Awal Bertemu

6 2 0
                                    

Sepulang sekolah, dia berlarian menuju lokasi dimana ada pameran buku yang dijual murah. Bazar buku yang selalu diadakan setiap sebulan sekali. Ginanta, atau yang akrab disapa Ginan, dia gadis lugu tapi tidak kuper meskipun pecinta buku.
Rambut yang dikuncir satu kebelakang, sepatu hitam putih, baju putih abu-abu, dan tas slempang yang cukup kecil untuk ukuran buku paketnya. Tetapi Ginan nyaman dengan aksesoris tubuhnya, buku paket selalu ia letakkan diranjang sepeda.
Berdesakan dengan para pengunjung lain, Ginan menyeka bulir - bulir keringat yang membasahi keningnya. Wajah yang putih itu nampak kemerahan karena terkena sinar matahari. Ginan, melangkahkan kakinya pelan. Saat didepan tempat pendaftaran, dia segera mendaftarkan identitasnya.

Petugas Bazar : "Atas nama?"

Ginanta : "Ginanta Rumi Lestari."

Petugas Bazar : "Silahkan masuk, ini nomer kamu."

Ginanta : "Terimakasih banyak."

Ginan berjalan dideretan rak yang cukup banyak. Ada beberapa buku yang dibedakan kelasnya. Buku fiksi atau non fiksi, buku pengetahuan dan juga kamus. Menyusuri rak demi rak, dibuku fiksi Ginan melihat ada judul novel yang sangat bagus menurutnya. Dia mengulurkan tangannya, untuk meraih buku novel tersebut bersamaan itu pula seorang laki - laki berbaju kemeja warna maroon bersepatu pantofel juga nampak kacamata minusnya bertengger diatas hidung mancungnya.

"Saya dulu tadi yang ambil, Om!" kata Ginanta sambil menahan buku tersebut.

"Tapi, Saya juga mengambilnya, kamu kan masih sekolah, pilih saja buku pengetahuan," jawab si Om dengan menarik buku novel tersebut.

"Gak ada, saya memang mau ambil buku pelajaran, tapi saya juga ingin buku ini," kata Ginan berusaha meraih buku yang sudah pindah tangan.

"Cari yang lain" jawabnya sambil berlalu. Terpaksa Ginan tidak jadi membeli novel. Tujuannya ikut datang ke bazar karena ingin mengincar novel best seller akhir-akhir ini. Harganya yang cukup fantastis membuatnya harus menabung, ketika ada bazar dan tersedia novel tersebut namun dengan kuota terbatas Dia sangat berantusias.

"Om, gak tau diri, sudah tua juga, gak mau ngalah, nyebelin," gerutu Ginan sambil menghentakkan kakinya kelantai.
Persyaratan ikut kebazar, jika sudah masuk maka harus membeli minimal satu. Mau tidak mau, Ginan masih muter-muter mencari buku yang cocok disana. Waktu dua jam, sangatlah cepat jika sudah berkecimpung disuatu kesukaan kita.
Setelah dua jam, Ginan menemukan satu judul novel karya Kidungku, dengan judul novel Sajadah Cinta, Ginan segera kekasir. Membayar dua buku, novel dan buku pengetahuan. Dia segera pulang, mengambil sepeda ontelnya yang tadi Dia taruh sedikit jauh dari tempat bazar. Ginan tidak diizinkan naik motor, karena ia akan terlambat pulang.

Langit tak ingin merubah warnanya meskipun hari sudah mulai sore, angin hanya melambai - lambai pelan. Jarak tempuh, sekolah ketempat bazar cukup jauh. Ginan harus dua kali lipat lamanya mengayun sepeda birunya. Ketika masih ditengah diperjalanan, menuju rumahnya. Tiba-tiba langit berubah warna hitam, segugus awan berkumpul membentuk beberapa kelompok. Tercium aroma air, tak lama setelah itu suara petir terdengar sangat nyaring ditelinga. Memekikan gendang telinga, membuat jantung Ginan bergetar hebat. Ketakutan akan petir, mengingatkan memori beberapa tahun silam.

"Ayah, kejar Ginan, ayo ayah," kata Nanta kecil.

"Awas ya, tunggu ayah," jawab ayah Ginan sambil berlari. Suasana sedikit gerimis waktu itu, Ginan berlari, bersembunyi di pohon beringin yang sudah tua. Saat menunggu ayahnya menemukannya tiba -tiba, suara petir menggelegar. Menyambar pohon disebelah pohon beringin dekat Ginan bersembunyi. Dia melihat pohon tersebut mengeluarkan api, Ginan kecil ketakutan tetapi tak bisa bicara dia pingsan setelah itu. Sampai saat ini, Dia masih trauma dengan suara petir.

Duaaarrr, jeduaar,,

Ginan berjongkok didekat sepedanya, menutup telinganya. Bersamaan itu pula, mobil Avanza putih berhenti tepat disebelah Ginan. Pemiliknya keluar, seorang pria yang tadi bertemu dibazar menghampiri Ginan yang masih berkelut dengan ketakutannya. Ginan tak bisa diajak bicara, rasa trauma membuatnya terus menutup matanya dan membuat jantungnya berdetak sangat cepat.

Duuuarrr jeduaarrr

Suara petir kembali terdengar, seketika membuat Ginan pingsan dalam dekapan pria asing.

"Ck, merepotkan," ucapnya sambil menggendong Ginan untuk dimasukkan mobilnya.

Mengemas semua buku-buku yang Ginan bawa, diikut sertakan dalam mobil. Melihat sikap arogan Ginan saat pertama bertemu membuat si pria asing bisa menilai jika gadis dihadapannya tipe wanita yang sangat jeli dengan kegemarannya dan akan mencari apa yang diinginkan sampai dapat.

Dia Devano Ricky, putra dari seorang owner pabrik bahan mentah. Meskipun begitu, Devano tak pernah bergantung kepada orang tuanya. Memang untuk saat ini, untuk fasilitas mobil dirinya masih meminjam ke orangtuanya. Untuk yang dipakainya, itu hasil jerih payahnya mengelola toko yang dia beri nama serbaguna. Didalam toko tersebut beraneka ragam seperti peralatan dapur, seragam sekolah dan perlengkapan rumah tangga. Saat ini, Devano sedang menempuh pendidikan S2 di bisnis.

Mobil Avanza berhenti disalah satu perumahan elit. Devano sedikit terkejut, mungkinkah alamat yang ada dikartu tanda pengenal itu palsu. Jika benar, tapi mengapa profil dan aslinya seperti tidak sama. Dia tidak tahu harus bagaimana untuk mengantar gadis disampingnya. Bisa saja jika ia mau, Dia bawa ke hotel atau keapartemennya. Tetapi untuk saat ini, Dia tak ingin berurusan dengan orang yang intinya menambah masalah.

Tak ingin membuang banyak waktu lagi karena sudah sore, hujan juga belum reda ia turun dari mobil. Memeriksa alamat dan memastikan.

Tok Tok

Ketukan itu hanya terulang dua kali. Seorang asisten rumah tangga, ibu paruh baya menyapa dengan sopan.

"Ada, yang bisa saya bantu," ucapnya.

"Apa benar, rumahnya Ginanta Rumi Lestari?"

"Benar, benar, ada apa dengan nona Ginan," kata asisten dengan raut khawatir.

Terdengar langkah kaki dari dalam menuju, mereka berdua. Seorang perempuan cantik dan modis sedang menghampiri Devan.

"Siapa, Bi?" tanya orang tersebut, melihat siapa yang datang.

"Temannya non Ginan, Nyonya," jawab asisten.

"Bukan, bukan, saya tadi menemukan putri ibu, pingsan. Waktu ada petir," sahut Devano.

"Ginan, pingsan," ucapnya tergopoh menuju mobil. Devano terburu-buru, mengikuti dan melihat ternyata gadis itu masih pingsan. Tak peduli jas yang mahal itu basah karena air hujan, ia ingin segera mengakhiri drama kebetulan saja lewat didepannya dan parahnya Dia sendiri yang menjadi tokoh utama dari drama tersebut. Devano mengangkat Ginan, menuju rumah. Dia letakkan di sofa selain mereka adalah orang asing, dirinya juga tak mau lancang memasuki kamar perempuan bahkan belum ia kenal.
Orang yang dipanggil nyonya, sangat cemas dengan melihat kondisi putrinya. Sampai - sampai mengabaikan Devano yang sudah pergi. Semua tas dan buku- buku dia berikan ke asisten rumah tangganya. Tapi ada satu benda yang dia lupa, seketika melihat kartu tanda pengenal itu dia letakkan dalam saku.

*****

Sepertinya alam sedang mengabulkan keinginan para kaum manusia yang menginginkan hujan. Awan hitam menutupi seluruh permukaan langit, cuaca sangat dingin. Setelah mengantarkan Ginan, gadis asing yang arogan membuatnya terlambat pulang kerumah dan akhirnya ia terpaksa pulang keapartemennya. Devano memasak air dan membuat kopi hitam.. Menikmati sore menjelang senja, diapartemen sendirian. Tak lupa, sebatang nikotin dalam balutan rokok ikut menemaninya. Kepulan asap membuat angannya menerawang jauh.
Terringat ibunya, ia mengambil handphonenya tak sengaja selembaran kaku berwarna biru itu ikut menyelinap.

"Ck, harus lupa juga, ini KTP," ucapnya sambil melempar kemeja.
Kontak nama dia scroll sampai ketemu nama ibuku lalu ia tekan memanggil.

Tuuuttt....... Tuutttttm......

Ternyata sampai panggilan yang kelima, sang ibu tak kunjung mengangkat. Setelah rasa dingin itu sudah mulai senyap, ia menuju kamar mandi.

*****

Hai semua, selamat membaca.

Judul : Senja Yang Ku Rindu
Karya : Indah Lestari
Nama Pena : Kidungku

Jangan lupa ramaikan ya.

Senja Yang Ku RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang