Lagi-lagi mereka tidak berbicara. Bukannya Aya yang memutuskan begitu, melainkan Arden. Arden masih tidak percaya bahwa surat yang Aya tulis hanya sekedar untuk menyakiti perasaan Reo.
Arden yakin dia cukup bagus untuk disukai oleh Aya. Arden sudah bersikap manis dengan menyentuh tangan Aya, mencium dan bahkan mengikuti selera makan Aya di tepi jalan sekalipun. Arden merasa sudah melakukan banyak hal, tetapi sepertinya tidak bagi Aya. Jadi Arden mendiamkannya. Berharap Aya menyadari dan berbalik mengungkapkan perasaan. Namun sampai hari ini, hal tersebut hanya menjadi angan-angan Arden saja.
"AYA, CEPAT KELUAR!"
Arden menjadi yang pertama menoleh ke arah pintu. Melisa di sana. Masih menggunkan gaun biru tua yang tadi pagi ia kenakan untuk menemani papanya ke kantor.
"Astaga, anak ini. Cepat, ada Reo di luar."
Mendadak Aya menutup bukunya. "Apa yang Reo lakukan di sini?"
"Tentu saja melihat keadaan anak Mama. Ayo sambut dia."
Aya bangkit. Sibuk merapikan rambutnya dan menurunkan ujung pakaian tidurnya. Mereka terlanjur mengenakan setelan tidur. Aya seperti biasa tidak suka keluar, sedangkan Arden merasa perlu menunjukkan kemarahannya sehingga dia terus di rumah.
"Maaf, Reo. Aya sudah hampir tertidur. Lihat sekarang dia jadi bersemangat."
"Aku tidak tidur, Mama."
Di sanalah Reo. Duduk di sofa selagi kopernya berdiri di sampingnya.
"Tentu saja. Anak Mama langsung bersemangat mendengar Reo datang."
"Bukan begitu, Mama."
Reo tertawa kecil. "Kamu lucu dengan setelan itu."
"Gue memang pandai memilih." Arden mengatakannya sehingga Reo ikut memperhatikan bahwa keduanya mengenakan setelan tidur yang sama. Kemarin mereka pergi ke mall bersama. Arden mulanya ogah ketika diminta memilih setelan tidur yang sama dengan Aya, tapi memakainya sekarang malah memberikan Arden perasaan bahagia tersendiri.
"Ini Arden, Kakak Aya. Bagaimana kalau kalian mengobrol dulu, selagi Tante ke atas?"
"Tentu, Tante."
Melisa lantas melambai kepada Bibi Tera. "Bibi, tolong siapkan satu kamar, ya."
Melihatnya memerintah seperti nyonya besar di rumah tersebut membuat Arden jengkel. Namun dibandingkan itu dia malah lebih jengkel melihat wajah Reo. Sejak tadi senyumnya tidak pernah luntur dan tatapannya terus kepada Aya.
"Seingat gue lo tinggal di Bogor."
Arden duduk bersisian dengan Aya.
"Aku memang tinggal di Bogor."
"Ngapain lo nginap segala di rumah gue?"
"Rumah Aya."
"Rumah ini punya gue. Aya cuma—" tadinya Arden akan mengatakan bahwa Aya hanya menumpang, tetapi Arden takut Aya sakit hati sehingga mengganti kata-katanya.
"Lo enggak bisa seenaknya tinggal di rumah orang lain."
"Aku dan Tante Melisa sudah saling mengenal sejak lama. Jadi kalau kamu merasa tersinggung aku berada di sini, itu tetap bukan alasan bagus untuk mengusir aku."
"Ada apa sebenarnya?" Ketika Aya bertanya, wajah Reo kembali terlihat senang.
"Aku akan pulang hari Kamis. Tante meminta aku menginap sebentar di sini."
"Mama lo sesuka itu sama dia? Apa bagusnya?!" Arden menoleh dan Aya hanya menatapnya.
"Kalian masih berhubungan?"

KAMU SEDANG MEMBACA
RED | Step Sister [END]
RomanceArden itu paling ganteng se-SMA Tanjuaya. Tumbuh dengan kepercayaan bahwa semua cewek menyukainya membuat Arden menjadi cowok yang gampang mematahkan hati perempuan. Sekarang targetnya adalah Gaia atau yang biasa disapa Aya. Adik tirinya sendiri ya...