"If you want to heal your brain, then consume my lips."
• • •
Kami melakukannya lagi tadi malam.
Kemarahan Samu kemarin pagi tidak mereda hingga malam tiba. Siangnya ia merajuk dengan sok bersikap dingin padaku, ketika malam tiba, laki-laki itu meminta untuk berhubungan.
Gairah yang timbul akibat kemarahan seorang pria dewasa tanpa self-control yang baik, seharusnya aku tahu sedang berurusan dengan siapa.
Tidak masuk akal. Mengingat kondisinya yang tidak memungkinkan untuk berhubungan. Hei! Dua hari yang lalu aku bahkan masih memaksanya untuk duduk manis di kursi roda. Salahku, karena menganggapnya terlalu lemah. Seharusnya aku tidak perlu meremehkan laki-laki itu.
But, last night was very fantastic. He did it well, I can't deny the fact.
Aku tidak berbohong ketika mengatakan ia benar-benar memperlihatkan sisi lemahnya padaku belakangan ini. Laki-laki itu benar-benar menepati komitmennya.
Tetapi pagi ini aku menyadari bahwa selemah apapun Samu, dia tetaplah Samu. Laki-laki pencemburu dan tidak memiliki self-control. Sifat arogan dan dominannya tidak dapat di singkirkan sebesar apapun ia menunjukkan kelemahannya padaku.
Samu bukanlah Atlantis yang cenderung pasif dan menunjukkan rasa cemburunya dengan sikap kekanakan.
Dude, I forgot the reason why I chose to leave him a couple months ago.
Ingat, kejadian dimana aku melarikan diri darinya akibat ia membunuh seseorang yang tidak bersalah hanya karena rasa cemburunya?
Bagaimana bisa ia cemburu dengan seorang remaja laki-laki bau kencur yang adalah pekerja-nya sendiri. Anak remaja itu hanya berusaha menolongku yang hampir terjatuh di anak tangga.
Tetapi Samu benar-benar marah. Ia sangat-sangat marah saat tahu seseorang telah menyentuhku.
Akibat sifat arogan dan rasa cemburunya yang tidak mendasar itu, aku jadi tahu bahwa Samu adalah otak yang bekerja di balik kematian kedua orang tuaku.
Laki-laki itu sendiri yang mengakuinya, ia melakukannya untuk mengancam dan menekan rasa takutku. Mulai saat itu juga aku tahu bahwa aku telah masuk ke dalam lubang yang salah.
Aku sudah terikat dengan monster. Ia bukanlah pria biasa. Samu memiliki kekuasaan dan otoritas di atas keinginan tak manusiawinya. Sayangnya, fakta itu kuketahui setelah ia lebih dulu memenangkan hatiku.
"Shit." Aku mengusap kasar wajahku. Sudah belasan menit aku terbangun dan pikiranku terus saja tenggelam dalam masa lalu.
Tidak, aku tidak ingin memikirkannya lagi. Semua telah terjadi dan sangat mustahil untuk dapat terlepas dari laki-laki itu. Sangat mustahil.
Tanganku menyingkirkan pelan lengan kekar Samu dari pinggangku. Laki-laki itu masih tertidur lelap dengan wajah malaikatnya. Sangat berbeda dengan apa yang sudah ia lakukan padaku semalam. Sangat buas.
Tetapi sudahlah, setidaknya ia tidak melukai siapapun kali ini.
"Tetaplah menjadi malaikat seperti ini," Ucapku pelan, disertai hembusan napas lega ketika berhasil melepaskan diri dari dekapan Samu tanpa membangunkannya.
Aku memilih membungkus tubuhku dengan selimut tipis sebelum dinginnya lantai menyambut telapak kakiku saat aku mulai berjalan menjauhi kasur.
"Shhh.." Desahan pelan lolos dari mulutku kala mataku menangkap siluet diriku sendiri dari balik cermin.
"Damn, Samu. Lihatlah hasil pekerjaanmu." Bisikku pelan. Ada banyak sekali tanda kemerahan kutemukan di tubuhku akibat ulah Samu.
Kuhembuskan napas berat, dengan tidak sengaja ujung mataku menangkap sekotak nikotin milik Samu yang terletak di atas meja riasku. Ah, I need that shit.
Tanpa pikir panjang, ku ambil nikotin itu. Kunyalakan ketika sudah terlebih dahulu duduk dengan nyaman di ujung jendela.
Angin pagi langsung menusuk kulit punggungku. Hujan telah berhenti. Hanya tersisa bekasnya tadi malam. Tanah lembab dan satu dua kuncup daun yang masih meneteskan air.
Suara kicauan burung memanjakan pendengaran ku kala pikiranku mulai melalang buana, jauh menembus pepohonan tinggi yang mengelilingi tempatku berada saat ini.
Kamarku berada hampir di puncak mansion milik Samu. Entah tempat macam apa ini, tetapi sejauh mata memandang, tidak kutemui satu 'pun rumah atau gedung. Hanya pepohonan tinggi besar.
Dari atas sini, aku dapat melihat tanaman bunga lavender yang dirawat dengan baik oleh Samu. Lalu, agak maju ke depan, tepatnya di ujung halaman mansion, ter-parkir rapih kira-kira tujuh buah mobil, dengan berdiri lima pria berjas di sekelilingnya.
Wajah mereka serius, tidak saling berinteraksi, dan kutahu siapa mereka.
Lama aku melamun, kira-kira dua batang nikotin telah habis ku hisap ketika sebuah tangan memeluk pinggangku dari belakang.
Aku melonjak kaget, kembali tersadar pada dunia nyata. Wewangian lavender seketika menerobos ke dalam indra penciumanku.
"Jangan pernah menghisapnya lagi." Samu, dengan suara beratnya, berbisik tepat di telingaku. Tangannya merampas bungkus nikotin dari genggamanku lalu meremasnya dan melemparnya ke sembarang arah.
Damn. Aku memandang miris tembakau yang masih terisi setengah itu, sekarang telah hancur lebur tak tersisa.
"If you want to heal your brain, then consume my lips." Ucapnya, dingin dan berat. Pria itu menggodaku dengan gigitan kecil di ujung telingaku.
"Hisap bibirku, sayang. Tidak yang lain," Setelah ia mengatakannya, aku benar benar pasrah saat laki-laki itu menghisap bibirku lembut dan dalam.
"Fuck, you made my favorità contaminate with other flavor." Samu melepas ciumannya, ia menatapku tajam.
Aku tahu apa yang seharusnya akan di lakukan laki-laki itu, tetapi alih alih menggigit bibirku hingga terluka lagi, ia memilih menggigit bibirnya sendiri.
Darah keluar dari bibir bawahnya dan saat itu juga ia mencumbuku lagi. Kali ini lebih dalam dan liar.
Aku membalas cumbuan Samu. Menghisap bibir bawahnya dan mencicipi kecupan manisnya bercampur darah pria itu.
Amis dan manis.
He has a reason. "Aku punya kesukaan baru."
Sambil mengangkat tubuhku, ciuman kami terus berlanjut dan aku pasrah saat ia membawaku ke dalam kamar mandi.
"Tempat favoritku hanya boleh memiliki rasa yang berasal dari dalam diriku."
He has a taste with a blood itself.
• • •
Cursed,
Keys.TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keys
Teen FictionKeys, prettiest, strongest, sweetest, my love. ⚠️ The male lead has Dissociative Identity Disorder ( DID ) experience. ⚠️