"Apriiiill mop.." Aku tertawa keras, tiada jeda, tiada henti.
Aku melihat wajah oval Lera. Ekpresinya benar-benar menggemaskan.
Satu.
Dua.
Tiga.
Aku menunggu ekspresi marahnya. Aku selalu suka melihat pipinya merah karna emosi.
Tapi...
Ia menangis. Menangkup wajahnya.
"Leer.. lo gak pa-pa kan?
Tiada balasan. Yang terdengar hanya isak tangis. Kenapa Lera baperan sekarang?
"Leeer maafin gue. Gue gak maksud bercanda.. gu.. gu.. gue.." aku menjeda ucapanku. Lera mengusap air matanya, menghela nafas panjang, tersenyum tipis.
"Thanks kejutan April mop lo, No. Gue lupa kalo setiap satu April lo pasti ngucapin itu.."
Aku menghela nafas, lega. Ia masih Lera yang dulu, tapi berparas cantik.
"Gue pulang dulu, No." Lera memberdirikan dirinya.
"Tunggu, biar gue anterin lo." Aku memegang lengannya. Lagi, aku gugup. Kenapa?
"Gak usah, No. Gue bisa pulang sendiri." Lera berusaha melepas peganganku. Kueratkan itu. Aku khawatir ia pulang sendiri. Kenapa gue khawatir gini?
Lera hanya diam. Di sepanjang perjalanan suasana hanya hening. Anginpun enggan menyapa.
"Satu pesen gue No. Perasaan gak bisa dibecandain. Dibuat lelucon."
Lera membuka pintu mobil. "Thanks.." ia menutup pintu itu agak keras. Aku tak berkata apa-apa, hanya bisa memandang kepergiannya. Hingga punggungnya tak terlihat.
Gue terlalu pengecut Ler. Gue takut jatuh cinta ama lo. Gue ngerasa gue...
Aku meremas rambutku gemas. Kenapa sulit tuk mengakui perasaan itu?
Gue suka lo Lera... tapi ego gue gak mau gue ngakuin itu..
***
Aku menunggu Lera di halaman rumahnya. Ia sempat menolak ajakanku. Tapi aku memaksanya dengan alasan temu-kangen sahabat lama.
Ia datang dengan rambut terurai. Ah.. betapa cantiknya ia, rambut panjang sebahu. Bukan Lera yang selalu mengucir kuda rambutnya.
Aku diam, menatapnya kagum. "Deno.. ayook.." ajakannya mengagetkanku. Aku menggaruk tengkuk. "Aa..aayook"
Lagi, disepanjang perjalanan kami hanya diam. Membiarkan alunan musik dari radio yang berbicara. Terlalu sibuk kami dengan pikiran masing-masing.
"Aku Lera. Kamu siapa?" Gadis kecil itu mendudukkan dirinya disampingku. Ini perdana aku sekolah tanpa ditemani Bunda. Aku hanya menatap gadis berseragam putih-merah, sama denganku.
"Aa..aku.. Deno." Ia tersenyum lebar. Mengambil tanganku, lalu menjabatnya. "Lera seneng bisa kenalan sama Deno. Oiya Deno lagi nunggu Mama Deno yaa?"
Aku hanya mengaggukkan kepala. Ia telah berdiri. Menjulurkan tangannya. "Pulang bareng Lera mau? Kebetulan Mama Lera udah jemput."
Aku menatap mata hitamnya. Menerima uluran itu. Dan ia menautkan jarinya pada jariku sepanjang perjalanan.
Kami dekat, begitu dekat. Sampai semua orang bilang. Dimana ada Lera disitu ada Deno.
Beda kelas, tapi tak membuat kami berpisah. Hingga... saat bunda mengajakku pindah ke Singapura karna mutasi kerja Bunda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa (Aku-Kau) Kita
RandomIni bukan sekedar suara, tulisan, suasana. Tapi, ini adalah pernyataan hati.