.
"KAEL KINAAN!"
Suara wanita paruh baya itu bak gemuruh petir di keheningan pagi. Nama seorang siswa menggelegar sampai ke ujung koridor lantai 2. Seisi kelas cuma bisa tertunduk. Sebagian besar anak 11 IPA 1 sesekali curi-curi pandang ke arah cowok di depan pintu.
"Kamu lihat jam di situ?!"
Siswa di depan Bu Tini dengan santai mengangguk.
"Lihat, Bu. Saya enggak buta."
Bu Tini mendengus layaknya banteng kala melihat kain merah.
"Kael, kamu terlambat 1 jam! Apa-apaan ini?! Ke mana aja kamu?!" Bu Tini sudah siap mencoreng wajah rupawan Kael dengan spidol permanen.
"Nyari bola naga kali, Bu. Sekalian bolos di belakang sekolah sambil ngerokok," celetuk salah satu siswa, mengundang tawa seisi kelas.
"DIAM! IBU TIDAK SEDANG BERCANDA!"
Senyap.
Bu Tini lanjut menyemproti wajah Kael dengan berbagai omelan dan petuah. Tetapi, Kael seolah-olah menulikan telinga. Fokusnya teralihkan pada siswa yang baru saja melempar candaan— tidak, menurut Kael, kalimat tersebut merupakan suatu bentuk penghinaan. Tidak ada yang lucu.
Bercanda? Sampah.
Mata tajam Kael terus tertuju ke satu arah. Persetan dengan Bu Tini yang sudah marah-marah selama 15 menit.
Istirahat nanti, abis lo sama gue.
.
01
debt
.
Waktu istirahat tinggal 10 menit lagi. Illa dan teman-teman barunya menghabiskan 20 menit pertama untuk berkeliling Lentera Bangsa. Arini sebagai tour guide dadakan memperkenalkan Illa ke lingkungan barunya. Mulai dari fasilitas-fasilitas di setiap 4 gedung terpisah, beberapa ruangan-ruangan dan bangunan penting, hingga akhirnya mereka sampai di destinasi terakhir— kantin sekolah.
Cia mengambil meja di tengah-tengah, katanya biar tidak kejauhan dari kasir. Dan kalau dipojok, biasanya panas karena dekat jendela. Ya, meskipun jika ketiganya mendongak, di atas kepala mereka ada kubah kaca yang besar. Kendati cahaya matahari yang masuk sangat banyak, kulit mereka sama sekali tidak terasa terbakar. Mungkin kubah kaca tersebut anti panas, berbeda dengan jendela biasa.
Setelah selesai memesan tiga nasi goreng, dua es teh, dan satu es jeruk, mereka bertiga mulai mengobrol. Topiknya cuma di sekitar Lentera Bangsa saja, salah satunya adalah soal seorang siswa berandalan yang menduduki takhta peringkat pertama paralel dari kelas 10 sampai sekarang.
Illa sempat tidak percaya sebelum Arini memperlihatkan riwayat peringkat siswa di situs resmi SMA Lentera Bangsa. Profil Kael Kinaan tertampil. Dilihat dari wajah saja Illa sudah yakin dengan apa yang Cia katakan ...
Kaya preman.
... dan benar, riwayat peringkat Kael tetap di nomor 1 paralel sejak kelas 10.
"Kok enggak kelihatan orangnya? Kita udah keliling 20 menit, lho." Illa menyuap satu sendok nasi goreng lagi.
"Malah dicariin. Anak-anak di sini malah berharap enggak pernah papasan sama dia, lho," ujar Cia seusai menandaskan gelasnya.
Arini menghentakkan gelasnya ke atas meja. "Asli! Udah, mending enggak usah lo pikirin deh tuh cowok, La. Enggak beres."
KAMU SEDANG MEMBACA
OPOSISI
Teen FictionDi SMA Lentera Bangsa, kalau kalian pengin hidup tenang, maka hindari orang-orang ini: 1. Kael Kinaan, cowok dengan penampilan awut-awutan. Rokok dan jenius adalah ciri khasnya. Iya, jenius. Orang ini peringkat satu paralel kalau kalian belum tahu...