi jadi dekat karena satu kos, Gretchen.

Allegra setuju dan Gretchen pun mau, jadilah kami patungan bayar rumah kontrakan tersebut yang jatuhnya jadi lebih murah karena dibayar bertiga. Rumahnya murah karena masuk gang dan jalannya juga cukup untuk motor saja. Terasnya, meski berpagar tapi langsung jalan kampung tanpa ada carport. Namun, di belakang ada sedikit lahan untuk cuci baju sekaligus jemur pakaian. Tak ada sumur manual, adanya pompa air listrik.

Pada bulan ketiga kami pindah, aku ada rezeki untuk beli kulkas paling kecil. Setidaknya kami bisa menyimpan makanan atau bahan makanan tanpa khawatir lagi. Tadinya kami akan patungan beli, tapi belum bisa. Ternyata rezekiku yang ada terlebih dahulu.

Semua untuk kepentingan bersama kami lakukan bersama, patungan atau bergantian sama rata dan aku bersyukur sampai detik ini tak ada yang melanggar perjanjian, sehingga kami bisa hidup nyaman. Biasanya selalu ada saja yang berbuat ulah.

Pagi ini kami memasak mapo tofu untuk sarapan. Daging kami ganti jamur. Biasanya masakan untuk sarapan memang diniatkan daripada makan malam mengingat kegiatan kami yang berbeda dan aku sebagai satu-satunya mahasiswi kupu-kupu di antara kami bertiga, sehingga rasanya mubazir masak banyak.

"Aku kepingin kangkung bumbu rujak deh, Chen," kataku.

"Besok aja masak itu. Eh, petisnya..." sahut Gretchen.

"Tunggu balik aja, beli petis di rumah. Kita bikin Minggu depan," putusku. Toh, lusa sudah weekend dan kami biasanya pulang.

"Mau bikin apa?" tanya Allegra yang sepertinya baru selesai bebersih rumah.

"Kangkung bumbu rujak," jawabku.

"Ngidam?" ujar Allegra sambil terkekeh.

"Iya," sahutku sambil tertawa.

Tak lama, lauk dan nasi matang, kami pun sarapan bersama. Kebetulan kami bertiga lebih suka setelah mandi dan rapi, bisa langsung pergi.

🍵🍵🍵

Seperti biasa, karena satu kelas, aku dan Allegra berangkat bersama dengan motornya dan karena aku tidak bisa naik motor, maka aku yang membeli bensin. Kukira itu tetap cukup adil dan lebih irit daripada naik mikrolet atau ojek daring.

Sesampainya di kampus, kami berdua langsung memasuki kelas. Sudah ada beberapa yang sampai, di antaranya memang tipe rajin juga yang tinggalnya tidak terlalu dekat dengan area kampus. Sedangkan yang dekat kampus, tipikal datang mepet waktu.

Karena tidak ada kuis atau tugas apa pun, aku pun mengeluarkan ponselku, menggulir layarnya dan membuka salah satu akun media sosialku. Hal pertama yang tampak adalah unggahan seorang tentara muda yang kuikuti dan kebetulan berdinas di Surabaya. Unggahannya sederhana saja. Segelas teh hangat yang sudah berkurang setengah di atas meja. Teh yang ada di dalam gelas khas warung jualan teh, bukan cangkir indah rumahan atau a la restoran. Seperti biasa takarirnya selalu sederhana.

adibrata_sharif Selamat pagi, Indonesia. Jangan lupa sarapan dan...minum teh.

1727 suka
Akucantiq Siap. Sarapan apa, nih, Bang?
cutiecutekiyowo Jangan lupa dibayar tehnya, Bang.
amalia_s Tetep, ya, teh 🤭

Dan masih banyak lagi komentar yang rerata adalah kaum hawa dan sepagi ini saja sudah ribuan yang hadir. Aku tak bisa menahan senyumku dan ikut berkomentar.

tahrataika Teh hangat di pagi hari memang tak ada lawan 👍🏽

Setelah selesai, aku pun menyimpan ponselku kembali ke dalam tas.

Tentara muda yang bernama Sharif Adibrata itu berpangkat letnan dua dan pengikutnya sudah menyentuh angka jutaan. Aku tidak tahu alasan orang lain mengikutinya, tetapi aku...jelas karena dia sama-sama pencinta teh. Dia cukup ramah. Sepertinya jika punya waktu luang, hampir semua komentar ditanggapi, minimal disukai. Bahkan tak segan-segan untuk membalas pesan pribadi. Aku, sebagai penulis yang pernah waktu itu butuh riset tapi bingung bertanya kepada siapa, iseng-iseng bertanya padanya dan siapa sangka dia mau menjawabnya. Hanya saja, biasanya aku berterus-terang tentang pekerjaan dan keperluanku, tapi entah mengapa padanya aku agak segan. Bahkan saking baiknya, jika dia tak bisa langsung menjawab karena mungkin sedang sibuk, dia pasti mengucapkan maaf karena baru memberi respon.

Selain mahasiswi, aku juga seorang novelis di platform menulis. Lumayan ada tambahan uang saku. Namun, terkadang aku lebih suka orang-orang di sekitarku tidak mengenalku sebagai novelis. Bukan aku tidak bangga atau takut orang terdekatku mengetahui karya-karyaku sebab tak ada yang memalukan apalagi sampai perlu disembunyikan dari semua orang. Aku hanya merasa malas dengan oknum yang dengan mudahnya minta bukuku gratisan.

Aku bukan orang yang pelit, jika mampu dan ada aku pasti kasih, itupun tetap terbatas ke orang-orang yang betul-betul baik dan dekat denganku. Bukan sembarang orang meminta pasti kuberi. Royalti penulis itu sedikit dan lagi aku novelis yang jarang menerbitkan buku sendiri sehingga hampir tidak punya stok lebih. Jika aku sampai memberikan secara gratis kepada seseorang, berarti sudah kuniatkan dari awal. Namun, dari buku pertama, ada saja yang minta gratis, padahal dia mampu beli. Rerata alasannya karena kami kenal dekat.

Aku saja menabung dulu untuk beli novel penulis lain, apalagi jika tahu novel tersebut diterbitkan secara mandiri. Meskipun aku kenal baik dengan penulis itu, tapi aku juga tahu berapa biaya yang dikeluarkan untuk mencetak buku sendiri. Kenapa harga buku mahal? Karena banyak pihak yang terlibat mulai dari editor, cover desainer dan percetakan. Jasa mereka tidak dibayar pakai daun, tetapi uang sungguhan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia secara resmi. Terlebih tidak dibayar dengan ucapan terima kasih saja.

"Kamu ngapain senyum-senyum nggak jelas gitu?" tegur Allegra yang memilih duduk di belakangku tiba-tiba mengintip dari balik bahuku.

"Apaan?" Sahutku mengelak.

"Kamu nggak punya pacar tapi kayak dapat kabar dari ayang," komentar Allegra lagi.

Aku hanya tertawa saja menanggapinya.

🍵🍵🍵

Sidoarjo, 25-12-2023

Assalamu'alaikum, bertemu lagi dengan cerita Sharif yang suka menggoda abangnya, Rabbani, si cowok kulkas bukan merk fashion muslim itu.

Semoga suka hihuuu 💃🏽

(Tes ombak. Cerita lainnya masih macet, meski di otak sudah tahu mau nulis apa, tapi eksekusinya susah 🤧 cuma pelan-pelan aku update lagi. Sabar ya. Ngetik ini gegara abis edit Bianca 🤣🤣🤣 kalau banyak yang like dan komen, aku lanjut)


MR. & MISS TEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang