Mahsa memperhatikan kedua orangtua kris yang menyuap makan malam ke mulut mereka seperti gerakan slow motion, begitu pelan dan lambat.
Mahsa mengerti, mereka baru saja mengubur sang putra sulung
Mau tak mau Mahsa terpaksa ikut makan dengan pelan meski sebenarnya dia sangat lapar setelah melewatkan makan siang tadi.
Tapi bocah tengik yang duduk di sebelahnya ini malah makan dengan lahapnya, seperti para pengungsi yang sudah berhari-hari terapung di tengah lautan, tidak makan dan minum.Kian mengangkat alis saat Mahsa menatapnya sengit, kesal Mahsa berpaling membuat wajah ke arah lain.
Mahsa mengusap pelipisnya, mencoba memikirkan ulang rencananya.
Benarkah dia hanya Kian yang tersedia.
Apa tidak ada yang bisa dilakukannya untuk mencari suami berpotensi secepatnya.
Sungguh meski tidak berniat menikah selamanya dengan bajingan ini, tapi sanggupkah Mahsa bertahan menghadapi sikap selengehan bocah ini."Ada apa kakak ipar, apa makanannya tidak enak.?"
Dengan tatapan sinis Mahsa melihat Kian dari atas ke bawah.
Wajah malaikat tapi sikap seperti Jin usil.
Mahsa merasa Kian sengaja memanggilnya sebagai kakak ipar hanya untuk mengejeknya.
"Makanannya enak tapi bau parfummu tidak enak, membuat selera makanku langsung hilang."
Ketus Mahsa memasukan sepotong besar daging ke mulutnya, mengunyah dengan kesal.Kian tertawa, meraih gelas anggur dan melihat kedua orangtuanya yang menarik napas panjang, lelah menghadapi perdebatan Mahsa dan Kian yang selalu terjadi setiap kali mereka bertemu.
"Mungkin karena hidungmu sudah terbiasa dengan parfum murahan.
Aku yakin saat kau membeli parfum arab, kau masih menawar harganya.
Kau terlalu miskin untuk tau kualitas parfum yang baik."
Dengan tersenyum dan menggeleng samar Kian memperhatikan Mahsa dari atas ke bawah.
"Kasihan tidak jadi menikah dengan Kris, mimpimu jadi nyonya Morteza harus di kubur."Mahsa menarik napas panjang, memaksa dirinya berhenti berdebat.
Lagipula Kian Morteza yang kaya sedang menghina kemiskinan Mahsa.
Kemiskinan yang mengingatkan Mahsa bahwa dia akan terusir dari rumah itu dan menjadi gelandangan.
Mahsa perlahan berpaling dari Kian, melihat tuan dan nyonya Morteza yang sedang mendelik pada satu-satunya putra mahkota yang tersisa.
"Pa, ma." Panggil Mahsa.
"Aku lelah, aku akan ke kamar untuk istirahat."
Dengan gerakan santai, Mahsa meninggalkan keluarga yang sedang berduka itu, yang memilih untuk mengurung diri di dalam istana ini, menjauh dari segala bentuk simpati yang tidak mereka butuhkan baik dari teman ataupun keluarga.Mahsa membuka pintu kamar yang hampir setahun tidak dikunjunginya.
Semenjak dia resmi menjadi tunangan Kris, dia punya kamar sendiri di rumah ini, dia bisa datang dan menginap di sini saat Kris libur atau pulang dari tugas.
Tapi setahun terakhir ini, Kris tidak punya waktu, mereka tidak pernah bertemu bahkan tidak pernah saling menghubungi lagi.
Seluruh kota tau dia calon menantu keluarga Morteza, karena itu dia dihormati.
Sepuluh tahun belakangan ini, dia aman di rumah dan di mana saja karena embel-embel keluarga Morteza.
Jika tidak ada nama Morteza dia hanya akan menjadi si anak yang tidak diinginkan, hanya membuat malu semua orang.Namun bagi calon mertuanya, mamanya adalah teman baik.
Orang tulus yang selalu mengulurkan bantuan meski sendirinya susah.
Menurut cerita, suami istri Morteza dulu kawin lari karena orangtua yang laki-laki tidak mau punya menantu orang yang tidak selevel dengan mereka.
Kemudian mamalah yang membantu, memberikan semua tabungannya ubtuk membantu mereka.
Kerja keras dan kegigihan membawa nasib baik bagi pasangan Morteza sedangkan cinta dan nafsu membawa nasib buruk bagi mama.
Begitu mama meninggal, keluarga Morteza langsung mengeluarkan pernyataan kalau Mahsa adalah calon Istri Kris, mereka ditunangkan tapi sayangnya sudah hampir sepuluh tahun dan tidak akan pernah ada pernikahan jika Mahsa tidak mengatur strategi.
Dengan mengibaskan rambut dia tersenyum, menurutnya tidak ada salahnya jika dia ingin menikmati uang atau naman Morteza sedikit banyak ada modal mama yang tersimpan.Mahsa tertawa dengan airmata berderai.
Dia bukan orang jahat, bukan wanita matre. Dia hanya ingin perlindungan dan rasa aman serta sedikit kesombongan.
Dia menyayangi suami istri Morteza, tidak pernah terpikir olehnya untuk menyakiti mereka meski beberapa kali dia memanfaatkan mereka yang sangat baik dan tulus padanya.Mahsa memperhatikan sekeliling kamarnya, berjalan ke kamar mandi memgunci diri disana dan mulai menangis memeluk dirinya di dalam bathub yanv kosong, tidak akan membiarkan siapapun mendengar atau melihatnya menangis.
Mahsa adalah wanita licik yang jahat yang rela melakukan apapun untuk mencapai tujuannya. Cukup itu saja yang harusnya orang ketahui tentang dirinya.
Menjadi jahat dan licik membuatnya terlindung tanpa perlu nama Morteza, kecuali di rumah.
Mahsa memperhatikan tapak tangannya yang jelek, Yanv selalu dikepalnya saat berada di luar, tapak tanganya adalah asbak bagi kakak laki-lakinya, saat dia menjadi tunangan Morteza barulah mereka berhenti mematikan rokok di kedua telapak tangannya.
Jadj salahkah Mahsa mempertahankan mimpinya.Dia tidak mencintai siapapun, tidak ingin memiliki hubungan dengab siapapun.
Tapi dia ingin seseorang yang mencintainya yang akan dicintainya lebih dari hidupnya yang kosong.
Itulah sebabnya dia menginginkan anak, anak kandung yang hidupnya harus terjamin.Setelah lelah menangis, Mahsa membasuh wajahnya, Menganti bajunya dengan piyama berwarna seperti wine.
Dia kembali ke kamar, mematikan lampu dan naik ke atas tempat tidur, menyelimuti tubuhnya yang tak berharga.Mata Mahsa yang bulat terbuka lebar menatap plafon yang kelabu.
Mungkin ada baiknya Kris tidak menikahinya, mungkin jika Kris melihat bekas luka dipunggungnya, Kris akan kaget dan jijik.
Sebenarnya sudah betul dia tidak menikah dengan laki-laki manapun di dunia ini, sangat malang bagi mereka mendapatkan istri yang tubuh belakangnya penuh baret luka.
Tapi untuk bocah tengik itu, dia pantas menikahi wanita serusak Mahsa mengingat sudah berapa banyak wanita baik-baik yang sudah dirusak olehnya.Mahsa melompat duduk, mendekap selimut ke dadanya saat pintu kamarnya terbuka dan bocah tengik yang baru dipikirkannya melangkah masuk ke dalam kamar lalu menutup pintu.
Mahsa memperhatikan dalam diam saat Kian mulai menanggalkan pakaiannya berdiri telanjang di depan mata Mahsa yang dengan cepat beradaptasi dengan kegelapan.
Jantung Mahsa berdetak, napasnya berat dan panas.
Bagaimana bocah kurus itu sekarang bisa punya body sebagus ini.
Menelan ludah Mahsa memaksa otaknya bekerja dengan cepat.
Dia harus mengambil kesempatan ini, dia tidak perlu melakukan apapun ini seperti tuhan sendiri yang mengirim Kian padanya.Mahsa tersenyum, obat perangsang yang didapatkannya dengan susah payah ternyata tidak ada gunanya, bikin rugi saja.
Perlahan disingkirkan selimut, dia turun dari tempat tidur mendekati Kian yang sempoyongan.
Mahsa benci bau alkohol tapi terpaksa menahannya.
Dia ingat bagaimana Kian menghinanya tapi tak mungkin dia melepaskan peluang emas ini."Apa yang kau lakukan.?"
Mahsa berdiri di depan Kian dengan tatapan berani yang dipaksakan.Kening Kian berkerut memperhatikan sekelilingnya.
"Kenapa kau di sini.?" Tanyanya sedikit terhuyung.Mahsa menyentuh rambut Kian yang bergelombang.
"Ini kamarku, kamarmu di sebelah." Bisiknya.Kian memegang pergelangan tangan Mahsa saat wanita itu menyentuh perutnya.
"Apa yang kau lakukan.?"
Paraunya menelan ludah.Mahsa tersenyum.
"Kau mabuk tapi tidak punya wanita menemanimu malam ini.
Kau juga tidak mungkin mencari mereka ke luar mengingat kita masih berkabung.
lalu kenapa tidak memelukku saja."
Rayunya menyusupkan jemarinya, meremas rambut di tengkuk Kian.
"Mari kita saling menghibur." Bisiknya menempelkan tubuhnya ke badan Kian yang tak tertutup sehelai benangpun."Menyingkir.!" Perintah Kian dengan suara parau bergetar.
Mahsa menyusurkan buku jarinya ke rahang Kian.
"Dorong aku, keluar dari sini." Godanya mengigit pelan cuping telinga Kian.
"Aku tidak akan menahanmu, tapi itu artinya kau melewatkan kesempatan emas"Kian meraup rambut Mahsa, menariknya memjauh. Matanya Mengamati wajah Mahsa.
"Kau menggodaku.!?" Desisnya mendekatkan bibirnya ke bibir Mahsa."Ya.!" Lirih Mahsa menekan payudara ke perut Kian.
"Aku menggodamu adik ipar, aku ingin tau apa kau punya keberanian melakukannya denganku.!?""Jangan menyesalinya.!" Desis Kian.
"Bahkan jika kau menangis dan memohon minta dilepaskan, aku tidak akan pernah melepaskanmu."
Kian menyambar Bibir Mahsa, melumatnya dengan kasar dan rakus.***************************
(31122023) PYK
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Rich Series Brother In Law # 2
RomanceTidak ada rotan, akarpun jadi.! Pepatah inilah yang sedang mahsa coba terapkan dalam hidupnya saat ini. Dikarena calon suaminya Kris Morteza meninggal dalam tugas, maka tanpa membuang waktu Mahsa Zarvian langsung menargetkan sang calon adik ipar, Ki...