3 Hari kemudian
✯✯✯
Liburan akhir semester telah usai. Sekarang waktunya para siswa dan siswi sekolah seperti biasa dengan status baru. Pagi ini di awali dengan seorang remaja laki-laki yang masih berpelukan dengan guling tercinta. Seorang wanita paruh baya dengan dress selututnya memasuki kamar remaja itu dan membuka tirai jendela, sehingga cahaya dapat masuk ke dalam ruangan itu. Wanita itu menghampiri kasur remaja itu untuk membangun kan nya. Hari ini adalah hari pertama bagi remaja itu mengikuti MOS (Masa Orientasi Siswa).
"Sean, bangun nak nanti kamu terlambat" Wanita itu mengelus rambut sang anak dengan lembut.
"Eungg... five minute bi." Tanpa membuka matanya ia menggerang pelan dan mengubah sedikit posisinya.
"Ini mama Sean, bukan bi Bulan"
"HAAH?!" Ia langsung mengubah posisinya menjadi duduk dan mata yang terlihat tak percaya. Erina tersenyum melihat ekspresi yang di tunjukan putranya itu.
"Kenapa? dan dimana bi Bulan?" Sean sadar dari acara terkejutnya dan mendatarkan kembali ekspresinya.
"Mama cuma mau bangunin adek, kan adek harus sekolah. Bi Bulan ada kok di bawah lagi nyiapin sarapan." Erina hendak memegang pipi Sean untuk mengelusnya. Sebelum jemarinya mengenai tubuh sang putra, tiba-tiba Sean menjauh darinya untuk menuruni kasur dari sisi yang lain. Sean berjalan ke arah lemari dan mengambil handuk.
"Lain kali ga usah, biarin Bi Bulan aja yang bangunin aku. Satu lagi, ga usah panggil aku adek. Aku ga suka." Lalu berlalu untuk memasuki kamar mandi yang berada di kamar itu, sebelum menutup pintu ia mengatakan sesuatu lagi.
"Jika boleh aku ingin minta tolong panggilkan bi Bulan, bilangin ke bi Bulan tolong siapkan seragam sekolah ku. terima kasih." Lalu menutup pintu kamar mandi. Tak lama dari itu terdengar suara gemercik air.
Erina tersenyum getir mendengar kata-kata dari sang putra, jujur ia menyesal tidak bersikap adil terhadap salah satu putra kembarnya. Setelah di pikir-pikir, penyakit Jean bukanlah sebuah alasan untuk membuatnya tidak memperhatikan salah satu putranya. Sebenarnya ia juga kadang tidak adil dengan Mahesa dan Jayden, namun Mahesa dan Jayden sudah cukup paham dan tidak menaruh keirian dengan sang adik. Berbeda dengan Sean, ia sebenarnya paham dengan perasaan Sean yang sangat iri dengan sang kakak karena perhatian keluarganya. Sean itu bungsu, jadi pikirannya tidak bisa sedewasa abang-abangnya. Ia paham itu. Erina menatap sekeliling kamar bungsunya itu, ia jarang memasuki kamar ini. Terakhir ia masuk ke kamar itu sekitar 4 bulan yang lalu, itu juga karena mencari handuk tambahan untuk Jean di rumah sakit. Namun sekarang ia sudah bertekat untuk mulai memperhatikan bungsunya itu. Ia akan memulai dari kegiatan kecil terlebih dahulu, contohnya seperti sekarang ia membangunkan Sean.
Erina berjalan kearah lemari pakaian Sean dan mengambil seragam putih abu yang masih baru. Ahh? bungsunya sudah memasuki SMA ya? Ia harap ia belum terlambat untuk bungsunya itu. Erina membawa seragam itu dan manaruhnya di atas kasur, dengan dasi, ikat pinggang dan topi. Dia melirik ke arah foto yang berada di atas nakas bungsunya, ia melihat salah satu bingkai indah yang di dalamnya berisi foto bungsunya dengan keluarganya yang lain. Senyuman Sean sangat lepas di foto itu, berbeda sekali dengan senyuman yang berada di foto keluarga mereka. Dan bingkai satu lagi yang berada di meja belajar bungsunya, bingkai itu berisi foto yang di mana Sean mencium pipi bi Bulan. Ia iri sungguh. Lalu terdengar suara pintu kamar mandi yang terbuka, Sean keluar dari sana dengan handuk yang berada di pinggangnya.