Aku, Akaashi Keiji. Anak tunggal, tak punya saudara, tak punya banyak sahabat, jadi aku tidak mengerti bagaimana caranya menahan seseorang agar terus bersamaku di sebelahku.
Maksudku, setiap kali seseorang berteman denganku. Kita hanya akan berteman sampai akhir, dan bahkan perlahan menjauh.
Tak pernah sekalipun mereka bertahan di sisiku, menjadi sahabatku.
Kenapa, ya?
Selain itu, aku tak punya saudara, tak punya sahabat.. aku tak mengerti bagaimana caranya memberi perhatian dan menenangkan orang yang sedih.
Kebanyakan orang yang datang padaku saat sedih, berakhir menjauh karena tidak mau mendengar kritikan dan saranku.
Aku tidak dibenci orang-orang, aku hanya murid biasa di sekolah. Murid biasa, tak bodoh, meskipun cukup pintar. Tak bergaul, meskipun cukup popular.. yah, bagiku ini adalah murid biasa.
Kenapa?
Karena.. hidupku sama sekali tidak berwarna. Hidupku tak bercahaya.
"Akaashii!!" Seseorang berteriak sambil merangkulku. Dia menebar senyum dan cerianya pada semua orang disekitarnya, sampai sekitarku menjadi berbunga dan berwarna. Mereka langsung bahagia dan mendekati kakak kelasku bernama Bokuto ini.
Bokuto Koutarou. Dia kebalikan dariku. Dia punya dua kakak perempuan, jadi dia tahu bagaimana cara memberi perhatian dan senyum ceria. Dia memiliki banyak sahabat, jadi dia tahu bagaimana menahan seseorang untuk tinggal di sisinya.
Dia berwarna, ceria, dan sangat amat.. menyenangkan.
Aku iri padanya.
Yah, tapi bagaimanapun juga.. ini Bokuto Koutarou, loh.
Tiba-tiba aku tersenyum memikirkannya. Membanggakan Bokuto-san selalu menjadi ciri khas ku yang sudah diketahui orang-orang.
Bokuto itu.. kakak kelasku. Dia selalu menempel padaku. Padahal, awalnya kami bukan apa-apa kalau aku tidak bergabung dengan club voli.
Di club voli, menjadi setter adalah keahlianku. Aku ahli dalam menentukan strategi tepat untuk langkah selanjutnya, meskipun tak sempurna.
Baru menjadi anggota, Bokuto-san memperkenalkan dirinya dan mengajakku main voli. Dia memaksaku memberinya operan dan kuberikan.
Bumm!!!
Pukulan kuat itu memikatku. Mataku yang biasa sipit membola sepenuhnya.
Seolah.. semangatnya tertular padaku.
Dia tersenyum dan tertawa, lalu memintaku melakukan operan lagi. Aku melakukannya, dan berusaha memberikan yang terbaik sekaligus latihan untuk memahami Bokuto-san kedepannya. Beberapa kali Bokuto-san berhasil dan membuat senyum ceria itu. Beberapa kali pula dia tidak berhasil dan murung dan kesal.
Mood-nya sering berubah-ubah. Semua senpai menjelaskan bahwa itu terkadang mengganggu pertandingan. Tapi itu terkadang memberikan semangat bagi para pemain.
Anak polos seperti dia memang seorang mood booster-nya tim.
Ah, rasanya, pasti menyenangkan kalau dapat memahaminya.
.
."Woahhh! Kuuuroooo!!"
"Hehe, ada dia lagi."
Aku tahu, Kuroo-san saat itu sedikit kesal karena akan latih tanding dengan Fukurodani lagi. Mungkin baginya, kami lawan yang sulit. Aku tidak kaget kalau dia akan mengeluh tentang bagaimana pelatihnya memaksa mereka bertemu dengan kami untuk latih tanding sekaligus menginap di vila dengan harga sewa termurah untuk puluhan orang.. tapi setidaknya, dia melakukannya untuk bertemu sahabat karibnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya || BokuAka ✣
FanfictionSudah sejak lama, baru kusadari bahwa sinar Bokuto-san lebih bervahaya saat bersama Kuroo-san. Mereka pasti mejadi duo yang hebat, menyaingi apapun berkat dua cahaya yang menyatu dalam diri mereka. Kalau dibanding aku yang tidak berwarna ini.. Bokut...