Selain fana, buana juga memiliki atma yang kerap kali terjebak dalam nestapa. Saya kadang berpikir apa buana tidak penat dengan apa saja yang telah dilaluinya? Dia perlu rehat.
Saya memandang jendela yang berembun. Angin semalam begitu kencang sampai-sampai tidur tak lelap. Namun, saya bersyukur masih diberi kesempatan hidup dan melihat semburat merah menyambut fajar.
Ini terlalu pagi. Saya berniat pergi mandi, dalam suasana masih sunyi di asrama ini. Darah berdesir di saat cahaya tak menang. Saya merasakan sesuatu melalui benda-benda kuno ketika melewati lorong gelap.
Saya sedikit mendengus ketika menyadari ini hari terakhir sebelum libur menyapa. Kasus kematian Kylee sudah dipecahkan seminggu lalu. Saya bisa bernapas lega menyadari ia akhirnya mendapat keadilan. Tapi saya masih merasa begitu kehilangan. Ia satu-satunya orang yang membuat saya merasakan rumah.
Tentunya masih ada sesuatu yang begitu janggal, itu membuat saya tidak begitu tenang.
Ada satu hari dimana saya merasa begitu terpuruk hingga remuk. Suatu hantaman nyata yang terasa begitu lega ketika menyadari bahwa saya diberikan kesempatan yang sama untuk merasakannya. Bukan luka fisik, tetapi mental.
"Apa kamu baik-baik saja?" suara lembut Kylee menelusup melalui pendengaran saya, nada semu yang begitu nyata.
Saya mengguyur air ke tubuh, membiarkannya melebur penuh melintasi pembuluh. Digiring air mata saya yang tak bisa lagi terbendung. Dingin yang semula menyengat hanya tak lebih bagai sebatas salju yang lewat.
"Saya sedang bersenandika dengan diri saya dan keluarga," ujar saya kala itu, tepat saat tahun pertama saya kemari.
Saya tidak akan pernah melupakan kejadian di saat kematian orang tua dan masalah lain yang terus mendera. Belum lagi tuntutan dan tekanan dari berbagai pihak. Saya belum siap kembali jika memang harus sekarang.
Hidup saya terlihat baik-baik saja. Banyak orang yang menginginkan kedudukan dan tempat dimana saya berada. Natalie salah satunya. Padahal, saya saja iri dengan hidupnya. Ia dibesarkan di keluarga terpandang. Meskipun demikian, saya juga ikut sangsi ia tidak tertekan untuk bermain peran bagai putri kerajaan.
"Saya bingung, mengapa kamu ingin berganti posisi dengan saya?"
"Saya hanya ingin kehidupan normal. Tidak dengan topeng yang selalu melekat."
Tepat setelah jiwa saya melaung dalam hening, saya kembali menangis saat guyuran terakhir sebelum memakai gaun putih. Saya ingin sekali mengatakan pada orang-orang, hidup saya tidak sesempurna yang mereka pikirkan. Saya hanya berusaha, berusaha tidak mengeluh ataupun menyeru. Di dalamnya, saya begitu mengerikan. Begitu banyak luka yang perlu diperban.
Saya sudah di kamar ketika fajar mulai menampakkan diri, sebentar saya melihat beberapa lukisan seperti; Guernica oleh Pablo Picasso—salah satu lukisan anti-perang paling terkenal dalam sejarah, Separation oleh Edvard Munch—lukisan yang begitu mendalam terkait perpisahan, dan lukisan-lukisan pada masa peperangan. Saya seolah mendengar jeritan melalui kanvas. Lukisan yang paling menarik atensi saya tidak lain adalah lukisan dinding era Renaissance, tepatnya The Separation of Light and Darkness.
KAMU SEDANG MEMBACA
CREPUSCULUM (SHORT STORY) | ✓
Short StorySheerina Zelazowa Vincent harus berdamai dengan pikirannya yang berkecamuk akibat kepergian salah satu sahabatnya. Sayangnya, babak baru di tahun terakhir akan lebih berat dari yang ia bayangkan. (SHORT STORY DARI CREPUSCULUM)