Unknown, Stalker 991, Obsessed, Romansa.
Tak ada yang spesial dari cerita ini, hanya menceritakan kehidupan sehari-hari seorang gadis dengan kisah cinta bernuansa abu-abunya selama masa sekolah.
***
Plagiarizing this story is strictly prohibited! B...
"Cinta bukanlah bertahan seberapa lama. Tetapi seberapa jelas dan ke arah mana."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
***
Message✉️
alvin regantara:
Gue jemput lo sekarang
Ngga nerima jawaban apapun selain kata iya dan mau
BTW selamat pagi...
alzazzahra:
hah?
Pesan yang dikirim oleh Alvin sudah direspon dengan cepat oleh Alya membuat sudut bibir laki-laki itu tersungging pelan kala membaca pesan yang baru saja ia kirim.
Wangi parfum menyebar ke dalam kamar sewaktu seorang laki-laki bertubuh jangkung tengah asik menata dirinya. Setelah dirasa sudah cukup barulah ia memakai jaket berwarna navy.
Sesaat menuruni tangga rumah dari arah ruangan makan sudah terdengar beberapa anggota keluarganya yang tengah makan sambil sesekali bercengkrama pelan.
"Dek, ayo sarapan dulu masa mau berangkat ke sekolah dalam kondisi gak sarapan." ujar Zia- menyiapkan satu buah piring untuk adiknya itu dan detik itu juga ia langsung mendapatkan teguran dari sang Papah.
"Mau ngapain kamu? Tidak perlu, dia langsung berangkat saja." larang Damar.
"Papah, kenapa, sih? Biarin aja Alvin sarapan bareng kita lagian dia jarang banget sarapan sama kita, jadi apa salahnya coba?"
"Saya tidak suka ada dia, Zia!"
Kalimat yang baru saja terlontar dari Damar membuat langsung menggores luka yang begitu dalam untuk hati Alvin.
"Saya juga tidak sudi, buang-buang waktu saja!"
Sialan sekali kamu, Alvin Regantara!
"Stop ya Alvin! Mulut kamu itu semakin hari semakin kurang ajar sekali." tegur Wiwi kala mendengar ucapan anak semata wayangnya itu berbicara tidak sopan kepada suaminya.
"Belaiin aja terus!"
Segera Alvin meninggalkan meja makan dengan kondisi perasaan campur aduk, hidup di dalam lingkungan broken home membuat ia terus-menerus merasa sakit dan rapuh.
Benci itu sudah mendarah daging sekali hingga membuat Damar sama sekali tak ada niatan untuk berbaikkan dengan sang anak sambung.
"Tunggu bentar, Dek." tangan Zia menarik pelan lengan sang adik yang ingin segera pergi.
"Mau apa?"
"Mau ngasih ini, jangan lupa diminum buat ngeganjel perut kamu." ujarnya sembari memberikan sebotol susu pisang serta 4 lembar uang berwarna merah pada sang adik.