01; The Catastrophe

33 9 2
                                    

Bulan purnama berwarna merah darah sedang bersinar terang di langit gelap, para anggota kerajaan Ever Moon tengah menantikan proses penyempurnaan Sang Putra Mahkota. Ialah satu-satunya penerus takhta raja, yang disebut-sebut adalah keturunan emas.

Ever Moon memang sesuai namanya. Kerajaan itu tidak pernah absen disinari cahaya rembulan setiap hari, bahkan tidak ada kesempatan bagi matahari untuk turut eksis di negeri para vampir ini. Bulan purnama abadi di langit Ever Moon pada hakikatnya memang sumber kekuatan para anggota kerajaan. Maka tidak heran jika mereka menyembah dan mengabdi pada Sang Bulan.

Sang Raja mengeluarkan taringnya, melayang rendah dan menatap putra kecilnya yang masih berusia lima tahun kala itu. Ketika hendak menggigit leher Sang Putra, tiba-tiba terdengar suara gaduh. Semua orang terkejut mendengar suara tembakan, bahkan Raja pun sama terkejutnya.

"William, periksa ada keributan apa di luar sana," titahnya tegas. "Akan kubunuh siapapun yang berani mengganggu upacara sakral ini."

Penasehat kerajaan bernama William itu mengangguk dan berpindah tempat dalam sekejap, pria berwajah dingin itu berpindah ke jendela kaca besar aula kerajaan. Wajahnya yang tegas itu menampilkan ekspresi berbeda, matanya melebar, dan dahinya berkerut.

Dilihatnya segerombolan vampir tengah terbang menuju kastil dengan membawa berbagai senjata dan ratusan kelelawar bermata merah menyala pun turut serta dalam pasukan mereka.

"Kita diserang!" Teriakannya mengejutkan semua orang.

Raja membulatkan mata dan pergi untuk melihat apa yang terjadi. Di detik berikutnya, seekor kelelawar menerobos masuk dan memecahkan kaca jendela tersebut, disusul ratusan kelelawar lainnya.

Semua orang tampak panik, tak terkecuali pangeran kecil yang belum mencerna keadaan.

"Panglima! Lindungi Putra Mahkota!" Sang Raja memberi perintah tegas. Maka, Panglima berkulit eksotis tersebut segera melindungi Putra Mahkota di balik jubahnya agar tak diserang oleh para kelelawar itu.

Ketika para pengawal dan Raja sedang berusaha membunuh kelelawar-kelelawar itu, tiba-tiba seorang vampir menerobos masuk melalui jendela yang sama. Ia terbang dengan angkuh, berdiri di depan Raja dengan tatapan mengejek.

"Sudah lama sekali, Raja." Bibir hitamnya menyeringai, tak ayal mengundang api kemarahan dalam diri Sang Raja. "Kau!"

"Tenang saja, Raja. Kedatanganku ke sini bukan untuk membunuhmu," Vampir berwajah tirus itu terbang menuju Putra Mahkota yang berlindung di balik jubah Panglima. "Karena aku lebih tertarik pada putramu."

Ia tersenyum, sedangkan Sang Putra Mahkota menatap dirinya dengan penuh ketakutan.

Sebuah pedang tertodong ke lehernya, ia berbalik dan melihat Raja menatapnya tajam. "Menyingkir dari putraku, Sialan!"

Seruan petir menggelegar di langit Ever Moon. Bulan purnama merah di langit malam pun kini telah tertutup awan hitam tebal, wujud kemarahan Sang Raja vampir.

Pemberontak itu meneguk ludah dengan gugup. Namun, seolah tak kehabisan akal, ia masih terus memancing amarah Sang Raja Agung dengan menggunakan para kelelawarnya.

Kelelawar itu berterbangan dengan ribut di seluruh ruangan, mencakar kulit siapapun yang dilihatnya. Putra Mahkota kecil masih berlindung di balik jubah Sang Panglima dengan tubuh gemetar ketakutan.

Sret!

Jubah Sang Panglima robek setengahnya, tempat bersembunyi Sang Pangeran vampir pun terbuka. Mata kecilnya menyorot vampir keji di hadapannya dengan penuh ketakutan. Tatkala pedang itu berada tepat di bahunya, ia menahan napas dengan tangan terkepal kuat.

The Lost Ever MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang