Only You [2]

209 25 0
                                    

5 tahun.

5 tahun setelah kepergian pria itu. Pria ya? Tentu! Dia sudah jauh lebih dewasa pastinya. Sudah beberapa tahun terlewati. Anak laki-laki itu mestinya sudah menjadi pria dewasa sekarang.

Ugh.

Kenapa tiba-tiba aku memikirkannya? Bodoh!

“Jena sudah makan?” Guanlin datang membawa paperbag yang sepertinya berisi makanan. Tercium dari wanginya yang khas. Bau masakan dari restoran langganan kami.

“Aku kan sudah bilang untuk tidak membawakan apapun.”

Selalu saja! Dia lebih memperhatikan anakku dengan begitu sayang.

Anak.

Anakku dengan seseorang yang tadi ku pikirkan. Ciuman yang berakhir dengan hal gila kami lakukan. Menghadirkan malaikat kecil yang selalu menanyakan keberadaan 'ayah'–biologisnya.

Aku menggeleng. Tidak boleh! Aku tidak boleh memikirkannya lagi. Semuanya sudah berakhir!

“Kenapa? Dia kan juga putriku.”

Aku memperhatikan Guanlin mengusap lembut rambut Jena yang dikuncir dua memanjang dengan pita warna merah.

“Papa.” gadis cilik umur 4tahun itu berseru senang.

“Apa kabar, anak papa?”



Aku tidak tau bagaimana semua berawal. Tiba-tiba setelah kelulusan, aku jatuh sakit. Kupikir demam atau masuk angin. Setelah berhari-hari sakitnya tak kunjung sembuh. Barulah ketika Guanlin mengajakku ke rumah sakit, aku mengetahuinya.

Kau tidak akan bisa membayangkan bagaimana kekecewaan terpancar di kedua orang tuaku. Juga, Guanlin. Mereka marah, sedih. Kekecewaan yang mendominasi itu pun juga membuatku terpuruk. Rasanya ingin mati saja.

Ibu bahkan menamparku. Mereka mengusirku. Karena sangat malu. Aku tidak punya siapa-siapa.

Tapi Guanlin bersedia memungutku. Dan dia yang merawatku saat hamil. Dia bahkan mau ku repotkan untuk menuruti semua keinginanku. Dokter bilang itu reaksi alami ketika hamil. Semua hal akan terasa menggoda untuk dimiliki atau dicicipi. Jika itu makanan. Sayangnya, yang aku inginkan selalu tidak masuk akal.

Seperti, ingin mengelus anjing samoyed dipagi dini hari. Guanlin yang terusik mimpi indahnya, mau-mau saja mencari hewan itu di jam 1 lewat 3 menit. Ku ulangi. Pagi buta. Dia membawaku bertamu di saudaranya yang beda kota hanya untuk mengelus anjing sipit berbulu putih yang suka memeletkan lidah itu. Aku tidak suka anjing. Baiklah. Sedikit. Lebih banyak suka kucing.

Apa aku suka bilang Guanlin adalah pria baik? Akan ku katakan pada siapapun jika itu perlu.

Dia —pria baik.

Sangat beruntung pasangan yang menikah dengannya kelak. Dia juga pekerja keras.

Pernah suatu hari. Uangnya habis, kami kelaparan. Hari gajiannya kurang 2hari lagi. Tau apa yang dilakukannya? Dia menyerahkan semangkuk bubur yang dibeli untukku dan bayiku dalam kandungan. Itu adalah makanan terakhir. Kita tidak tau dalam 2 hari ke depan makan apa. Dia bersedia menyerahkannya cuma-cuma. Untuk kami.

Dimana lagi kau akan menemukan teman atau sahabat yang kebaikan hatinya melebihi orang bodoh begitu?

Aku memakan bubur itu dengan tangisan.

Guanlin memarahiku.
Dia bilang, tidak boleh menangis saat makan. Aegi bisa sedih.
Bodoh!
Bagaimana aku tidak sedih?!

Jika diketik, banyak hal mungkin perlu 1 buku tebal untuk menjabarkan  kebaikan temanku itu. Kalau benar ada reinkarnasi. Aku harap dikehidupan mendatang, dia akan menjadi penguasa dan dikaruniai kebahagiaan tiada tara. Ah tidak. Aku harap di masa ini juga, dia menjadi orang sukses dan mendapatkan apapun yang ia inginkan. Bukankah bahagia juga termasuk jika kita mendapat hal yang diinginkan?!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Oneshot [ II/III ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang