9. Salah Kamar

62 11 0
                                    

Cinta berlari menaiki tangga, padahal pandangannya sudah tak jelas karena genangan air di pelupuk mata yang sedikit lagi akan segera luruh. Sampai di lantai dua, Cinta mengambil jalan ke kanan, terus berlari hingga tangannya meraih gagang pintu dan membukanya.

"Eh!"

Teriakan Aksa membuat Cinta terdiam. Gadis itu berkedip, air matanya telah luruh. Meski kacamata telah terciprat air mata, namun Cinta masih bisa melihat jelas bahwa Aksa berdiri di depannya. Aksa menyilangkan kedua tangan di depan dada telanjangnya, sedangkan bagian bawah hanya memakai boxer hitam.

"Aa....!" Cinta berteriak, meskipun telat. Ia menutup wajah dengan telapak tangan sembari berbalik.

Aksa terburu-buru memakai kaos dan celana panjang. Begitu selesai, Aksa menghampiri Cinta. Ia sebenarnya kesal, namun mencoba untuk menahan emosi.

"Ada apa sih? Nggak bisa ketuk dulu?"

Cinta merenggangkan jemari, lalu mengintip, memeriksa apakah Aksa sudah memakai baju atau belum. Tampak Aksa menghela nafas dengan kedua tangan berada di pinggang. Cinta pun menurunkan tangan dengan perlahan. Ia menghapus sisa air mata sambil menyusut ingus. Gadis itu meringis malu.

"Maaf, Kak. Hehe," ucapnya lirih.

"Hehe, hihi, nggak lucu Cinta...."

"Eg, aku nggak ngelucu kok," balas Cinta ketus.

Cinta melihat ke sekeliling. Kamar Aksa begitu rapi, sangat berbeda dengan kamarnya yang cukup berantakan untuk seorang gadis.

"Ini udah berapa kali kamu masuk kamar tapi nggak ngetuk dulu?" tanya Aksa sambil memandang Cinta yang kini mengerucutkan bibir.

"Aku lupa kalau ini sekarang kamar orang lain. Lagian bukan salah aku. Aku kan belum terbiasa. Makanya kasih tulisan biar kalau aku mau masuk, terus aku baca tulisan itu. Tulis yang gede kamar cowok pembohong." kilahnya panjang lebar.

Aksa memandang Cinta dengan keheranan. Ia melangkah maju, sedangkan Cinta mundur selangkah. Aksa kembali maju selangkah, Cinta pun mundur dua langkah dengan tatapan waspada. Aksa mengambil langkah cepat dan meraih pundak Cinta, menempatkan gadis itu bersandar di tembok sisi kanan pintu. Cinta cukup terkejut, hampir saja memekik jika saja tak mampu menahannya dengan telapak tangan.

"Kamu bilang apa tadi, hah?"

"E_enggak," jawabnya sambil menggeleng cepat.

Aksa menatap tajam mata Cinta, membuat gadis itu semakin salah tingkah. Nafas Aksa begitu terasa di depan wajah. Cinta merasa wajahnya memanas. Ia yakin kini kedua pipi chubby nya itu pasti telah memerah. Cinta pun mendorong Aksa sekuat tenaga hingga Aksa mundur. Cinta pun segera keluar dari kamar Aksa.

"Cowok pembohong!" Cinta masih sempat mengejek sambil melangkah cepat di tangga menuju loteng.

"Cintaaa!" Teriak Aksa yang begitu kesal.

Aksa menyusul Cinta keluar, namun gadis itu sudah berada di tangga teratas. Cinta menoleh dan menjulurkan lidah sebelum masuk ke loteng.

"Awas kamu, Cinta," gumam Aksa sembari kembali ke kamar.

Sementara itu Cinta duduk bersandar di pintu loteng, menghela nafas panjang dengan mata terpejam. Sebenarnya tadi ia hampir menangis sejadi jadinya di kamar Aksa. Dulu setiap merasa sedih, Cinta selalu melampiaskannya di kamar sang bunda yang kini menjadi kamar Aksa. Semenjak ayahnya menikah dengan Mayang, Cinta sering kali merasa begitu sedih, dan malah masuk ke kamar Aksa tanpa permisi.

Cinta mengingat lagi bagaimana ayahnya begitu mesra memeluk Mayang. Aris tampak mencium kening Mayang, lalu mengelus perutnya. Keduanya memang belum mengatakan apa-apa, namun Cinta curiga bahwa Mayang kini telah berbadan dua. Cinta benci membayangkan akan ada anak lain di rumah itu. Keberadaan Aksa sebagai anak sambung ayahnya saja sering membuatnya cemburu, apalagi akan ada anak lain?

AKSA dan CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang